Harga Kedelai Naik, Produsen Tempe dan Tahu Probolinggo Waswas

Pabrik tahu di Paiton waswas naiknya harga kedelai.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Probolinggo, Bhirawa.
Di masa pandemi Covid 19 ini ternyata berdampak pada harga kedelai impor. Jika sebelumnya harga kedelai berada di kisaran Rp 6.300 per kilogram, kini naik menjadi Rp 9.200 per kilogram. Kenaikan ini dirasakan industri tahu dan tempe rumahan.

Karti Ningsih, pemilik industri rumahan pembuatan tahu di Desa Jabung Candi, Kecamatan Paiton, mengaku mengalami penurunan omzet. “Karena harga kedelai naik, nilai omzet tiap harinya turun sampai 30 persen. Jika ini terus-terusan terjadi, bisa-bisa gulung tikar. Karena modal membeli bahan baku tahu terus naik,” katanya.

Meski begitu, pengusaha enggan menaikkan harga atau mengurangi besaran tahu dan tempe. Karena khawatir pelanggannya lari. Maklum, ia mengaku banyak saingan. “Jika ukuran tahu diperkecil, pelanggan akan lari ke tempat lain. Apalagi sampai harganya dinaikkan. Pasti pelanggan akan pergi semua,” ungkapnya.

Karena itu, Karti berharap harga kedelai kembali pada semula. Pemerintah diharapkan segera mengambil tindakan untuk menekan harga kedelai agar kembali seperti semula. “Modal kami juga pas-pasan. Jadi, kalau bahan baku naik, modal tidak cukup, sedangkan harga jual tetap. Semoga saja, harga kedelai bisa turun lagi,” harapnya.

Sementara itu, Plt Kepala Disperindag Kabupaten Probolinggo Taufik Alami mengatakan, kenaikan harga kedelai itu menjadi isu nasional. Kedelai yang selama ini impor, harganya ikut naik. “Kami akan koordinasi dengan Dinas Pertanian, untuk mendongkrak produksi hasil panen kedelai di kabupaten,” terangnya.

Jika di kabupaten harga bahan baku kedelai memiliki dampak, demikian pula di kota Probolinggo. Harga kedelai impor di Kota Probolinggo berada pada hargaRp 9.000 per kilogramnya. Nilainya jauh lebih mahal dengan kabupaten. Bahkan, dengan harga kenaikannya.

Halim, pedagang Pasar Gotong Royong, kenaikan dolar tidak ada dampak pada komoditas kedelai dagangannya. Harga kedelai masih stabil sekitar Rp 9.000 per kilonya. “Tidak berdampak. Masih tetap sama seperti sebelumnya. Kalau di televisi memang ramai katanya kedelai terdampak kenaikan. Tetapi yang saya rayakan tidak, malah sama saja,” ujarnya.

Masih menurut Halim, pembeli yang datang ke lapaknya masih cukup ramai. Hal itu lantaran tidak ada kenaikan terhadap harga kedelai. Setiap harinya, ia mampu menjual sekitar 2 ton kedelai kepada para langganannya. “Kedelai yang saya jual ini saya ambil langsung dari Surabaya. Ini barang impor. Tetapi, harganya masih sama saja,” tandasnya.

Hal senada juga disampaikan Solihin, salah seorang pembuat tempe asal Kelurahan/Kecamatan Kademangan. Menurutnya, harga kedelai masih tetap sama seperti sebelumnya. Jika pun ada kenaikan, hanya sekitar seratus rupiah. Sehingga, para pembuat tempe tidak khawatir terhadap hal itu.

“Baru kalau harganya di atas Rp 10.000, kami para pembuat tempe bisa gulung tikar. Sebab, harganya tidak sebanding dengan harga tempenya. Jadi, solusi jika sudah mencapai harga segitu, maka kami otomatis menaikan harga jual tempe,” katanya.

Sama dengan Solihin, Ahmad, salah seorang pedagang tempe di Pasar Baru menjelaskan, untuk harga satu tempe lonjoran sekitar Rp 20.000. Harga itu ditetapkan oleh pedagang sudah lama. “Harganya tetap tidak berubah. Baik kedelainya ada juga tempenya. Tetapi, untuk saat ini ada yang jual sekitar Rp 8.500 sampai Rp 9.000 an. Itu masih aman cuma mengurangi keuntungan saja,” katanya. Normalnya harga kedelai di Kota Probolinggo yang lokal sekitar Rp 9 ribu per kilo sedangkan yang impor sekitar Rp 7 ribu sampai Rp 7.500.

Berdasarkan pantauan tim Dinas Koperasi Usaha Mikro, Perindustrian dan Perdagangan (DKUPP), di beberapa pasar harga kedelai lokal berkisar Rp 10 ribu per kilogram. Turun dibandingkan pada bulan Agustus yang mencapai Rp 10.500 per kilogram. Sementara kedelai impor naik hingga ke angka Rp 9.000 ribu per kilogram, turun dari bulan lalu yang mencapai Rp 9.500 per kilogram.[wap]

Tags: