Capaian Kinerja Perhutanan Sosial Jatim Tertinggi di Pulau Jawa

Gubernur Khofifah Raih Penghargaan dari Menteri LHK
Pemprov, Bhirawa
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meraih penghargaan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK), sebagai Pembina Pemberdayaan Masyarakat Perhutanan Sosial Provinsi Jatim. Penghargaan ini diraih karena Provinsi Jatim menempati posisi tertinggi dalam capaian perhutanan sosial di Pulau Jawa.

Penghargaan tersebut diserahkan langsung Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Kementerian LHK, Bambang Supriyanto yang mewakili Menteri LHK saat acara Rakor Sinergitas Pasca Persetujuan Perhutanan Sosial Pengembangan Integrated Area Development Perhutanan Sosial Jatim di Hotel Shangri-La Surabaya, Selasa (28/12) lalu.

Usai menerima penghargaan tersebut, Gubernur Khofifah menyampaikan terima kasih dan apresiasinya bagi masyarakat perhutanan sosial di Jatim baik Kelompok Tani Hutan, Kelompok Usaha Perhutanan sosial (KUPS) dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), yang ikut berperan serta dalam mewujudkan peningkatan kualitas pengelolaan hutan lestari dan kesejahteraan masyarakat desa hutan di Jatim.

“Perhutanan sosial ini membawa dampak besar bagi masyarakat sekitar hutan. Tidak hanya dampak ekonomi seperti kesejahteraan masyarakat, tapi juga berkontribusi dalam keseimbangan alam, mengurangi kebakaran hutan, pembalakan liar, pencurian kayu dan konflik lahan,” katanya.

Gubernur Khofifah mengatakan, Program Perhutanan Sosial merupakan salah satu solusi dari Pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengurangi kemiskinan dan ketimpangan ekonomi, khususnya yang terjadi di perdesaan dan di lingkungan sekitar hutan.

Dengan pemberian akses legal berupa persetujuan pengelolaan perhutanan sosial oleh Pemerintah kepada masyarakat setempat, lanjutnya, maka masyarakat yang ada di dalam dan sekitar hutan bisa memanfaatkan kawasan hutan dan mendapatkan fasilitas pembangunan lainnya dari sektor-sektor lain.

“Artinya, masyarakat diperlakukan sebagai subjek bukan sebagai objek, sehingga posisi masyarakat itu menjadi yang utama dalam pembangunan kehutanan. Dan keberhasilan program Perhutanan Sosial ini membutuhkan keterlibatan semua pihak untuk mampu mengkolaborasikan misi sosial, ekonomi dan lingkungan atau ekosistem hutan khususnya bagi kehidupan yang berkelanjutan,” katanya.

Untuk itu, pelaksanaan pengelolaan perhutanan sosial ini membutuhkan dukungan dan kerjasama berbagai pihak agar dapat mewujudkan tujuan perhutanan sosial sehingga dapat tercipta kemandirian ekonomi masyarakat, mengentaskan kemiskinan dan terciptanya keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya.

“Kepada OPD terkait di provinsi dan kabupaten/kota untuk dapat melakukan terobosan-terobosan kebijakan yang terintegrasi sehingga ada keterpaduan program mengingat kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat berbasis perhutanan sosial bersifat lintas urusan pemerintahan, perencanaan dan penganggaran,” kata Gubernur Khofifah.

Menurutnya, salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja subsektor kehutanan dalam mendukung subsektor pertanian adalah meningkatkan peran dan akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan berbasis agroforestri, untuk peningkatan produktifitas hutan.

Salah satunya dengan memperluas area perhutanan sosial yang terintegrasi dengan beberapa sektor pertanian seperti kopi dan kakao, kemudian juga memperluas dan memberikan support dalam akses permodalan dan pendampingan. Apalagi beberapa KUPs di Jatim telah menjalankan usaha produksi, terdiri dari komoditas agroforestri, buah-buahan, ekowisata, wisata alam, dan lain- lain.

“Beberapa waktu lalu Puslit Kopi dan Kakao di Jember telah mengadakan survei dan hasilnya detail sekali. Misal untuk menanam kopi dan kakao butuh lahan berapa banyak, menyerap tenaga kerja berapa. Jadi dari survei ini saya mengajak beberapa organisasi pemuda seperti GP Ansor, Pemuda Muhammadiyah juga Kwarda Pramuka untuk ikut melakukan pemetaan bila akan dikembangkan di perhutanan sosial,” katanya.

“Saya juga sudah berdiakusi dengan Kepala Perwakilan BI Jatim dan juga Kepala OJK karena ini gayung bersambut dengan adanya rencana perluasan area perhutanan sosial yang akan terintegrasi dalam klustet tertentu. Sehingga support permodalan dan pendampingan baik melalui APBD provinsi, APBD Kabupaten, maupun permodalan yang berbasis KUR sangat dibutuhkan terutama saat izinnya nanti sudah keluar,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Khofifah menambahkan, untuk mengoptimalkan dukungan kebijakan pengelolaan perhutanan sosial di Jatim sendiri, dapat dimanfaatkan kebijakan supporting, baik berupa Spacial East Java Supercoridor di 5 Bakorwil untuk peningkatan kualitas produk dan nilai tambah produk Kelompok Tani Hutan, LMDH maupun KUPS. Sedangkan untuk aspek pembiayaan, dapat dimanfaatkan kredit program dari PT Bank Jatim maupun PT Bank UMKM Jawa Timur dengan bunga murah.

“Kemudian untuk dukungan pemasaran bagi produk yang dihasilkan kelompok usaha perhutanan sosial tersebut di Jatim ini juga sudah ada rumah kurasi, Export Center, perluasan pasar domestik melalui misi dagang dengan provinsi lain dan Dispora Jatim yang tersebar di berbagai negara sahabat,” katanya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Kementrian LHK Dr Ir Bambang Supriyanto MSc mengatakan, program reforma agraria melalui TORA atau Tanah Objek Reforma Agraria dan perhutanan sosial dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum terhadap pemukiman fasum fasos yang berada di kawasan hutan.

Sedangkan bagi masyarakat yang tinggal di dalam maupun di sekitar kawasan hutan karena dia memerlukan akses terhadap sumber daya tersebut maka dilakukan melalui program perhutanan sosial.

“Ini menjadi perhatian Bapak Presiden Jokowi karena kantong-kantong kemiskinan itu berada disekitar kawasan hutan. Sumber dayanya melimpah tapi masyarakatnya miskin. Singkat kata ternyata karena lahannya itu terbatas. Oleh karena melalui program perhutanan sosial tentunya dengan pendampingan-pendampingan itu bisa menjadi sebuah solusi untuk bisa mensejahterakan juga menyelesaikan konflik,” katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Jatim, Jumadi menuturkan, capaian perhutanan sosial di Jawa Timur merupakan tertinggi di Pulau Jawa. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Perhutanan Sosial di Jawa Timur telah terealisasi seluas 176.223,54 hektare atau sebesar 55,98 persen dari total capaian di Pulau Jawa. Sedangkan Jawa Tengah sebesar 25,24 persen, Jawa Barat sebesar 12,25 persen, Banten sebesar 6,042 persen dan Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 0,50 perse.

Jatim juga menempati posisi teratas dalam hal jumlah SK terbit. Dimana Jumlah SK terbit sebanyak 348 unit SK atau 53,95 persen dari total capaian di Pulau Jawa. Sedangkan Jawa Barat sebesar 20,31 persen, Jawa Tengah sebesar 13,95 persen, Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 6,98 persen dan Banten sebesar 4,81 persen.

Dari 348 unit SK perhutanan sosial, sebanyak 303 unit merupakan SK Kulin KK (Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan) atau sebesar 32,48 persen dari total capaian SK Kulin KK Nasional dan Jawa Timur menjadi provinsi yang paling banyak memperoleh SK Kulin KK.

Kemudian, Jumlah petani penggarap sebanyak 120.990 kepala keluarga atau 68,07 persen dari total capaian di Pulau Jawa. Sedangkan Jawa Barat sebesar 11,79 persen, Jawa Tengah sebesar 11,00 persen, Banten sebesar 6,32 persen dan Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 2,82 persen. Saat ini di Provinsi Jatim juga terdapat 4.538 Kelompok Tani Hutan (KTH) dan 348 Kelompok Perhutanan Sosial (KPS).

Sementara itu, dalam acara Rakor Sinergitas Pasca Persetujuan Perhutanan Sosial Pengembangan Integrated Area Development Perhutanan Sosial Jatim ini, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa turut menyerahkan penghargaan kepada 3 kabupeten, yakni Kabupaten Lumajang atas dukungan dan komitmen dalam Implementasi Integrated Area Devolepment (IAD) Berbasis Perhutanan Sosial. Kemudian Kabupaten Ngawi atas Dukungan dan Komitmen Dalam Pengembangan Perhutanan Sosial di Jawa Timur.

Serta, penghargaan kepada Kabupaten Madiun atas dukungan komitmennya Forest Programme V : Social Forestry Support Programme yang merupakan program kerjasama antara Pemerintah Jerman dengan Pemerintah RI di bidang kehutanan yang bertujuan untuk menerapkan pengelolaan hutan yang berkelanjutan secara sosial, ekologi, dan ekonomi. [iib]

Tags: