Golput Melambung di Pilkada Serentak Jatim

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

KPU Klaim Sudah Maksimal dalam Sosialisasi
Surabaya, Bhirawa
Meski Pilkada serentak di Jatim relatif berjalan aman, namun belum diikuti tingkat partisipasi maksimal masyarakat.  Tingkat kehadiran pemilih di TPS masih jauh di bawah target KPU yang secara nasional mematok angka 78%.
Seperti di Kota Surabaya, pada 2010 partisipasi masyarakat hanya mencapai 43,46 persen. Dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) 2.142.898 dan yang menggunakan hak pilihnya 932.291. Sementara itu, di Pilkada serentak 2015, DPT Kota Surabaya tercatat  2.034.307 dan yang sudah terinput yakni 1.352.827. Sedangkan yang menggunakan hak pilihnya hanya mencapai 705.416 dengan persentase pemilihnya hanya 52,14 persen. Atau partisipasi pemilih masih jauh dari target KPU Surabaya yang menargetkan angka 70%.
Pengamat komunikasi politik asal Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Drs Suko Widodo menyayangkan rendahnya partisipasi masyarakat dalam Pilkada Jatim tahun ini yang dinilai makin turun dibandingkan dengan hajatan demokrasi sebelum-sebelumnya.
Menurutnya, ketidaksertaan masyarakat pada pemungutan suara dikarenakan para politisi maupun KPU tidak melibatkan publik secara sungguh-sungguh. “Saya melihat proses-proses dan  aturan yang tidak menentu diterapkan oleh KPU ketika terjadi kasus Pacitan, Surabaya, dan Blitar. Tiga kab/kota ini sebagai sampling yang terus saya pantau. Saya melihat Surabaya dan Pacitan kalau merujuk dengan Blitar memungkinkan untuk calon tunggal sebetulnya,” katanya saat ditemui Bhirawa di Kantornya Jalan Sukodami II-17, Kamis (10/12) kemarin.
Ia menilai KPU tidak memiliki pengalaman yang memadai untuk menjalankan  peraturan Nomor 7 tahun 2015 tentang Peraturan Kampanye. Kalau sosialisasi, menurut Suko, KPU mungkin sudah pengalaman. Namun, kalau terkait kampanye harus dipikirkan secara matang. “Sosialisasi dan kampanye berbeda. Sosialisasi itu untuk informasi yang netral, ada pengumuman di situ. Tapi kalau kampanye itu menyangkut strategi, cara mempengaruhi untuk mendukung,” jelasnya.
Ia menegaskan, KPU seharusnya bisa merangkul seluruh elemen masyarakat kalau ingin Pilkada berjalan lancar dan sukses. KPU harus memanfaatkan perkembangan teknologi komunikasi yang mutakhir. “Kalaupun mereka melakukan, itu tidak dikelola dengan baik,” tambahnya.
Suko memprediksi partisipasi masyarakat ini akan terus turun manakala penyelenggara Pemilu tidak mau menggandeng universitas, LSM, dan Ormas yang dianggap institusi netral dalam politik.  Apalagi KPU, tambahnya, masih disibukkan dengan urusan DPT dan Alat Peraga Kampanye (APK) yang kemudian hak-hak publik untuk memperoleh informasi diabaikan.
“KPU tidak bisa bekerja sendiri, kita harus bantu KPU. Mereka (Universitas, LSM, Ormas) harus digandeng untuk sosialisasi di dalam memasifkan informasi tentang Pemilukada. KPU jangan membawa beban sendiri, harus membagi peran dan tugas. Kuncinya kalau ingin berhasil harus melibatkan publik,” paparnya.
Suko juga tidak percaya kalau pasangan calon (paslon) incumbent tidak menggunakan birokrasi dalam memuluskan pencalonannya. “Saya masih melihat hal itu dilakukan dalam Pilkada Jatim. Nah, ini menjadi catatan penting bagi KPU, parpol, dan bagi kandidat mendatang,” imbuhnya.

Klaim Sudah Maksimal
Sementara itu KPU Surabaya menyatakan angka golput pada Pilkada 2015 sekitar 48%  dan lebih rendah jika dibandingkan dengan Pilkada 2010 yakni 52%.
“Sedangkan untuk tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada 2015 sekitar 51,63 persen, sedangkan pada Pilkada sebelumnya berkisar 48 persen,” kata Komisioner Divisi Hukum, Pengawasan, dan SDM KPU Surabaya Purnomo Satriyo Pringgodigdo kepada wartawan kemarin.
Menurut dia, masih minimnya partisipasi masyarakat pada Pilkada akibat minimnya preferensi masyarakat terhadap pasangan calon dan banyaknya batasan dalam proses penyelenggaraannya. “Adanya batasan kampanye yang menjadi instrumen yang dianggap Pilkada di daerah kurang ada gregetnya,” katanya.
Komisioner Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Data KPU Kota Surabaya Nurul Amali menambahkan bahwa rendahnya partisipasi masyarakat untuk mencoblos di TPS yang sudah ditentukan tidak melulu karena lemahnya sosialisasi oleh KPU. Bahkan, penyelenggara Pilkada ini menjamin bahwa masyarakat yang tidak datang ke TPS ini sudah tahu kalau 9 Desember 2015 waktunya nyoblos.
“Banyak sebab, variabel-variabel apa yang menjadi penyebab orang tidak datang ke TPS perlu dikaji. Misalnya, orang yang tidak datang ke TPS karena libur jadi males, karena kecewa, karena tidak tahu,  jadi banyak sebabnya,” kata Komisioner Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Data KPU Kota Surabaya Nurul Amali kemarin.
Nurul sebagai Komisioner KPU Kota Surabaya tidak ingin disalahkan dari segi minimnya sosialisasi Pilkada kepada masyarakat. “Kalau sosialisasinya kurang, ya tidak bisa begitu. KPU sudah melakukan sosialisasi maksimal. Coba tanyakan orang yang tidak datang ke TPS apa dia tahu pada 9 Desember itu coblosan. Saya yakin mereka pasti tahu,” pungkasnya.
Sementara itu, KPU Kota Surabaya saat ini melakukan proses scaning formulir C-1 yang datang dari seluruh TPS  pasca pencoblosan Pilkada Surabaya yang telah digelar pada Rabu (9/12).
Ia mengatakan proses scaning form C-1 itu menjadi bagian transparansi kepada masyarakat. “Scan itu menjadi bagian akses informasi kepada masyarakat terkait hasil perhitungan di TPS,” katanya.
Pada proses scaning, lanjut dia, pihaknya melibatkan para relawan demokrasi. Belasan relawan bersama pegawai sekretariat KPU melakukan scanning Form C-1. “Ada 5 kelompok petugas yang bertugas melakukan scanning,” katanya.
Hingga saat ini, menurutnya jumlah form C-1 yang masuk ke KPU sekitar 60 persen. Dari 31 kecamatan, sekitar 8 kecamatan yang belum memasukkan form C-1 ke KPU, yakni Semampir, Gubeng, Tambak Sari, Gunung Anyar, Kenjeran, Tegalsari, Bubutan dan Tenggilis Mejoyo.
Pengiriman form C-1 ke KPU sesuai tahapan berlangsung mulai 10-16 Desember. Dalam masa itu, proses rekapitulasi suara juga berlangsung di kecamatan. “Tahapan sekarang rekapilutasi di kecamatan hingga nanti 16 Desember,” katanya.  [geh]

Tags: