Dewan Sebut Keputusan MK Terkait Gugatan Apkasi Kontroversial

Foto: ilustrasi

DPRD Jatim, Bhirawa
Dibatalkannya sejumlah perda produk daerah oleh Mendagri yang mencapai 3.143 mulai 2010-2014 ternyata berbuntut panjang. Di mana Apkasi (Asosiasi Pemerintah Kabupaten se-Indonesia) melayangkan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Apkasi menganggap UU tersebut tidak memberikan ruang bagi pemerintahan daerah. Gugatan itu ternyata dikabulkan. Namun di daerah timbul pro kontra terkait keputusan tersebut.
Ketua Komisi A DPRD Jatim Freddy Poernomo menegaskan keputusan MK sangat kontroversial. Indonesia sebagai negara NKRI, mempunyai pemerintah pusat, mempunyai wilayah kesatuan yang ada di daerah mulai provinsi hingga kab/kota. Sementara di satu sisi, MK sendiri adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan hak uji materi, akan tetapi MK kadangkala melampaui kewenangannya sampai membuat produk hukum sendiri.
“Contohnya pilkada dengan calon tunggal. MK ini layaknya dibutuhkan di negara federal, tidak cocok digunakan di NKRI. Memang benar hak uji materi terhadap perda ada di MA, ini kalau yang menggugat itu publik. Akan tetapi hirarkis pemerintahan perundang-undangan tidak lepas dari semangat UU No 12 Tahun 2011 dan UU No No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.  UU adalah produk pemerintahan yang sah bersama dengan DPR. Pemda baik provinsi dan kab/kota tidak selayaknya melakukan hak uji materi pada pemerintah pusat terhadap produk hukum daerah,” tegas politisi asal Partai Golkar ini, Kamis (6/4).
Ditambahkannya, berbicara kewenangan dan delegasi kewenangan, semangat Otoda itu bagian pendelegasian kewenangan pusat ke daerah dalam rangka percepatan proses pembangunan menuju masyarakat adil dan sejahtera.
Untuk diketahui lahirnya UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, memicu kegamangan daerah (kabupaten/kota). UU No 23 Tahun 2014 itu juga menyebabkan ada dinas atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tak lagi berfungsi sebagaimana mestinya.

Tags: