‘Dolly English Art Fest’ Ubah Wajah Kampung Dolly

Herni Sugiyanti (tiga dari kanan) bersama Komunitas Crafter Surabaya saat acara ‘Dolly English Art Fest’.

Tampilkan Kesenian Daerah, Jam dari Kain Perca Tembus Pasar Amerika
Surabaya, Bhirawa
Dolly saat ini sudah berbeda dengan dahulu, dengan event ‘Dolly English Art Fest’ yang digelar oleh kampung Inggris Putat Jaya, Surabaya lambat laun kampung Dolly berubah wajah menjadi kampung internasional.
Setelah tak lagi berfungsi sebagai kawasan prostitusi, Putat Jaya kini mendeklarasikan diri sebagai kampung wisata. Peresmian Kampung Wisata dilakukan langsung oleh Wali Kota Tri Rismaharini yang merupakan langkah awal dari sekian konsep wisata yang bakal diterapkan di wilayah tersebut.
Sekian tahun lalu, Wisma Barbara di lokalisasi Dolly sangat kental nuansa prostitusi. Bangunan enam lantai itu merupakan salah satu wisma paling terkenal di wilayah Dolly. Para pria ‘hidung belang’ keluar-masuk diiringi dentuman house musik.
Sekarang, kondisi sudah jauh berbeda. Sejak dibeli Pemkot, Wisma Barbara kini difungsikan sebagai markas usaha kecil menengah (UKM) yang memproduksi sepatu.
Di sampingnya terdapat broadband learning center (BLC) sebagai sarana pelatihan komputer bagi warga sekitar. Selain itu, tempat tersebut juga dijadikan lokasi display hasil kerajinan batik. ”Dulu, Dolly dikisahkan menjadi tempat prostitusi terbesar se-Asia Tenggara. Tapi sekarang sudah berubah. Sekarang, kalau saya mau ngajak ke Dolly tidak perlu malu, saya buktikan hari ini kawasan saya dari luar negeri saya ajak berkunjung ke Dolly,” kata Wahyu selaku Direktur Kampung Inggris Dolly.
Oleh karena itu, ia berharap Dolly tetap menjadi besar, bukan lagi dengan prostitusinya, melainkan dengan UKM nya, baik di Indonesia maupun di Asia. Sebab, dia tidak pernah membayangkan kawasan Dolly yang dulunya tempat prostitusi menjadi kawasan yang produktif dengan para UKM-nya.
“Kami mengadakan kegiatan event Dolly English Art Fest dengan menampilkan beberapa kesenian, jaranan, siter, kreasi kerajinan warga dan kelompok, jajanan khas jawa, semua ini kami lakukan untuk mendongkrak perekonomian warga khusunya warga RW 12,” ujarnya.
Dari kegiatan tersebut terlihat ada beberapa stan bazar yang ikut meramaikan kegiatan tersebut yakni stand crafter. Dalam stand ini menampilkan kerajinan tangan semakin yang banyak kreasi.
Stand crafter ini ditangani dengan telaten oleh Herni Sugiyanti yang mengubah barang yang semula dianggap sampah oleh masyarakat bisa dijadikan kerajinan kreatif yang bermutu dan berharga tinggi nilai jualnya.
“Dari bahan yang dianggap sampah kami daur ulang dan dibersihkan lalu kami buat beberapa kerajinan ini, ada bros, gantungan kunci, serta juga pernak pernik hiasan lainya,” ujar Herni.
Menurutnya dengan pemasaran yang tepat kini beberapa kreasi tersebut menembus dunia dari tingkat lokal sebelumnya, kalau di Indonesia sendiri hampir semua daerah memesan kerajinan tersebut. ”Untuk luar negeri yang memesan Negara Amerika jam dari percah batik dan ampas tebu, Singapura gantungan kunci dari kain flanel, dan Hongkong memesan bros.
Dengan semakin tingginya permintaan dipasaran, membuat kelompok crafter ini membuka lapangan kerja mandiri dengan mengajak masyarakat untuk bisa meningkatkan perekonomian keluarga.
Melalui komunitas crafter surabaya yang beralamat Gunung Sari Indah ini selama dua tahun sudah mengeluti bidang seni kreatif ini dengan mengunakan bahan dari botol plastik, ampas tebu dan berbagai bahan yang mudah didapat dimasyarakat.
“Hasilnya kami pasarkan melalui medsos instagram (komunitas crafter surabaya), facebook (fans page komunitas cafter surabaya) serta medsos lainya,” tambah Herni.
Herni sangat antusias sekali dengan kegiatan kreasi ini. Untuk itu ia mengajak masyarakat di kampung Dolly yang mau belajar kreasi dan menghasilkan uang tambahan bisa belajar di komunitas crafter Surabaya. “Event ini bisa menjadi kegiatan positif dengan kumpul bersama sesama komunitas, dan kami siap berbagi ilmu kerajinan ini untuk masyarakat luas,” katanya. [Andre Endrayana Sasmita]

Tags: