Empat Korban Jembatan Gantung Putus Masih Dirawat di RSUD Waluyojati Probolinggo

Siswa korban putuskan jembatan gantung masih dapat perawatan intensif.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

SMPN 1 Pajarakan Berikan Trauma Healing Bagi Siswa Korban

Probolinggo, Bhirawa
Kepala SMPN 1 Pajarakan Probolinggo Arif Syamsul Hadi menyatakan, saat ini tiga siswa dan satu guru SMPN 1 Pajarakan masih menjalani perawatan di RSUD Waluyo Jati Kraksaan Probolinggo, akibat jembatan gantung yang putus pada Jumat (9/9) lalu.

Sebanyak 40 siswa dan seorang guru menjadi korban yang jatuh ke sungai akibat jembatan gantung putus yang menghubungkan Desa Kregenan di Kecamatan Kraksaan dengan Desa Pajarakan Kulon di Kecamatan Pajarakan, kemudian dari proses evakuasi terdapat 16 orang mengalami luka-luka dan dirujuk ke RSUD Waluyo Jati.

Sedangkan, 37 korban lainnya yang mengalami luka ringan dan sebagian sempat dirawat sudah diperbolehkan pulang karena kondisinya sudah baik, bahkan sebagian juga sudah mulai masuk sekolah pada Senin (12/9) pasca putusnya jembatan gantung tersebut.

Sejumlah siswa dan siswi SMPN 1 Pajarakan yang menjadi korban ambruknya jembatan gantung penghubung Desa Kregenan dan Desa Pajarakan Kulon mendapatkan Psychology First Aid ( PFA) dalam bentuk trauma healing, sejak Senin (12/9) hingga Sabtu (17/9). Kegiatan ini digelar bekerja sama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Probolinggo.

Dalam trauma healing yang dipandu oleh tenaga konselor PUSPAGA (Pusat Pembelajaran Keluarga) yang merupakan layanan pendampingan keluarga dari DP3AP2KB Kabupaten Probolinggo ini, para siswa tampak riang mengikuti kegiatan yang dimulai pada pukul 10.00 WIB itu. Mereka terlihat sudah melupakan peristiwa jembatan ambruk tersebut.

Kepala SMPN 1 Pajarakan Arif Syamsul Hadi, Kamis (15/9) mengatakan trauma healing ini diikuti oleh 60 siswa. Mereka terbagi menjadi kelas perempuan dan kelas laki-laki. Dari 60 siswa tersebut, 30 siswa diantaranya merupakan korban terjatuh. Sedangkan sisanya adalah para siswa yang melihat peristiwa secara langsung.

“Meskipun tidak terjatuh, siswa yang melihat langsung peristiwa tersebut juga mengalami trauma. Oleh karena itu mereka pun juga mengikuti kegiatan trauma healing,” katanya.

Menurut Arif, sejak pagi dilakukan kegiatan non formal. Mulai dari dzikir, pembagian door prize dan kuis yang bertujuan untuk menghibur siswa supaya kembali semangat mengikuti mata pelajaran. “Jadi kita belajar santai di luar kelas,” katanya.

Terkait siswa dan guru yang masih menjalani perawatan di RSUD Waluyo Jati Kraksaan, Arif menyebutkan masih ada 4 orang.

“Hingga saat ini masih ada 4 orang yang dirawat terdiri dari 1 guru dan 3 siswa,” tegasnya.

Sementara Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada DP3AP2KB Kabupaten Probolinggo Umi Setyowati mengungkapkan trauma healing ini dilakukan dengan metode konseling kelompok. Dimana 1 kelompok terdiri dari kurang lebih 15 orang siswa dengan 1 orang konselor.

“Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan siswa sehubungan dengan kejadian tersebut dengan menggunanakan instrumen berupa Depresion Anxiety Stress Scale (DASS),” ungkapnya.

Umi menerangkan selain itu tujuan dari kegiatan ini adalah langkah awal untuk membantu mengatasi trauma dan mengembalikan kondisi psikologi siswa supaya kembali bersemangat melanjutkan kehidupan.

“Adapun rencana tindak lanjut dari kegiatan trauma healing ini adalah konseling lanjutan kepada siswa korban yang dinilai memiliki tingkat kecemasan yang cenderung tinggi terkait dengan kejadian jatuhnya jembatan gantung tersebut,” tuturnya.

Sementara Irma, salah seorang guru yang menjadi korban ambruknya jembatan gantung Desa Kregenan menyampaikan jika saat ini hanya tinggal dirinya guru yang dirawat pasca insiden tersebut. “Saya dirawat karena masih merasakan rasa sakit pada bagian perut dan rusuk akibat tertimpa besi dari jembatan. Tidak tahu kapan baru diperbolehkan pulang,” ujarnya.

Irma menyampaikan terima kasih atas kepedulian dari pengurus KONI Kabupaten Probolinggo yang telah meluangkan waktu untuk datang menjenguknya. Karena diakuinya, ketika berada di rumah sakit dia merasa tidak betah dan butuh teman untuk sekedar mengobrol.

“Pasca rekan saya yang juga guru pulang duluan setelah ikut dirawat. Saya sendirian di ruang rawat ini. Alhamdulillah kembali ada yang menjenguk dan itu membuat saya senang karena berarti banyak yang peduli,” tambahnya.(Wap.gat)

Tags: