Dilematika Perjalanan Dinas Sistem at Cost

M. Amir HTOleh M. Amir. HT
Peneliti Kabijakan Publik Balitbang Provinsi Jatim

Sebagai PNS tentu sering melakukan perjalanan dinas. Sesuai dengan namanya perjalanan dinas dilakukan dalam rangka tugas kedinasan untuk menjalankan tugas pokok dan fungsi satuan kerja masing-masing. Mungkin ada yang sangat sering melakukan perjalanan dinas sehingga frekwensi kehadirannya di kantor sangat sedikit sekali alias keberadaannya lebih banyak di luar kantor. Untuk pegawai yang seperti ini cocoknya diberi gelar “Jelajah Nusantara” karena seringnya menjelajahi pelosok nusantara dalam perjalanan dinas. Atau bisa juga diberi gelar “Bejo lagi mumpun” karena gak pernah pulang-pulang.
Di masa yang lalu, Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara telah mengeluarkan Ketentuan perjalanan dinas dengan sistem “Lumpsum” sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 7/KMK.02/2000 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap.
Namun, karena adanya kelemahan sistem lumpsum tersebut di atas Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan menteri keuangan Nomor 45/PMK.05/2007 tentang Perjalanan Dinas Jabatan Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap, yang kemudian diubah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 /PMK.05/2007 dan terakhir melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 7/PMK.05/2008.
Kemudian dengan UU No. 5 tahun 2014 tentang ASN. Tugas seorang Aparatur Sipil Negara di era Pemerintahan baru, dalam menghadapi AFTA 2015 dan seterus tentunya sangat berat dan penuh tantangan, apalagi dalam mengangkat produk-produk yang diunggulkan di daerah, sebagai salah satu pengungkit kearifan lokal daerah, hal tersebut terjadi karena dalam diseminasi baik ke daerah maupun ke kementerian terkait dimungkinkan adanya unsur-unsur koordinasi yang dijalankan, dengan membutuhkan perjalanan dinas yang cukup.
Perjalanan dinas sistem at Cost di era sekarang ini cukup berat dilaksanakan yang sifat pengeluarannya harus rill sesuai perencanaan dan peruntuan-nya, namun yang menjadi dilema jumlah waktu dan besarannya yang kadangkala tidak realitis sesuai dengan kegunaannya. Misalnya saja seorang ASN daerah tugas di kabupaten Pacitan yang ditugasi ke Jakarta dalam rangka berkoordinasi untuk pelaksanaan pameran di luar negeri baik dalam negeri, yang tidak lain untuk mengangkat produk unggulan berbasis kearifan lokal, menjadi dilema dengan uang perjalanan sebesar Rp.700.000,00- (tujuh ratus ribu rupiah), plus tiket pesawat PP yang sudah disediakan, namun penggunaan uang transpor tujuh ratus ribu rupiah ini, sangat susah disiasati secara rill, perjalanan dari Pacitan ke bandara juanda, plus makan/minun di bandara, dari bandara soekarno-hatta, menuju ke kementrian terkait, apalagi kalau lokasi koordinasinya sampai ke Bogor, ya tentu nombo dari uang saku ASN yang ditugasi, dengan demikian banyak ASN yang ditugasi sekarang ini, menolak ke luar kantor, bahkan tidak ada lagi yang bergelar “Jelajah Nusantara”.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan yang terakhir ini, sistem perjalanan dinas yang menggunakan sistem lumpsum diubah menjadi kombinasi antara Lumpsum dan at Cost. Perubahan tersebut sangat delematis, ibarat mengayuh tidak kesampaian, bertugas tetapi tidak ikhlas dijalani, dimana biaya perjalanan dinas yang diberikan berupa, uang harian yang meliputi uang makan, uang saku, dan transport lokal, biaya penginapan, sewa kendaraan dalam kota.
Uang Harian yang diberikan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini diberikan untuk digunakan sebagai uang makan, uang saku dan transport lokal. Besarnya tergantung daerah tujuan perjalanan dinas. Penggunaannya memerlukan bukti pertanggungjawaban. Uang tersebut bebas mau dibelanjakan atau tidak tetapi harus dibuktikan dengan bukti-bukti. Uang harian diberikan sesuai dengan jumlah hari perjalanan dinas.
Namun, kalau seandainya pegawai yang melakukan perjalanan dinas pulang lebih awal dari hari yang tertera dalam surat tugas maka pejabat yang bersangkutan harus mengembalikan uang harian tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dengan tanggal yang tertera dalam tiket pergi dan pulang pejabat yang bersangkutan. Selain itu Uang harian ini juga diberikan secara lupmsum. Mengapa? Setiap orang berbeda dalam mempergunakan uang harian tersebut.
Secara normal uang harian tersebut dapat mencukupi kebutuhan pegawai yang melakukan perjalanan dinas untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Dengan asumsi bahwa sarapan pagi akan diperoleh dari hotel tempat menginap maka uang tersebut praktis dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan makan siang dan makan malam ditambah keperluan pribadi dan transport lokal setelah berada di tempat tujuan. Tetapi mungkin saja ada yang sangat konsumtif sehingga uang harian tersebut tidak mencukupi, sehingga pegawai yang bersangkutan harus mengeluarkan kocek pribadinya. Oleh karena itulah mengapa untuk uang harian ini diberikan secara lumpsum, karena setiap orang tidak sama pola konsumsinya. Jadi keputusan diserahkan kepada mereka yang melaksanakan perjalanan dinas, apakah mau berhemat atau menghabiskan uang harian yang diperolehnya.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang standar biaya perjalanan dinas, batas tertinggi biaya penginapan tersebut dibedakan antara provinsi dan kelas kamar hotelnya. Bagi pegawai yang melakukan perjalanan dinas bersamaan dalam satu group tetapi berbeda tingkat perjalanan dinas, dapat menginap pada hotel yang sama tetapi harus tetap memperhatikan plafond anggaran untuk masing-masing tingkatan. Pemberian uang penginapan ini dilakukan secara at cost, yaitu sesuai dengan bukti yang dikeluarkan.
Biaya transportasi adalah biaya yang dikeluarkan seseorang yang melakukan perjalanan dinas mulai dari tempat kedudukan menuju alat transportasi utama (misalnya Bandara) lalu dari Bandara sampai ke kota tempat tujuan. Untuk biaya transportasi ini diberikan dengan sistem at Cost. Standar biaya transportasi yang diberlakukan disesuaikan dengan tingkat perjalanan dinas. Apakah dengan sistem at Cost ini hubungan pusat dan daerah agak renggang, ya perlu  disimak  ferkwensi koordinasi dan hasil yang bisa dibandingkan, sebelum dan sesudah sistem at Cost diterapkan.

                                           —————————- *** ——————————-

Tags: