Dapat Rp 74,6 Triliun, DIPA Jatim 2017 Naik 90%

Gubernur Jatim Dr H Soekarwo menerima DIPA Jatim 2017 dari Presiden RI Joko Widodo di Istana Negara Jakarta, Rabu (7/12).

Gubernur Jatim Dr H Soekarwo menerima DIPA Jatim 2017 dari Presiden RI Joko Widodo di Istana Negara Jakarta, Rabu (7/12).

Pemprov, Bhirawa
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Jatim baik provinsi maupun kabupaten/kota tahun anggaran 2017 sebesar Rp 74,6 triliun atau naik sekitar 90% dari tahun sebelumnya sebesar Rp 39,7 triliun. DIPA tersebut diterima Gubernur Jatim Dr H Soekarwo dari Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara Jakarta, Rabu (7/12).
Seusai menerima DIPA 2017, Gubernur Soekarwo menyampaikan total DIPA untuk Jatim baik provinsi maupun kabupaten/kota yang diserahkan Presiden Jokowi mencapai Rp 74 triliun. DIPA tersebut digunakan sepenuhnya untuk kepentingan pelayanan dasar yakni mengurangi kemiskinan, prioritas pendidikan dan kesehatan, serta kebutuhan dasar yang lain seperti air bersih dan stabilitas pangan.
Lebih lanjut disampaikannya, Pemprov Jatim segera berkoordinasi dan melakukan penyerahan DIPA dengan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Kanwil Jatim. Pihaknya juga siap merinci DIPA baik ke provinsi maupun kabupaten/kota, serta lembaga-lembaga vertikal yang ada di Jatim. “Kami segera melakukan koordinasi dengan kantor perbendaharaan negara,” jelas Pakde Karwo sapaan lekat Gubernur Jatim.
Menurutnya, DIPA itu adalah fungsi pembiayaan untuk rutin dan pembangunan. Di tingkat nasional untuk pembentukan PDB itu APBN hanya 20% dari APBN Rp 2.080 triliun. Dari APBN Rp 2.080 triliun itu, kemampuan pendapatan negaranya Rp 1.750 triliun. Dalam proses seperti ini, Presiden RI menegaskan pentingnya pemerintah pusat ke pemerintah provinsi, kabupaten/kota, serta lembaga-lembaga struktural yang ada di Jatim.
Dalam kegiatan itu, jelasnya, Presiden RI juga mengarahkan untuk melakukan pra tender. “Jadi sebelum tender disiapkan materinya. Karena setelah tender, uangnya sudah ada di kas. Untuk itu, kami akan mempercepat proses pelelangan,” imbuhnya.
Dalam arahannya, Presiden Jokowi menyampaikan telah menyerahkan DIPA kepada 87 kementerian dan lembaga dengan nilai Rp 763,6 triliun serta DIPA transfer daerah dan dana desa 2017 sebesar Rp 764,9 triliun.
Presiden RI Joko Widodo mengatakan APBN harus bisa menjadi instrumen untuk terus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di tengah lambatnya ekonomi global.
“Jangan terpengaruh terhadap hal-hal yang berkaitan dengan lambatnya ekonomi global karena bisa menciptakan rasa khawatir, takut, pesimistis. Yang kita inginkan adalah sekarang ini bekerja dengan rasa optimisme yang tinggi. Dan juga lebih fokus menjadikan APBN sebagai instrumen untuk mendukung upaya pengentasan kemiskinan, pengurangan ketimpangan serta menekan pengangguran,” tegasnya.
Dengan bekerja lebih fokus, Presiden RI berharap pada 2017 tingkat kemiskinan dapat diturunkan menjadi 10,5%, tingkat pengangguran menjadi 5,6%, serta gini ratio kesenjangan dapat ditekan menjadi 0,39.
Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani Indrawati menjelaskan DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang menjadi dasar pengeluaran negara dan pencairan dana atas beban APBN, sekaligus menjadi dokumen pendukung kegiatan akuntansi pemerintah.
Penyerahan DIPA pada 2017 dilaksanakan lebih awal agar pelaksanaan pembangunan dan pencairan anggaran di pusat dan daerah lebih cepat dan segera memberikan manfaat nyata kepada seluruh rakyat Indonesia.
“Terima kasih kepada kementerian/lembaga yang telah bersama-sama bertekat menyukseskan pelaksanaan agenda pembangunan melalui APBN 2017 sesuai tugas fungsi masing-masing. APBN 2017 telah disetujui oleh DPR pada akhir Oktober 2016,” jelasnya.
Dijelaskannya APBN 2017 disusun dengan masih menghadapi lingkungan ekonomi dalam dan luar negeri yang menantang. Mulai dari kondisi perekonomian AS pasca pemilihan presiden dan pasca terpilihnya Presiden AS yang baru, kebijakan moneter internasional atau negara-negara maju, serta pemulihan ekonomi negara Tiongkok yang memberikan dampak besar bagi perekonomian dunia dalam bentuk harga-harga komoditas maupun perdagangan dunia.
Menurutnya, kondisi tersebut sangat memengaruhi perkembangan ekonomi Indonesia pada saat ini. Dan diperkirakan akan berlangsung hingga 2017. Oleh karena itu, pemerintah terpaksa harus melakukan beberapa perubahan atau koreksi terhadap perubahan APBN P 2016.
“Hal ini dilaksanakan untuk menjaga kredibilitas instrumen fiskal dengan menjaga dan memperkuat pondasi ekonomi Indonesia agar tidak mudah terguncang dalam situasi seperti ini,” tandasnya. [iib]

Tags: