Darurat Pelecehan Seksual

Oleh:
Tisatun Asri
Mahasiswa Universitas Peradaban program studi Pendidikan Bahasa Indonesia.

Kampus atau universitas seharusnya menjadi tempat yang nyaman dan aman bagi mahasiswa. Selain sebagai tempat untuk menimba ilmu, kampus juga merupakan tempat pengembangan diri mahasiswa. Di kampus mahasiswa banyak diajarkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis mereka dan mengembangkan bakat ataupun keterampilan-keterampilan lain seperti keterampilan sebagai pemimpin melalui organisasi.
Untuk itu sangat penting menjaga kampus agar tetap menjadi tempat yang nyaman dan aman bagi mahasiswanya. Hal ini tentu sebagai wujud dalam menunjang dan memfasilitasi proses belajar mengajar dan pengembangan diri.
Namun, akhir-akhir ini terdapat berita yang memprihatinkan dari kampus. Kampus yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman menjadi tempat yang mengerikan bagi mahasiswa.
Di pemberitaan baru-baru ini terdapat kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum dosen terhadap mahasiswanya. Bahkan kasus ini pun terjadi masih di lingkungan kampus.
Kasus pelecehan seksual atau kekerasan seksual di kampus sebenarnya sudah bukan lagi kasus yang baru terjadi. Kasus-kasus tersebut sudah banyak terjadi namun kebanyakan kasus akan diselesaikan secara tertutup dimana korban diminta untuk diam dan tidak menganggap serius hal tersebut. Padahal, tanpa mereka sadari beban psikologis yang harus ditanggung korban begitu berat. Dampak dari apa yang dia alami tentu tidak ringan, bahkan bisa mempengaruhi kehidupannya.

Statistik Kasus Pelecehan Seksual
Kasus pelecehan seksual bukan hanya terjadi pada perempuan karena pada kenyataanya banyak korban-korban pelecehan seksual yang berjenis kelamin laki-laki. Data yang diperoleh dari katadata.co.id pada tahun 2019 kasus pelecehan seksual di Indonesia sebanyak 64% dengan korban perempuan dan sebanyak 11% korban laki-laki.
Dilihat dari data tersebut bahwa tingkat pelecehan seksual dengan korban laki-laki juga tinggi.
Kemudian, tindakan pelecehan seksual tidak hanya terjadi di ruang pribadi namun juga terjadi di ruang publik. Bahkan, menurut data para korban pelecehan seksual mendapat perlakuan tersebut di ruang publik seperti di jalanan umum atau di transportasi umum. Hal ini senada dengan data yang diperoleh BCC yang menyatakan sebanyak 33% kasus pelecehan seksual terjadi di jalanan umum, 19% kasus terjadi di transportasi umum termasuk halte, dan 15% kasus terjadi di sekolah/kampus.
Akan tetapi, banyaknya kasus pelecehan seksual yang terjadi tidak seiring dengan data pelaporan kasus. Hal ini dapat terjadi karena banyak korban pelecehan seksual yang tidak berani untuk melaporkan apa yang terjadi kepadanya. Selain itu, karena tingkat simpatisme masyarakat terhadap korban pelecehan seksual juga relatif masih kecil apalagi korban laki-laki yang kerap kali akan dianggap lemah oleh orang-orang sekitarnya. Data ini terlihat dari survei yang dilakukan oleh Indonesia Judicial Research Society pada 2.210 responden yang menghasilkan data sebanyak 42,6% korban pelecehan seksual melapor dan sebanyak 57,3% korban tidak melapor.

Penyebab Pelecehan Seksual
Kasus pelecehan seksual bukan hanya semata-mata kasus yang berat saja seperti pemerkosaan. Akan tetapi banyak bentuk kasus pelecehan seksual yang sering dialami korban. Bentuk pelecehan seksual misalnya saja berupa suitan, komentar tubuh, disentuh, main mata, atau berupa komentar seksis.
Kasus-kasus tersebut merupakan kasus yang biasa terjadi di ruang publik.
Selain di ruang publik, berdasarkan data yang telah disebutkan sebelumnya kasus pelecehan seksual juga terjadi di sekolah/kampus yaitu mencapai 15% kasus. Angka ini terbilang besar, dimana yang seharusnya sekolah/kampus menjadi tempat yang aman bagi anak-anak atau pelajar malah menjadi tempat yang memiliki risiko tinggi terjadinya pelecehan seksual. Selain itu, kebanyakan kasus yang terjadi di sekolah/kampus akan terkubur karena tidak mendapatkan penanganan yang benar.
Tingginya kasus pelecehan seksual ini juga banyak dipengaruhi oleh faktor lain seperti ketimpangan relasi kuasa, ketidaksetaraan gender, posisi yang mendominasi, minimnya penegakan hukum atau peraturan, perilaku seksual menyimpang, dan pengaruh lingkungan sosial. Penyebab banyaknya kasus yang tidak dilaporkan juga terjadi karena ketimpangan relasi terutama jika itu terjadi di lingkungan sekolah/kampus atau kantor. Hal ini sangat memungkinkan karena korban akan merasa tidak sanggup untuk menanggung akibat dari pelaporannya, kemudian korban merasa tidak berani melawan pelaku yang notabene memiliki kedudukan yang lebih tinggi.
Selain itu, pengaruh lingkungan juga sangat mempengaruhi keputusan korban. Kita hidup di lingkungan dimana masyarakat akan menyudutkan korban terlebih dahulu saat kasus pelecehan seksual terjadi. Masyarakat akan lebih mementingkan menanyakan seperti apa penampilan korban pada waktu itu, bagaimana perasaan korban, dan apakah korban yang memancing pelaku melakukan hal tersebut. Pertanyaan-pertanyaan itu yang membuat korban menjadi lebih tidak ingin melaporkan apa yang terjadi karena menambah beban psikologis yang dialami.
Lalu, banyaknya kasus yang terjadi juga diakibatkan karena hukuman untuk pelaku masih abu-abu. Dimana hukum masih lemah dan peraturan tentang pelecehan seksual masih sedikit. Bukan berarti hukum tentang pelecehan seksual tidak ada akan tetapi kasus pelecehan seksual merupakan kasus yang sulit dimana bukti dari kasus yang terjadi biasanya sulit untuk didapatkan sehingga banyak kasus yang tidak bisa diproses di pengadilan. Selain itu, sanksi sosial dari masyarakat kepada pelaku juga terbilang masih lebih ringan dibanding sanksi sosial yang dialami oleh korban.
Oleh karena itu, peningkatan penanganan kasus pelecehan seksual perlu dilakukan dari kejelasan hukum hingga peningkatan kesadaran masyarakat akan topik tersebut sehingga tidak lagi menjadi hal yang tabu untuk dibicarakan secara terbuka.

———– *** ———–

Rate this article!
Darurat Pelecehan Seksual,5 / 5 ( 1votes )
Tags: