Ciptakan Rasa Aman Pesantren, Pemkab Ponorogo Sosialisasikan Pencegahan Tindak Kekerasan

Ponorogo, Bhirawa
Untuk menciptakan generasi masa depan yang berkualitas dan tangguh, Pemerintah Kabupaten Ponorogo terus berupaya menciptakan lingkungan ramah anak di lembaga pendidikan, termasuk pondok pesantren.

Bertempat di Ponpes KH Syamsuddin Durisawo, Kelurahan Nologaten, Kabupaten Ponorogo, Pemkab Ponorogo melalui Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) menggelar sosialisasi pencegahan tindak pidana kekerasan di Pondok Pesantren, Kamis, (20/10).

Diikuti oleh 70 pimpinan pondok pesantren se-Ponorogo dan 80 santri Ponpes KH Syamsuddin Durisawo, Pemkab Ponorogo menggandeng Kantor Kementerian Agama Kabupaten Ponorogo, Polres Ponorogo, Forum Komunikasi Pondok Pesantren Ponorogo (FKPP), Rabithah Ma’had Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI NU), dan lembaga lainnya untuk bersama-sama menciptakan rasa aman bagi anak ketika menuntut ilmu.

“Saling mengingatkan jangan sampai terjadi kekerasan kepada anak dalam hal apapun. Sehingga harus ada sosialisasi. Prinsipnya bukan menggurui tapi pengen sharing bersama-sama,” ujar Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko ketika ditemui selepas sosialisasi.

Sugiri Sancoko meyakini pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang tepat untuk mencetak generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, namun juga memiliki karakter yang bagus. Karena itu, kekerasan dalam bentuk apapun harus dicegah agar tujuan mulia dari pendidikan pesantren bisa sepenuhnya tercapai.

“Saya yakin betul pesantren tempat yang tepat mengasuh, mendidik anak menjadi generasi yang cerdas baik intelektual maupun akhlak. PR kita adalah bagaimana menciptakan sistem agar aroma kekerasan tidak ada,” tekan Sugiri Sancoko.

Sementara itu, Kasi Pondok Pesantren Kantor Kemenag Ponorogo, Ayub Ahdiansyam, mengatakan agar pesantren menjadi lingkungan yang ramah anak beberapa hal yang harus diperhatikan oleh keluarga besar pesantren.

Lingkungan pesantren, kata Ayub, harus memenuhi hak perkembangan anak serta menjauhkan anak dari segala bentuk diskriminasi.

“Santri itu memiliki latar belakang yang berbeda, ada yang sholeh sebelum masuk pesantren dan ada yang belum. Secara finansial mereka juga beragam. Tidak boleh ada diskriminasi kepada santri,” ujar Ayub.

Tidak kalah penting, anak harus mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam pendidikannya. Terakhir, Ayub mewanti-wanti anak harus terbebas dari segala bentuk kekerasan.

“Untuk membentuk disiplin, kita bangun kasih sayang dengan santri. Tidak harus dengan kekerasan. Ketika kita sampaikan dari hari maka akan masuk ke hati,” tekannya. (yas.gat)

Tags: