DKPP Targetkan 1.300 Ha Lahan Kedelai Sentra Tiga Kecamatan di Kabupaten Probolinggo

Lahan kedelai di kabupaten Probolinggo meningkat.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Kab.Probolinggo, Bhirawa.
Upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan berkelanjutan dilakukan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Probolinggo. Beberapa komoditi yang ditergetkan salah satunya adalah kedelai. Target luasan lahan tanam kedelai diprediksikan akan meningkat pada tahun depan, hingga 1.300 ha.

Penambahan target ini bukan tanpa pertimbangan. Sebab target yang ada pada tahun ini dirasa begitu rendah. Sehingga target yang dibebankan telah tercapai sebelum akhir tahun. Tidak hanya itu, produksi kedelai tergolong surplus karena melebihi target yang ditetapkan.

“Pembebanan target memang rendah, yakni ditarget luasan lahan seluas 37 hektare. Setelah dievaluasi, tahun depan kemungkinan target berkisar 1.300 hektare,” ujar Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura DKPP Kabupaten Probolinggo, Didik Tulus Prasetyo, Kamis (17/12).

Target kenaikan lahan tersebut begitu tinggi. Namun menurut Didik, kebijakan yang berkaitan dengan naik atau turunnya target luasan lahan tanam, ditentukan Pemprov Jatim. Dengan mempertimbangkan kebutuhan pangan yang diperlukan masyarakat, dan kemampuan wilayah untuk memproduksi bahan pangan.

“Target yang dibebankan dengan jumlah realisasi jadi pertimbangan utama. Jika mampu melebihi target, sudah semestinya akan ditambah. Walaupun telah dinaikkan, tidak akan melebihi kemampuan yang bisa dilakukan,” ungkapnya.

Sejauh ini lahan tanam kedelai terkenal di beberapa wilayah di Kabupaten Probolinggo. Namun demikian hanya tiga wilayah yang sangat potensial untuk ditanami kedelai yakni Maron, Tegalsiwalan dan Bantaran petaninya masih tetap menanam. “Untuk wilayah sebenarnya bisa dilakukan di semua lahan, tapi tiga wilayah yang kami pusatkan dan genjot produksinya sebab kualitas dan kuantitasnya cukup baik,” tuturnya.

DKPP Kabupaten Probolinggo, terus berupaya mewujudkan ketahanan pangan. Selain padi dan jagung, kedelai juga turut menjadi komponen pangan yang ditargetkan. Sampai September 2020, luas areal tanam kedelai telah melebihi target.

Kedelai masuk salah satu komponen ketahanan pangan karena beberapa makanan berbahan baku kedelai. Sehingga, ketersediaannya harus dipenuhi sesuai kebutuhan. Tidak heran jika kedelai juga turut menjadi target yang harus dicapai dalam kurun waktu satu tahun. “Kami mendapatkan target luasan lahan seluas 37 hektare. Sampai September, sudah melebihi target, yakni 74 hektare lahan kedelai,” ujar Didik Tulus Prasetyo.

Didik menjelaskan, target yang dibebankan cukup rendah, sehingga realisasinya melebihi target. Hal ini dikarenakan petani di Kabupaten Probolinggo, masih konsisten menanam kedelai. “Capaian ini sungguh baik. Petani di sejumlah wilayah masih konsisten menanam kedelai, sehingga suplai kedelai tidak kekurangan,” katanya.

Menurutnya, kebijakan terkait dengan naik turunnya target bahan pangan ditentukan oleh Provinsi Jawa Timur. Dengan mempertimbangkan kebutuhan pangan yang diperlukan masyarakat dan kemampuan wilayah untuk memproduksi bahan pangan.

“Naik atau turunnya target itu tergantung koordinasi Pusat dengan Provinsi. Kemudian, Provinsi membagi target sesuai kemampuan wilayah. Ini bisa dilihat dari capaian luas lahan yang sudah ditargetkan pada periode sebelumnya,” katanya.

Diungkapkannya, salah satu kendala untuk mendorong petani menanam kacang kedelai adalah karena kurang menguntungkan. Para petani cenderung menanam komoditas yang benar-benar menguntungkan mereka, seperti padi, jagung dan tembakau. “Petani kita sebenarnya sudah pintar, mereka mau menanam yang benar-benar menguntungkan. Secara produktivitas memang kedelai belum bisa menguntungkan dari segi ekonomi dan perlakuannya lebih sulit,” tuturnya.

Secara hitungan kasar, rata-rata produktivitas kacang kedelai berkisar satu ton per hektare. Jika dijual dengan harga Rp5.000 sampai Rp6.000 per kilogram, pendapatan saat panen berkisar Rp5 juta – Rp6 juta. Dari jumlah pendapatan tersebut, setidaknya biaya produksi bisa mencapai Rp3 juta sampai Rp4 juta, sehingga petani hanya mendapatkan keuntungan sekitar Rp2 juta.

Berbeda dengan komoditas jagung, produksi di Kabupaten Probolinggi mencapai 6 ton per hektare dengan harga pipilan kering Rp5.000 per kilogram, sehingga totalnya bisa Rp30 juta. Jika dikurangi ongkos produksi sebesar Rp6 juta, petani masih bisa meraup keuntungan lebih besar daripada kedelai. “Selama ini penyerapan jagung juga tidak ada kendala. Jagung dari petani sudah langsung ditebas, dibeli oleh pedagang juga kemudian untuk pakan ternak,” jelasnya.

Salah satu petani di Kabupaten Probolinggo, Sudiyanto, mengatakan ia memiliki tanah sekitar 700 meter persegi. Setelah panen jagung, pada musim tanam selanjutnya ia akan menanam padi. “Kalau tanam kedelai tidak biasa di sini. Paling-paling setelah jagung, padi, lalu tembakau. Kan itu sudah pasti dibeli saat panen,” ungkapnya.

Seperti diketahui, Kementerian Pertanian menargetkan swasembada kacang kedelai pada 2020. Berdasarkan data BPS pada 2018, kedelai Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, yang mana produksi Indonesia hanya sebesar 982.598 ton.

Sementara itu, Arief Nugraha Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), mengatakan peningkatan produktivitas kedelai bukanlah hal mudah karena diperlukan pembinaan dan pendampingan bagi petani kedelai. Pembinaan dapat dilakukan antara lain dengan penggunaan benih, pupuk, dan sarana produksi lain yang tepat.[wap]

Tags: