Harga Rp18 Ribu Perkilogram, Peternak Ayam-Petelur Probolinggo Resah

Peternak ayam petelur di Wonomerto resah harga tak kunjung naik.

Probolinggo, Bhirawa
Sejumlah peternak ayam petelur di Kabupaten Probolinggo, sedang resah saat ini. Sebabnya, hingga Kamis (18/10) harga telur ayam tak kunjung naik. Di tingkat peternak, harga telur ayam masih Rp 18 ribu per kilogram.
Akibatnya, para peternak tidak bisa meraup untung. Alih-alih untung, mereka terancam gulung tikar. Hal ini diungkapkan Bambang peternak sekaligus Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) di kecamatan Wonomerto, Kamis (18/10).
Menurutnya, harga telur sudah sebulan ini tidak kunjung naik. Masih Rp 18 ribu per kilogram. “Harga segitu tidak bisa untung. Untung-untungan bisa balik modal, bahkan di tinggal penjual juga ada yang menjual telur dengan harga Rp. 18.0000 perkilo, sampai-sampai ditulis di pinggir jalan,” terangnya.
Peternak seperti dirinya pun, tidak bisa tidur nyenyak. Dibayang-bayangi kerugian bisnisnya. Bambang pun memaparkan alasan kerugian yang bisa mengancam. Harga telur saat ini tidak sebanding dengan harga pakan yang cukup tinggi. Baik itu jagung dan konsentrat. Untuk jagung, harganya per kilogram Rp 5 ribu. Sedangkan kebutuhan per hari untuk pakan ayam sekitar 1 kuintal.
Untuk konsentrat saya agak lupa. Tetapi, konsentrat harganya juga naik. Jika ditotal per tiga hari saya menghabiskan sekitar Rp 7,5 juta untuk pakan saja. Dari sisi pendapatan sangat jauh. Per hari ia hanya menghasilkan 15 peti telur. Satu peti berisi 10 kilogram telur. Jika ditotal per tiga hari, Heri menghasilkan sekitar Rp 8,1 juta dari penjualan telur. Itu pun belum dipotong untuk biaya transportasi dan membayar karyawan.
“Dengan hitungan itu, balik modal itu sudah sangat bersyukur. Untuk itu saya mohon agar ada solusi dari pemerintah. Tetapi, sebagai rakyat kami minta tolong dicarikan solusi agar harga telur naik. Kami baru mendapatkan untung jika harga telur 20 ribu ke atas,” terangnya.
Sementara itu, pada awal Oktober, Kementerian Pergadangan (Kemendag) menetapkan harga batas minimum dan batas atas untuk telur. Semula batas harga bawah Rp 17 ribu per kilogram menjadi Rp 18 ribu per kilogram. Sedangkan batas atas yakni Rp 20 ribu per kilogram.
Santoso, kepala Bagian Administrasi Perekonomian Kabupaten Probolinggo saat dikonfirmasi, tidak berani berkomentar banyak. Menurutnya, kondisi itu tidak hanya terjadi di Probolinggo. melainkan dalam ruang lingkup nasional.
“Kalau mengenai itu, saya tidak berani. Soalnya itu seluruh Indonesia, bukan hanya di Probolinggo,” terangnya.
Lebih lanjut, menurutnya, selama ini pemerintah daerah (Pemda) hanya bisa menjamin kebutuhan barang. Namun, tidak bisa ikut campur untuk mengatasi gejolak harga yang terjadi secara nasional itu. “Kami hanya bisa menjamin kebutuhan barang saja. Kalau ada kelengkapan misalnya, kami akan menyiapkan agar kembali tersedia. Dengan begitu harganya akan normal kembali,” tandasnya.
Lebih lanjut Bambang menuturkan, perlunya ada upaya pemerintah untuk kenaikan harga telur tersebut sebagai hal yang positif. Sebab, bila tidak hal itu tentu dirasakan merugikan. Pasalnya, saat ini nilai tukar dolar terhadap rupiah tengah menguat dan mempengaruhi berbagai hal, termasuk biaya transportasi.
“Ya dolar mahal jadi gimana dong? Kan transport naik, yang tadinya sumbu bisa dua kali isi sekarang nggak bisa. Jadi memang penyelesaiannya dinaikkan. Masa transport naik harga telur nggak?” katanya.
Belum lagi harga BBM juga ikutan naik, sudah barang tentu semuanya ikutan naik, kalau harga telur ayam di kandang itu sudah Rp 17.000, Rp 18.000 jadi lalau di pasar harusnya sesuai ya Rp 22.000 (untuk telur ayam). Kalau dipasaran sama dengan harga di kandang maka kami akan dapat apa, kami pastikan dalam waktu dekat ini akan gulung tikar, tambahnya.(Wap)

Tags: