Ganti Rugi UMKM Migor

Pemerintah, dan pengusaha CPO (Crude Palm Oil, minyak sawit) bagai memperoleh “durian runtuh.” Keuntungan yang tak disangka-sangka, karena harga CPO di pasar global melonjak. Pungutan ekspor CPO terus melejit seiring tarif progresif yang ditetapkan pemerintah. Sejak awal Juli 2021, sudah bernilai puluhan trilyun rupiah. Tetapi pedagang minyak goreng (migor) di pasar tradisional, malah merugi. Tidak bisa menebus migor dengan harga baru, karena stok lama masih menumpuk.

Pemerintah memikul tanggungjawab segera memberi “talangan” kepada pedagang migor di pasar tradisional. Stok lama migor dengan harga mahal (Rp 19 ribu per-liter) masih tersedia di lapak pedagang. Tidak terjual karena tidak ada masyarakat yang bersedia membeli. Pedagang bertahan, tidak menjual migor dengan harga baru. Lebih lagi, stok baru harus ditebus seharga Rp 13.500,- per-liter, dan harus dijual dengan harga Rp 14 ribu. Keuntungan hanya Rp 500 per-liter. Niscaya tidak menutup ongkos operasional.

Seluruh masyarakat menunggu operasi pasar migor yang dilaksanakan pemerintah (pusat dan daerah). Terbukti setiap operasi pasar selalu dipenuhi kaum perempuan yang meng-antre sejak lepas subuh. Serta memborong habis migor di supermarket, dan pusat perbelanjaan moderen. Pedagang tradisional semakin terancam kehilangan pangsa pasar, omzet semakin menurun. Sektor usaha ultra-mikro (pedagang pasar tradisional), tergilas oleh mekanisme pasar migor.

Seharusnya, migor curah (harga Rp 11.500,- per-liter), dan kemasan merek sederhana (harga Rp 13.500,-) merupakan “jatah” usaha ultra mikro di pasar tradisional. Maka pemerintah wajib segera bertindak, sesuai dengan amanat UU Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Terutama Bab V tentang Penumbuhan Iklim Usaha. Khususnya pasal 13 ayat (1) tentang Aspek kesempatan berusaha terhadap usaha mikri dan ultra-mikro.

Pemerintah juga berkewajiban melaksanakan mandatory Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM. PP pada pasal 2 ayat (1), menyatakan, “Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan bagi Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.” Pada ayat (2), bentuk kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan, adalah pembinaan, dan pemberian fasilitas.

PP mengatur pola perlindungan dan pemberdayaan lebih rinci. Antaralain pasal 71 tentang Kemudahan, pendampingan, dan fasilitasi. Pada huruf c, bentuk fasilitasi, adalah penyediaan bahan baku. Yakni membuka akses penyediaan bahan usaha, dan memastikan ketersediaan bahan komoditas. Dalam hal migor, pedagang tradisional memiliki hak memperoleh komoditas dagang. Ironisnya, pada penyediaan migor murah, pedagang pasa tradisional, seolah-olah dianggap bukan rantai pasok dagang komoditas strategis.

Migor merupakan bagian dari sembilan bahan pokok (Sembako). Pemerintah telah menetapkan 3 varian harga migor, berdasar kemasan. Yakni, kemasan sangat baik, bermerek dagang, harganya Rp 14 ribu per-liter. Serta migor kemasan sederhana seharga Rp 13.500,-. Sedangkan migor curah seharga Rp 11.500,- per-liter. Masing-masing varian akan memberi keuntungan sebesar Rp 500,- per-liter. Terasa sangat kecil, tidak cukup menyokong biaya operasional (harga sewa lapak). Saat ini, setiap pedagang pasar menyimpan migor harga lama (yang mahal). Berkisar 20 liter hingga 100 liter.

Pemerintah tidak dapat “membiarkan” pedagang pasar merugi akibat harga migor (lama) yang mahal. Pemerintah (pusat, propinsi, serta kabupaten dan kota) seyogianya sharing memberi talangan, sesuai prinsip yang diatur PP Nomor 7 Tahun 2021. Anggaran ganti rugi pedagang migor di pasar tradisional bisa diambil dari tambahan pungutan ekspor CPO yang makin melangit memncapai puluhan trilyun rupiah.

——— 000 ———

Rate this article!
Ganti Rugi UMKM Migor,5 / 5 ( 1votes )
Tags: