Harga Cabai Kian Pedas

Oleh :
Ary Bakhtiar
Dosen Prodi Agribisnis UMM Anggota PERHEPI KOMDA MALANG

Beberapa hari terakhir masyarakat dibuat heboh dengan melambungnya harga cabai. Harga cabai ditingkat pengecer tembus hingga Rp. 150.000/kg nya. Hal tersebut disebabkan kenaikan yang cukup signifikan ditingkat petani sehingga harga cabe terus merangkak naik dipasar dan cenderung susah dikendalikan. Bagi masyarakat luas, cabai sudah menjadi kebutuhan pokok. Bahkan beberapa orang merasa kurang pas jika makan tidak ada cabainya.

Komoditas pangan mempunyai peran strategis dalam perkemabangan ekonomi sebab hal tersebut berdampak pada kondisi makro ekonomi dan menjadi penyumbang inflasi yang cukup signifikan. Cabai merupakan salah satu komoditas pangan yang secara signifikan memengaruhi kenaikan inflasi nasional. Komoditas cabai dapat dikatakan sebagai komoditas unggulan yang dihasilkan oleh sebagian besar petani Indonesia. Selain dimanfaatkan sebagai bumbu cabai juga digunakan sebagai bahan baku industri baik industri makanan maupun nonmakanan. Cabai juga diekspor baik dalam bentuk cabai segar maupun olahan cabai bubuk dan cabai kering. Seperti halnya komoditas pertanian yang lain, cabai seringkali mengalami fluktuasi harga bahkan cenderung mengalami penurunan atau kenaikan secara tajam. Hal inilah menjadi salah satu faktor yang sering memengaruhi minat petani untuk melakukan usaha tani cabai.

Meroketnya harga cabai disinyalir oleh beberapa hal diantaranya Harga Cabai di tingkat konsumen, permintaan cabai periode sebelumnya, harga cabai tingkat produsen dan Curah Hujan. Tidak cukup hanya itu penyebab meroketnya harga cabai juga disebabkan musim tanam dan ketahanan terhadap penyakit. Daerah penghasil cabai di Jawa Timur seperti Banyuwangi, Jember, Lumajang, Blitar dan Kediri tidak hanya menjadi ujung tombak pemenuhan produksi cabai lokal saja, melainkan menjadi sumber kebutuhan Nasional. Jika kita melihat statistik data yang ada, ketersediaan pasokan cabai di tanah air cenderung aman. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur pernah melansir data produksi cabai sebesar 453.338 ton pertahun. Namun demikian, di beberapa daerah sentra cabai masih belum dapat “berproduksi” secara optimal, sehingga terjadilah defisit jumlah produksi cabai. Keadaan alam yang kurang kondusif seperti banjir dan tanah longsor akhir-akhir ini memiliki sumbangsi tinggi terhadap minimnya panen cabai dibeberapa daerah. Hal ini diperparah lagi dengan momentum menjelang bulan suci ramadhan yang identik dengan naiknya jumlah kebutuhan cabai di pasaran. Kenaikan harga cabai ini tentu disambut baik bagi petani. Namun bagi konsumen ini menjadi berita yang kurang baik.

Resketsa Lahan dan Tata Niaga

Perluasan lahan usaha tani cabai dirasa penting untuk dilakukan, hal ini untuk mengantisipasi terjadinya lonjakan harga dimusim yang akan datang. Rata-rata petani cabai didaerah menggarap 1000-2500 m2 saja. Semestinya luas garapannya ditingkatkan menjadi 5000 m2, bahkan lebih baik jika melebihi ukuran tersebut. Sehingga potensi panen akan meningkat dan menutupi biaya operasionalnya. Upaya ini dilakukan untuk memberikan pengarahan pada petani agar terus melakukan usaha tani cabai baik dimusim kemarau maupun penghujan. Sehingga setiap musim dapat memasok ketersedian cabai. Hal itu juga dapat menjadikan pengalaman petani cabai untuk bertahan di segala musim. Dengan demikian, petani akan siap menghadapi penyakit dan musim yang tidak menentu. Disamping itu kegiatan yang dapat dilakukan yakni pendampingan teknis penanaman, perawatan hingga pemasaran cabai. Tidak hanya sampai disitu, petani cabai juga harus mampu mengolah hasil panen cabai menjadi bahan olehan seperti cabe bubuk, saos cabe dan beberapa produk makanan berbahan dasar cabai lainnya. Hal ini sebagai antisipasi jika terjadi penurunan harga cabai.

Upaya optimalisasi petani cabai tersebut juga harus menjadi perhatian pemerintah. Pemerintah dalam hal ini harus mampu mengoptimalkan berjalannya program KUR bagi petani, terutama pada petani hortikultura. Penyaluran dana KUR ini sebaiknya menggunakan sistem klaster. Hal tersebut untuk optimalisasi dana KUR direalisasikan sesuai pengajuannya. Petani cabai per Ha dapat mengajukan kurang lebih 50-75 Juta/Ha nya dengan tenggang waktu pengembalian dana KUR yang relatif lebih lama, misal 1 tahun. Plafond pendanaan ini memang jauh lebih besar jika dibandingkan KUR yang lain. Dimasa pandemic program KUR bagai petani menjadi salah satu program yang cukup efektif untuk dijalankan. Selain itu, dengan bunga yang relatif ringan menjadikan petani lebih bersemangat untuk berusaha tani cabai.

Tata kelola agribisnis cabai saat ini memang dapat dibilang masih sangat tradisional. Jika dilihat lebih dalam, usaha tani cabai ini lebih banyak menguntungkan para pedagang, baik dilevel tengkulak, pedangang besar, pedagang antar kota maupun pengecer. Share margin yang didapat oleh petani cabai sendiri tidak lebih dari 30 persen, selebihnya diterima oleh beberpa pedagang diatas, bahkan hasil penelitian menunjukkan bahwa share margin paling besar diperoleh oleh pedagang besar dan pedagang pengecer, yakni sekitar 35-45 persen. Tentu hal ini menjadi bumerang bagi petani cabai. Bahkan para petani yang memiliki modal lebih besar akan beralih menjadi tengkulak ataupun pedagang. Hal tersebut dilakukan untuk mengejar share margin yang lebih besar dibandingkan menjadi petani.

Selain beberapa hal di atas cara konvensioanal seperti operasi pasar tetap dapat dijadikan stabilitas harga pasar. Tujuan adanya operasi pasar tersebut untuk mengamankan harga cabai ditingkat petani. Hal ini dilakukan agar petani tidak selalu mengalami kesenjangan share margin pendapatan dikarenakan modal yang dikeluarkan petani tidak sedikit. Dengan demikian, petani harus tetap menjadi prioritas baik dikala harga cabai sedang “bagus” ataupun sedang menurun. Semoga dengan upaya tersebut dapat menjadikan para petani cabai semakin makmur dan menyetabilkan harga cabai menjelang datangnya bulan Suci Ramadhan.

——- *** ——-

Rate this article!
Harga Cabai Kian Pedas,5 / 5 ( 1votes )
Tags: