Bumi Tanpa Manusia

Najamuddin Khairur RijalOleh:
Najamuddin Khairur Rijal
Pengajar Jurusan Hubungan Internasional FISIP Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)

“Dunia dihadirkan untuk melayani manusia, sebab manusia adalah makhluk paling dihormati di antara segala makhluk,” demikian kata guru Sufi Turki Abdulhamit Cakmut.
Dunia memang diciptakan untuk dinikmati oleh manusia, atau manusia diciptakan memang untuk menikmati dunia dengan segala isinya. Tetapi, pernahkah Anda berpikir, apa jadinya dunia ini tanpa manusia? Dalam ajaran beberapa agama, memang kita semua akan meninggalkan dunia, ketika terjadi hari yang dinamakan sebagai kiamat. Semua manusia akan dimusnahkan dan akan dibangkitkan lagi untuk mempertanggungjawabkan apa yang pernah dilakukan selama di dunia.
Tetapi, tak perlu terlalu jauh membayangkan kiamat. Cukup, coba bayangkan bagaimana jika seandainya kita semua benar-benar meninggalkan dunia. Semua manusia tiba-tiba hilang dari dunia. Misalkan kepunahan manusia adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar, seperti konon kepunahan dinosaurus. Namun kepunahan manusia itu terjadi bukan karena bencana nuklir, benturan asteroid, gelombang tsunami dahsyat, gempa bumi luar biasa, atau apapun itu yang terjadi sehingga menyapu habis manusia yang ada. Apa yang akan terjadi?
Pernyataan dan pertanyaan itu pernah diajukan oleh Alan Weisman dalam bukunya The World Without Us (2007). Weisman mengajak kita bereksperimen melalui pikiran secara kreatif, yakni membayangkan dunia tanpa adanya manusia. Bayangkan jika seandainya itu terjadi besok. Memang mustahil dan tidak mungkin, tapi kita cukup bereksprerimen dalam pikiran saja. Kata Weisman, misalkan ada virus yang khusus menyerang Homo Sapiens, secara serentak melenyapkan kita. Atau, ada seorang penyihir jahat yang menemukan cara sempurna untuk memandulkan sperma kita. Atau, ada makhluk ruang angkasa yang menculik kita semua entah ke mana. Itu terjadi hanya pada kita, manusia, tidak yang lain. Alam ini tetap apa adanya dengan segala isinya, kecuali makhluk yang bernama manusia.  Sebelum itu terjadi, sebelum kita semua hilang dari dunia, coba perhatikan sekeliling kita. Perhatikan rumah dan tempat tinggal kita. Daerah yang kita huni, tanah yang kita pijak, jalanan yang kita injak. Pohon-pohon hijau yang memberikan beragam buah kepada kita. Rumput liar yang tumbuh subur. Bangunan-bangunan menjulang yang mencakar langit. Sungai dan laut dengan ikan kecil yang bercengkerama. Burung-burung yang bernyanyi di pucuk pohon suatu pagi. Perhatikan semua yang ada dan terjadi di sekitar kita.
Lalu, biarkan semua di tempatnya masing-masing. Bayangkan kita semua hilang. Hapus kita semua, dan lihat yang tersisa. Bagaimana reaksi alam ketika tiba-tiba dibebaskan dari tekanan yang selama ini kita berikan kepadanya?
Tumbuhan liar yang selama ini kita babat habis lalu ganti dengan bangunan menjulang dari beton, pepohonan yang rindang di sepanjang jalan kita tumbangkan lalu menggantinya dengan tiang-tiang besi yang merentangkan kabel panjang, mereka semua secara perlahan akan tumbuh kembali. Bangunan-bangunan beton itu akan dipanggang oleh panas matahari lalu diguyur oleh hujan. Terus menerus alam menyiksanya hingga perlahan ia rapuh dan runtuh. Tiang-tiang besi perlahan menjadi berkarat hingga juga hancur oleh proses alamiah alam.
Sampah-sampah yang kita tumpuk tinggi perlahan akan dikubur oleh tanah. Diurai dengan segala proses alami di dalamnya. Hewan-hewan yang selama ini kita kurung dan permainkan perlahan merasakan kebebasan. Mereka berkembang biak dengan bebas hingga menghasilkan spesies yang banyak. Sungai yang selama ini kita cemari dengan segala cemaran perlahan menjadi bersih dan jernih.
Udara yang selama ini tercemar oleh kendaraan-kendaraan kita, kini sehat. Tidak ada lagi polusi oleh asap kendaraan kita. Cuaca dan iklim yang tidak menentu kini kembali menemukan siklusnya. Hujan mulai turun secara teratur, juga kemarau kembali menjalani siklusnya. Tidak lagi terjadi anomali cuaca. Lapisan ozon yang selama ini telah rusak akibat kita menghilangkan tumbuhan hijau perlahan kembali tumbuh subur. Bumi yang dulu panas ketika kita masih ada kembali menjadi sejuk yang menyenangkan bagi semua makhluk hidup.
Semua itu akan terjadi dalam ketiadaan manusia di dunia. Tidak ada yang mampu menghambat atau mengganggu proses alam berjalan. Hingga akhirnya, dunia kembali ke hakikatnya dan perlahan menghapus jejak bahwa kita, manusia, pernah ada dan hidup di bumi.
Itu semua memang hanya khayalan. Karena khayalan, mengapa kita tidak sekalian berkhayal tentang masa depan dunia ini. Mengapa kita tidak berkhayal bahwa sesungguhnya kita telah rakus pada alam dan merusak alam ini dengan tangan-tangan kita. Dunia ini memang telah rusak akibat tindakan kita yang eksploitatif. Akibatnya adalah seperti apa yang terjadi dan kita alami saat ini.
Kita membiarkan hutan gundul dan menggantinya menjadi kota. Kita membunuh hewan hingga ia punah dan kehilangan masa depan. Kita merusak sungai dan laut hingga mengganggu perkembangbiakan biota laut. Kita merusak semuanya, sejak kelahiran dan kehadiran kita di dunia ini. Pada akhirnya, semakin lama, dunia ini sakit tak mampu lagi menahan tekanan yang kita berikan padanya. Itu yang selama ini kita lakukan pada dunia dan alamnya.
Eksperimen pikiran kreatif yang dieksplorasi Weisman di atas betapa menggugah kita. Benar, manusia sudah sedemikian rakus hingga kita lupa masa depan alam. Bencana alam, seperti banjir bandang dan tanah longsor teramat sering terjadi karena kita mengubah hutan pohon menjadi hutan beton. Mungkin bumi benar-benar telah letih, maka bayangkan bagaimana jika dunia tanpa manusia? Mungkin alam akan bahagia karena terbebas dari segala kerusakan. Atau, malah bumi ini akan merindukan kita?
“Kita merawat tubuh kita agar hidup lebih lama. Kita harus berbuat yang sama untuk dunia. Kalau kita menyayanginya, usahakan agar umurnya sepanjang mungkin,” begitu kata Cakmut.

                                                                                             —————– *** ——————

Rate this article!
Bumi Tanpa Manusia,5 / 5 ( 2votes )
Tags: