Gubernur Jatim Tegaskan Tetap Jalankan Zero Prostitusi

ilustrasi-PSKPemprov Jatim, Bhirawa
Gubernur Soekarwo menegaskan Pemprov Jatim tetap menjalankan program zero lokalisasi prostitusi , meski kebijakan pemerintah pusat yang menghapus dana bantuan sosial (bansos) dan hibah .
“Program penutupan lokalisasi lanjut terus, tidak ada masalah. Apalagi di Jatim tinggal beberapa lokalisasi saja yang belum ditutup. Kita sudah melakukan antisipasi itu (penghentian bantuan hibah),” tegas Gubernur Soekarwo, dikonfirmasi, Senin (5/1).
Seperti yang diketahui, selama ini Kementerian Sosial (Kemensos) selalu turut andil dalam program penutupan lokalisasi di Jatim. Salah satunya dengan mengalokasikan  bantuan hibah sebesar Rp3 juta untuk setiap wanita tuna susila (WTS), yang diperuntukkan untuk mendirikan usaha.
Menurut Pakde Karwo, sapaan lekat Gubernur Soekarwo, program ini kembali dari awal lagi seperti sebelum Kemenesos ikut membantu pengentasan WTS.  “Penutupan lokalisasi ini sudah menjadi konsep pemprov, ulama dan pemerintah kabupaten/kota sejak lama. Istilahnya jika dulu pemerintah pusat merespon program ini karena kegiatannya memang jelas, tapi sekarang berbeda sehingga tidak ada masalah bagi kita,” katanya.
Mantan Sekdaprov Jatim ini mengatakan, konsep yang dimiliki Jatim adalah fungsional, bukan sektoral. Artinya, meskipun secara nasional tidak dianggarkan namun secara fungsional di dalam provinsi tetap menjadi tanggung jawab pemprov.
“Kita akan tetap memberikan bantuan kepada WTS maupun mucikari dengan nilai yang sama meski dari pusat dihentikan. Program ini harus kita lanjutkan, karena sudah menjadi kesepakatan bersama pemprov dan tokoh-tokoh di Jatim,” jelasnya.
Terkait target penutupan semua lokalisasi di Jatim yang tak mampu dipenuhi pada 2014, Pakde Karwo mengaku tidak mempermasalahkannya. “Membangun bangunan sosial itu itu berbeda dengan pembangunan fisik. Tidak ada jadwal kapan akan bisa tuntas, namun terus akan kita lakukan,” ungkapnya.
Hingga saat ini, masih ada empat wilayah yang lokalisasinya belum ditutup yaitu Kabupaten Nganjuk, Lumajang, Mojokerto dan Ponorogo. “Kita akan terus mengajak para bupati untuk mendekati para WTS di lokalisasi dengan pendekatan yang baik, agar bisa menyelesaikan persoalan ini tanpa ada kekerasan,” pungkasnya.
Kegelisahan sejumlah pemerintah daerah akibat kebijakan pemerintah pusat lewat Mendagri yang membatasi bahkan cenderung melarang program pemberian dana hibah dan bantuan sosial (bansos), nampaknya mendapat perhatian serius dari kalangan anggota DPR RI.
Anggota Komisi V DPR RI Nizar Zahro menyarankan supaya pemerintah daerah tak perlu risau selagi aturan yang lama belum dicabut.
Politisi asal Fraksi Partai Gerindra DPR RI ini menjelaskan bahwa aturan pemberian hibah dan bansos yang bersumber dari APBD mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No 2 Tahun 2012 dan Permendagri No 32 Tahun 2011 yang diperbaiki menjadi Permendagri No 39 Tahun 2012.
“Selagi kedua aturan itu belum dicabut, maka pemerintah pusat melalui Kemendagri tak bisa seenaknya menghapus program hibah dan bansos yang dibikin pemerintah daerah,” tegas Nizar Zahro saat dikonfirmasi Minggu (4/1).
Lebih jauh Nizar mengatakan bahwa larangan hibah dan bansos itu bagian dari arogansi  pemerintah yang ingin mengembalikan sistem pemerintahan sentralistik. Padahal sejak reformasi bergulir sistem desentralisasi telah berjalan dengan baik.
” Yang lebih tahu persoalan masyarakat di bawah itu khan pemerintah daerah. Kalau ada kebocoran atau penyelewengan ya harusnya sistem pengawasannya diperkuat jangan malah programnya dihapus,” dalih mantan anggota DPRD Jatim ini.
Hal senada juga diungkapkan Ketua FPKS, Hamy Wahjunianto yang sepakat dengan pernyataan Nizar Zahro. Menurutnya, sangat tidak realistis kebijakan Mendagri yang menghapus dana hibah dan Bansos. Mengingat selama ini dana hibah dan bansos sangat membantu masyarakat yang selama ini tidak tersentuh dengan program pemerintah. Dengan dana hidah dan bansos, mereka bisa menikmati perogram opembangunan tersebut.
“Ingat APBD maupun APBN bersumber dari rakyat, untuk mereka juga berhak mendapatkan program pembangunan ang digagas oleh pemerintah. Kalaupun ditemukan penyelewengan di lapangan, silahkan pihak kepolisian atau kejaksaan memproses hukum,”tegas politisi yang juga Wakil Ketua Komisi D DPRD Jatim.n iib.cty

Tags: