Disbudpar Pertahankan Dolanan Tempo Dulu

Sendratari menandai Pembukaan Festival Dolanan Tempo dulu, yang dihelat Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang.

Sendratari menandai Pembukaan Festival Dolanan Tempo dulu, yang dihelat Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang.

Kota Malang, Bhirawa
Dolanan jaman dulu, belakangan ini sudah makin tergerus oleh Kemajuan teknologi dan informasi. Generasi muda sudah jarang yang kenal dolanan nusantara.
Itulah sebabnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Malang, berupaya untuk mempertahanlan mainan atau dolanan tempo dulu. Upaya itu di wujudkan dalam Festifal Dolanan Tempo dulu, bekerja bersama Malang Creative Fusion (MCF).
Festival yang bertajuk ‘Padang Bulan ing Malang Lawas pada tanggal 18-19 Mei 2016 di Halaman Taman Krida Budaya Jawa Timur, Jalan Soekarno Hatta Kota Malang.
Acara ini dikemas cukup menarik dan mampu menyedot perhatian masyarakat luas yang datang bersama keluarga untuk menyaksikan drama kolosal yang menceritakan keceriaan anak-anak masa lalu yang guyub rukun dengan dolanan (permainan) seperti Gobak Sodor, Egrang, Dakon dan sejenisnya.
Pertunjukan sendra tari yang membawakan cerita tentang Ramayana yang memadukan antara tari tradisional dan teknologi modern juga membuat pembukaan festival ini semakin berwarna.
Wakil Wali Kota Malang, Sutiaji yang menghadiri pembukaan festival itu dalam mengatakan, bahwa mempopuliskan kembali budaya termasuk dolanan tempoe doloe adalah cara jitu agar masyarakat tidak tertarik kepada dunia yang kebarat-baratan, namun tetap berpijak pada arus modernisasi.
“Modernisasi bisa kita terima, tapi jangan sampai ke barat-baratan. Karena itu festival ini sangat baik dan patut mendapatkan dukungan dan diadakan setiap tahunnya,” kata Sutiaji.
Sementara itu, Kepala Disbudpar kota Malang, Ida Ayu Made Wahyuni menjelaskan bahwa ide awal diselenggarakannya festival Dolanan Tempoe Doloe ini berawal dari kepedulian Pemerintah Kota Malang terhadap budaya dolanan yang saat ini sudah memudar di kalangan anak-anak.
“Saat ini anak-anak kita jadi generasi gadget, mereka asik dengan mainan mereka sendiri tanpa ada nilai sosial sehingga kami merasa perlu menghadirkan dolanan ini kembali kepada publik,” ungkap Ida Ayu.
Ia optimis, festival ini bisa berkiprah pada taraf nasional bahkan internasional jika dikelola dengan baik dan serius dengan melibatkan seluruh stake holder dan komunitas seni yang ada. [mut]

Tags: