Cerita Amar Ma’ruf, Petani Bawang Merah TSS Asal Probolinggo

Amar Ma’ruf, petani bawang merah sistem TSS asal Probolinggo. Kini makin banyaknya pesanan bibit bawang merah TSS dari petani, bahkan hingga di luar kecamatan. [wiwit agus pribadi]

Sempat Gagal, Kini Permintaan Bibit hingga Keluar Daerah
Probolinggo, Bhirawa
Budidaya bawang merah dengan biji atau benih bawang merah yang benar atau TSS, kini menjadi pilihan bagi petani di Kabupaten Probolinggo. Ada beberapa alasan mengapa petani akhirnya menjatuhkan pilihan menanam bawang merah dengan cara tersebut.
Dipilihnya budidaya bawang mrah TSS ini karena ada beberapa kelebihan. Pertama terbebas dari penyakit yang berasal dari seed born disease. Kedua, tidak adanya masa dormansi bibit yang biasanya terjadi pada umbi di awal pertanaman. Ketiga, perawatan setelah pindah tanam lebih mudah. Selain itu, jika dibandingkan bawang merah umbi, maka biaya produksinya lebih ekonomis.
“Kalau budidaya bawang merah TSS setelah mencapai umur fisiologis di pembibitan langsung dilakukan kegiatan pindah tanam. Hal ini mengurangi risiko stres pada bibit bawang merah,” jelas Ketua Kelompok Tani (Poktan) Sedap Malam 3, Desa Mentor, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo, Amar Ma’ruf.
Namun budidaya bawang merah dengan benih TSS membutuhkan waktu lebih lama, dari pada budidaya menggunakan bibit dari umbi bawang merah. Rata-rata waktu yang dibutuhkan mulai pembibitan sampai panen mencapai 115 HSS (hari setelah semai). Dengan rincian kegiatan 35-40 hari pembibitan dan 75 hari penanaman hingga panen. “Jika dilihat dari sisi produksi bawang merah jenis TSS lebih unggul baik produktivitas maupun fisiologis umbi lebih besar. Bahkan warna umbi lebih merah mengkilat dan aroma yang tajam,” tutur Amar.
Keberhasilan Amar membuat petani lainnya tertarik membudidayakan bawang merah TSS. Salah satu pertimbangan pertimbangan lain petani menanam bawang merah TSS adalah harga bibit bawang merah umbi kini lebih mahal dari pada bibit hasil pembibitan bawang merah TSS. “Hal inilah yang menjadi dasar petani untuk lebih memilih membudidayakan bawang merah TSS,” ujarnya.
Karena makin banyaknya pesanan bibit bawang merah TSS dari petani, bahkan hingga di luar kecamatan membuat Amar Ma’ruf menambah luasan rumah bibit. Jika awalnya hanya membuat rumah bibit untuk pembibitan bawang merah TSS di lahan seluas 100 meter persegi untuk pembibitan setengah kg benih, maka kini ia menambah luas rumah bibit bawang merah TSS menjadi 400 meter persegi untuk 2 kg benih.
Amar berharap agar petani bawang merah, khususnya di Kabupaten Probolinggo terus mengembangkan budidaya bawang merah. “Bagaimanapun caranya dengan biaya produksi minimal, produktivitas bawang merah meningkat dan umbinya lebih besar, sehingga harga bawang merah tetap tinggi,” ungkapnya.
Amar Ma’ruf sebenarnya telah memulai budidaya bawang merah sejak 2010. Tahun 2018 ia mencoba mengembangkan bawang merah dari benih TSS, tetapi terkendala tingginya harga benih tersebut.
Namun pada 2019 sejalan dengan program peningkatan produksi padi kedelai cabe dan bawang merah (Pajalebabe), Amar mendapatkan bantuan benih bawang merah TSS dari Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Probolinggo untuk dikembangkan di wilayahnya.
Dari bantuan tersebut, Amar mengembangkan bawang merah TSS yang diawali dengan pembuatan rumah bibit. Namun karena kurang kokohnya bangunan rumah bibit, saat hujan cukup lebat rumah bibit tersebut roboh.
Sempat gagal diawal pembibitan, tidak menyurutkan semangat Amar untuk terus membudidayakan bawang merah TSS tersebut. Selama kegiatan pembibitan ini, Poktan Sedap Malam 3 yang didampingi Andriani Ari Susanti, Penyuluh Pertanian BPP Sumberasih Kabupaten Probolinggo.
Kabupaten Probolinggo merupakan salah satu sentra produksi bawang merah di Jawa Timur. Data statistik menunjukkan pada 2018 produksi bawang merah kabupaten tersebut mencapai 50,632 ton dengan luas lahan pertanaman sebesar 7,416 hektare.
Sementara 2019 tercatat sebanyak 56,060 ton dengan luas lahan pertanaman sebesar 7,234 hektare. Produktivitas bawang merah mengalami peningkatan signifikan dari 6,8 ton/hektare pada 2018 menjadi 7,75 ton/hektare pada 2019.
“Penyuluh wajib mendampingi petani untuk menggenjot produksi, sama-sama turun ke lapangan, sama-sama tanam, olah tanah, panen, mengolah hasil panen, panen hasil panen, sehingga petani mendapat level yang layak,” tuturnya.
Selaras dengan arahan Menteri Pertanian, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM, Dedy Nursyamsi meningkatkan optimalisasi fungsi dan peran Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) melalui Kostratani.
BPP berfungsi sebagai pusat pembelajaran untuk penyuluh dan petani, pusat gerakan pembangunan pertanian, pusat konsultasi agribisnis dan pusat pengembangan jejaring kemitraan. Tentunya pusat menjadi dari excelent semua aktivitas pertanian, tandasnya.
Kini Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Probolinggo membudidayakan pula dengan barang hibah yang diberikan meliputi benih TSS sebanyak 100 kg, plastik UV sebanyak 160 roll, POC sebanyak 100 botol, PHC sebanyak 100 botol, likat kuning sebanyak 800 liter dan sex feromon sebanyak 800 sachet.
Bantuan hibah benih TSS dan sarprasnya ini diberikan kepada 11 kelompok diantaranya Kelompok Rowo Makmur Satu Desa Sumberkedawung, Kecamatan Leces, Kelompok Sumbersari Satu Desa Jorongan, Kecamatan Leces, Kelompok Gemah Ripah Krajan, Desa Klenang Kidul, Kecamatan Banyuanyar, Kelompok Sumber Waru I Desa Pabean, Kecamatan Dringu serta Gapoktan Tani Mulyo Desa Ngepoh, Kecamatan Dringu.
Selanjutnya, Kelompok Maju Jaya II Desa Pesisir Kecamatan Sumberasih, Kelompok Sumber Makmur Lima Desa Muneng Kidul, Kecamatan Sumberasih, Kelompok Harapan Tani II Kelurahan Kraksaan Wetan, Kecamatan Kraksaan, Kelompok Tani Agung Dua Desa Kebonagung, Kecamatan Kraksaan, Kelompok Abdi Tani III Kelurahan Kandangjati Kulon, Kecamatan Kraksaan dan Kelompok Tulus Abadi Desa Asembakor, Kecamatan Kraksaan. [wiwit agus pribadi]

Tags: