Dilema Pendidikan di Masa Pandemi

Oleh :
Lailiyatur Romadhoni
Mahasiswa Sosiologi Universitas Trunojoyo Madura.

Wabah Covid-19 masuk Indonesia hingga detik ini belum kunjung usai. Berbagai usaha pemerintah sudah dilakukan. Pemerintah, dinas kesehatan, masyarakat, hingga mahasiswa memberikan sumbangsih pemikiran untuk keadaan yang lebih baik. Namun hasilnya masih nihil. Kasus covid masih terus bertambah dan kematian akibat covid masih tinggi di Indonesia. Pandemi covid yang belum berakhir ini memberikan gambaran kinerja pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk bekerjasama menyelesaikan masalah dan menjadikan masalah sebagai peluang dan tantangan. Setiap persoalan tentu ada jalan keluar atau solusi.

Dampak adanya pandemi ini, tidak hanya dirasakan transportasi, konstruksi, pedagang yang terpaksa tutup. Namun dunia pendidikan juga terkena imbasnya.Seperti yang kita lihat, dalam proses pembelajaran yang dialihkan ke metode daring (dalam jaringan). Dengan kebijakan tersebut semua anak di tuntut untuk setara dan paham akan teknologi, memiliki ponsel untuk menerima pembelajaran, dan kuota internet. keadaan yang seperti ini sangat disayangkan karena semua anak tidak memilki nasib yang sama.

Seperti yang dialami oleh Melkianus, siswa SMA di Nusa Tenggara Timur. Ia harus meluangkan waktunya untuk bekerja diproyek sebagai kuli bangunan guna membeli kuota internet (Kompas.com, 24/08/2020). Lebih miris lagi ketika mendengar seorang murid pamit kepada gurunya untuk puts sekolah, dengan alasan tidak mampu membeli kuota untuk mengikuti kegiatan belajar online. Hal ini jelas menunjukkan bahwa kuota internet merupakan penghambat pembelajaran di tengah pandemi yang belum usai sampai saat ini. Sangat disayangkan jika sekolah online justru dirasakan memberatkan bagi sejumlah siswa, lantaran keterbatasan fasilitas.

Tidak hanya siswa yang merasa keberatan akan adanya pembelajran daring (dalam jaringan). Bapak ibu guru juga merasakan hal yang sama yaitu keterbatasan akan pemahaman iptek. Seperti yang terjadi di Solo, masih banyak guru yang belum paham cara menggunakan aplikasi Zoom. Kepala Disdik Solo, Etty Retnowati, mengatakan salah satu permasalahan dalam pembelajaran daring adalah kemampuan guru dalam penguasaan teknologi informasi (IT) (solopos.com, 16/06/2020). Sisi positif dan negatife selalu berjalan beriringan akan tetapi kita bisa melihat mana yang memiliki dampak besar terhadap keadaan saat ini dan lusa. Kebijakan untuk melaksanakan pembelajaran daring atau melaksanakan pembelajaran tatap muka dengan catatan tetap mematuhi protokol kesehatan.

Kebijakan yang berpihak

Pandemi covid yang belum usai ini memberi pelajaran akan pentingnya menjaga kesehatan, kebersihan dan selalu waspada dengan taat protokol kesehatan. Kasus covid masih mengancam penduduk Indonesia. Maka dari itu pemerintah memberikan kebijakan untuk menutup sementara tempat yang menimbulkan kerumunan untuk mencegah penyebaran virus.

Akan tetapi ada kebijakan baru di tengah pandemi yang tidak di sangka sangka yaitu, membuka izin operasional dalam beberapa bidang seperti pasar, pariwisata dan tempat hiburan. Meski dengan resiko yang besar akan penyebaran virus pemerintah tetap mengambil keputusan ini (Kompas.com, 9/05/2020). Lalu muncul tanda tanya besar, mengapa dunia pendidikan tidak terkena dampak dari kebijakan baru ini?. Ada apa dengan dunia pendidikan yang tidak kalah penting dari sektor ekonomi. Padahal kita tahu bahwa pendidikan yang baik akan menciptakan generasi yang unggul untuk generasi penerusnya. Atau keberpihakan kebijakan ini di nilai dengan memperhitungkan untung ruginya untuk pendapatan negara?.

Upaya pembenahan dalam pendidikan

Keberlanjutan metode pembelajaran daring ini membuat semua orang untuk berpikir kritis. Dengan menpertanyakan apa yang bisa mereka lakukan, apa yang bisa membuat semua setara dan apa yang akan memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap dunia pendidikan di masa pandemi. Pemerintah tidak tinggal diam, seperti yang di ungkapkan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengaku bantuan kuota gratis akan di teruskan di 2021. “Kuota ini di berikan kepada siswa, mahasiswa, guru, dosen, tenaga pendidikan dan lainnya”, ungkap Plt. Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) Kemendikbud, Hasan chabibie (Kompas.com, 31/12/2020). Dengan adanya kuota yang di berikan pemerintah untuk semua anak besar harapan pemerintah untuk tidak ada lagi penghambat untu mengikuti pembelajran secara online. Tidak ada lagi kasus anak bekerja untuk membeli paket data dan tidak ada lagi siswa yang datang kerumah bapak ibu guru dan pamit untuk tidak melanjutkan pendidikan karena terkenadala tidak punya kuota untuk mengikuti pembelajran.

Masalah kuota sudah bisa terselesaikan, bagaimana dengan tenaga pengajar yang terbatas jika harus memberi penjelasan untuk setiap materi, sedangkan masih banyak sekolah yang kekurangan guru. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memprediksi sekolah di Indonesia kekurangan dua juta guru setiap tahun, sepanjang 2020-2024. Pada tahun 2020 terdapat 72.976 guru pensiun.

Peran mahasiswa sangat diperlukan untuk membantu peran pendidik agar mendapatkan hasil yang maksimal. Untuk itu Kemendikbud membuka kembali program Kampus Mengajar angkatan kedua. Jumlah pendaftar mencapai 36.000 orang ini di ambil hanya 15.000 orang untuk mengajar di tempat yang sudah di tentukan. Mahasiswa yang terpilih akan membentuk kelompok belajar disekitar tempat tinggalnya. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan membantu pendidikan di tengah pandemi yang belum usai dan sekaligus wujud nyata pengabdian dan kontribusi mahasiswa dalam bidang pendidikan dan kebermanfaatan bagi lingkungan sekitarnya.

Mengkaji ulang kebijakan perlu di lakukan pemerintah, agar dimasa mendatang tidak ada lagi yang dikorbankan. Meski muncul inovasi baru seperti Kampus mengajar dan kuota gratis, tetap saja, memiliki dampak negaif dan positif dimasa mendatang.

Rate this article!
Tags: