Gubernur Optimistis Tahun Depan Kembali Raih WTP

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

10 SKPD dan Satu Biro Terancam Disanksi
Pemprov, Bhirawa
Pemprov Jatim bergerak cepat untuk menuntaskan evaluasi terhadap laporan keuangan tahun anggaran 2014 yang mendapat predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP) berdasarkan Laporan hasil pemeriksaan (LHP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
“Tentu kami akan mengadakan evaluasi, meski kami diberi waktu dua bulan untuk menyelesaikan, namun saya minta dalam satu bulan harus sudah selesai,” kata Gubernur Jatim Dr H Soekarwo, dikonfirmasi, Minggu (21/6).
Gubernur Soekarwo mengaku optimistis dalam satu bulan seluruh laporan keuangan yang bermasalah maupun belum lengkap dapat dituntaskan. Salah satu penyebab yang membuat Pemprov Jatim meraih predikat WDP adalah pengadaan barang dan jasa yang swakelola.
“Permasalahannya, dalam pengadaan barang dan jasa yang swakelola itu kita mengacu pada Pergub tentang barang dan jasa yang didok pada Desember. Namun ternyata setelah di lapangan, pada bulan berikutnya terjadi perubahan harga, harga jadi lebih tinggi. Padahal menurut Keppres, belanja itu harus menurut harga di pasaran. Sedangkan BPK berpegangan pada harga di Pergub. Jadi ada selisih harga. Ini dialami oleh sepuluh SKPD,” jelas Pakde Karwo, panggilan karibnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, akibat pengendalian kas dan belanja barang dan jasa Pemprov Jatim masih amburadul, BPK RI memberikan predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP) untuk Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI terhadap keuangan Pemprov Jatim pada 2014.  Dengan raihan WDP ini, itu artinya Pemprov Jatim gagal mempertahankan predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk kelima kalinya, setelah selama empat kali berturut-turut sejak tahun anggaran 2010 selalu meraih WTP. Meski ada penurunan opini, namun dipastikan tidak ada kerugian negara yang diakibatkan.
Mantan Sekdaprov Jatim ini mengaku dalam evaluasinya, dia memberikan tenggat waktu dua bulan bagi SKPD untuk melakukan perbaikan sebagaimana rekomendasi BPK.
“Nanti akan dilihat dua bulan ini. Kalau tidak selesai ya disanksi,”aku Pakde Karwo tanpa menyebut sanksi yang dimaksud.
Dia mengakui bahwa ada 10 SKPD dan satu biro yang mendapat catatan serius dari BPK. Namun, beberapa di antaranya sudah melakukan perbaikan, termasuk mengembalikan uang. “Sehingga jumlahnya tidak lagi 10. Tinggal berapa gitu, saya kurang tahu,”ujarnya.
Selain anggaran yang tidak bisa di-SPJ kan, temuan BPK RI lanjut Pakde Karwo adalah mengenai kasus dugaan pungli di Disperindag Jatim atas proses tera ulang SPBU. “Ada sisa uang di dalam brankas pada kasus ini. Tetapi sebenarnya ini kasus lama dan sudah masuk proses hukum,”jelasnya.
Sayang, terkait SKPD mana saja yang mendapat catatan buruk BPK RI, Pakde Karwo lagi-lagi enggan berterus terang. Dia berdalih belum membuka berkas LHP dari BPK. “Belum tahu saya. Berkasnya belum saya terima,”akunya.
Ditegaskan Pakde Karwo predikat WDP yang diperoleh Pemprov Jatim menunjukkan bahwa pengawasan BPK terhadap pemerintah daerah menunjukkan adanya peningkatan. Karena itu, predikat tersebut jangan disikapi dengan negatif, namun justru jadi pelecut semangat untuk bekerja lebih baik lagi.
“Dari segi konsistensi berdasarkan hasil pada tahun lalu, hasil temuan ini jauh menurun. Namun dari segi kualitatif, ada permasalahan yang harus kita perbaiki. Seperti permasalahan yang ada di Biro SDA (Sumber Daya Alam) yang belum tuntas,” katanya.
Dengan semakin baiknya pengelolaan keuangan pemprov pada 2015, di mana yang sudah menggunakan sistem akrual, Pakde Karwo mengaku optimistis jika tahun depan Pemprov Jatim kembali meraih opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) seperti empat tahun sebelumnya.

Terpaksa Patungan
Sementara itu, gara-gara temuan BPK RI ini untuk pengelolaan anggaran pada 2014, sejumlah pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terpaksa harus patungan dan merogoh koceknya sendiri untuk menutupi selisih anggaran dalam laporan pertanggungjawaban (LPj). Pernyataan tersebut disampaikan Inspektur Provinsi Jatim Nurwiyatno.
Menurut dia, SKPD terpaksa harus mengembalikan uang karena ada temuan kerugian negara. Ini untuk anggaran yang di-SPJ kan tidak sesuai dengan fakta sebenarnya.
“Rata-rata ada selisih. Misalnya, kucuran dananya Rp 100 juta. Ternyata yang bisa di-SPJ kan hanya Rp 90 juta. Nah, yang seperti harus dikembalikan. Itu tanggungjawabnya SKPD. Nggak tahu darimana mereka mendapat uang. Bisa saja urunan (patungan) dengan bawahannya,”ungkapnya di sela-sela rapat Paripurna DPRD seraya menegaskan selisih tersebut terjadi bukan karena kesalahan mitra kerja SKPD (Perguruan tinggi), tetapi karena SKPD yang bersangkutan.
“Saya tidak hapal nilainya. Masing-masing SKPD berbeda-beda. Kalau tidak salah totalnya sekitar Rp 40 miliar,”ujar mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemprov Jatim ini.
Terpisah, Anggota Komisi C DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak menilai kegagalan Jatim mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI dalam LHP pengelolaan keuangan adalah bentuk kegagalan kinerja dari Sekdaprov Jatim Achmad Sukardi.
“Dia itu pengelola anggaran seharusnya melakukan pengawasan di masing-masing SKPD. Bukan malah membiarkan bekerja seenaknya sehingga ada pelanggaran,” kritiknya.
Politisi asal Partai Golkar ini menjelaskan jika Sekdaprov Jatim mengetahui kalau SKPD tidak becus kerja, maka kewenangan Sekdaprov untuk mencopotnya “Tapi Sekdaprov Jatim lamban untuk mengevaluasi SKPD nya,” katanya.
Sekretaris FPKS Jatim Irwan Setiawan menegaskan pembahasan atas laporan hasil pemeriksaan BPK dilakukan oleh DPRD paling lambat 2 (dua) minggu setelah menerima laporan hasil pemeriksaan BPK. Di mana pembahasan oleh DPRD diselesaikan dalam waktu paling lambat 1 (satu) minggu.
“Dalam pelaksanaan pembahasan, DPRD dapat melakukan konsultasi dengan BPK. Laporan hasil pembahasan dapat berisi meminta BPK untuk memberikan penjelasan kepada DPRD atas laporan hasil pemeriksaan BPK, dalam hal menemukan ketidakjelasan atas aspek tertentu dan/atau temuan di satuan kerja tertentu yang tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan BPK.  Dan meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan lanjutan, dalam hal menemukan aspek-aspek tertentu dan/atau temuan di satuan kerja tertentu yang tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan BPK yang memerlukan pendalaman lebih lanjut,”tegas pria yang juga anggota Komisi C ini. [iib,cty]

Tags: