Kota Malang, Bhirawa
Guna mengatasi kemacetan di Kota Malang, Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Malang berencana, mengatasi kemacetan dengan menerapan sistem Variable Message Sign (VMS). Alat ini berfungsi untuk memantau jumlah kendaraan diseluruh ruas jalan.
Kepala Dishub Kota Malang, Handi Priyanto, kepada wartawan di akhir pekan kemarin mengutarakan, guna melengkapi alat pemantau kemacetan Areal Control Traffic System (ATCS) yang dimiliki Dishub.
“Kita sudah mempunyai ATCS di 15 simpang di Kota Malang. Kini ada dua teroboson yang akan dilakukan Dishub untuk memantau kemacetan di Kota Malang. Yakni, penerapan sistem VMS atau alat pemantau jumlah kendaraan di ruas jalan dan penerapan sistem pemantau kemacetan menggunakan infra merah di setiap persimpangan jalan,” tutur Handi.
Kedua program itu, lanjutnya menjadi prioritas Dishub pada tahun 2016 mendatang. Pihaknya sudah mengusulkan anggaran untuk program itu di APBD 2016. Dengan harapan lalu lintas di Kota Malang ini semakin tertata.
Pihaknya menjelaskan sistem VMS merupakan alat pemantau jumlah kendaraan diseluruh ruas jalan di Kota Malang. Sistem itu dilengkapi CCTV dan alat penghitung jumlah kendaraan secara otomatis.
Sistem VMS, tersambung pada ruang kontrol di kantor Dishub Kota Malang dan ruang kontrol Wali Kota Malang. Kondisi jalan raya di Malang dapat dipantau langsung oleh Walikota Malang.
“Dishub mengusulkan anggaran Rp 300 juta untuk menerapkan sistem VMS. Jaringannya menggunakan fiber optik. Rencananya sistem kami pasang mulai dari Jl Letjend Sutoyo hingga Pertigaan Sarangan. Nanti tiap ruas jalan sepanjang 10 meter, kami pasang CCTV. Jalan itu merupakan jalan poros,” ujarnya.
Dengan sistem itu lanjutnya, Dishub bisa mengetahui jumlah kendaraan yang melintas di kawasan itu secara periodik. Dishub dapat mengetahui jam-jam tertentu terjadi kepadatan kendaraan di kawasan tersebut. Hal itu memudahkan Dishub untuk melakukan rekayasa lalu lintas di kawasan itu. Selain itu, kata Handi, Dishub juga akan menerapkan sistem pemantau kemacetan menggunakan infra merah di persimpangan. Sistem ini, akan digabungan dengan sistem ATCS yang sudah ada.
“Karena keterbatasan anggaran, Dishub baru akan mencoba menerapkan sistem itu di Simpang Borobudur. Biayanya mahal. Satu titik anggarannya mencapai Rp 522 juta, makanya disatu tempat dulu,” katanya.
Infra merah ini dapat bekerja secara otomatis. Jika terjadi kepadatan kendaraan di kawasan itu, secara otomatis durasi waktu di traffic light berubah. Durasi waktu untuk lampu hijau akan menyala lebih panjang dari pada durasi lampu warna merah. Sedangkan sitem ATCS hanya memantau saja.Apabila terjadi kemacetan, petugas yang berjaga di ruang kontrol yang mengatur durasi waktu di traffic light. [mut]