Hindari Kerugian, 48 Hektare Tanaman Cabai Dipanen Dini

Curah hujan yang tinggi dalam beberapa hari terakhir membuat petani cabai di Probolinggo memilih panen dini untuk menghindari kerugian.

Curah hujan yang tinggi dalam beberapa hari terakhir membuat petani cabai di Probolinggo memilih panen dini untuk menghindari kerugian.

Probolinggo, Bhirawa
Akibat curah hujan tinggi, petani cabai di Kabupaten Probolinggo terpaksa memanen tanaman cabai mereka lebih awal. Padahal tanaman cabai tersebut berumur masih muda. Hal ini dilakukan guna menghindari kerugian.
Seperti dialami petani cabai di Desa Randu Tatah Kecamatan Paiton. Para petani terpaksa memanen muda tanaman cabai mereka akibat intensitas hujan yang sangat tinggi.
Untuk menghindari kerugian besar, petani terpaksa memetik cabai yang masih berwarna hijau. Meskipun saat ini, harga cabai hijau memang lebih murah yakni seharga Rp 14 ribu per kilogram. Padahal, jika dipanen saat berumur tua atau berwarna merah harganya mencapai Rp 24.000 per kilogram.
“Ya terpaksa panen muda untuk menghindari kerugian. Karena cabai yang terkena penyakit ini tidak akan kuat bertahan hingga tua dan merah, buahnya akan rontok,” tutur Abdul Azis, salah satu petani, Rabu (28/12).
Desa Randu Tatah ini merupakan desa sentra penghasil cabai yang ada di Kabupaten Probolinggo. Saat ini, terdapat sekitar 48 hektar lahan pertanian cabai yang rusak akibat terdampak anomali cuaca yang terjadi belakangan ini.
Dalam kondisi normal, untuk lahan seluas 1 hektare mampu menghasilkan 7 ton dalam setiap panen. Namun, sekarang karena kena cacar hanya bisa panen 1,75 ton saja. Biasanya panen ini dilakukan dalam kurun waktu 5 hari sekali. Walau harga cabai di pasaran tinggi, tetap petani rugi karena produksi berkurang sampai 75%-nya. Kondisi ini ditambah dengan biaya obat dan pemeliharaannya yang semakin tinggi.
Menurut Abdul Muni, rekan sejawat Abdul Azis, akibat dampak cuaca buruk juga membuat sejumlah tanaman cabai milik petani layu dan mati. Genangan air yang memenuhi areal lahan tanaman membuat akar tanaman cabai busuk.
“Rata-rata rusak terkena cacar buah, sementara yang mati karena curah hujan tinggi. Karena sudah rusak, para petani terpaksa panen dini,” katanya.
Intensitas hujan yang tinggi, membuat produktivitas cabai rawit menurun. Pasokan cabai ke pasar pun berkurang, sehingga menyebabkan harga cabai melonjak. Bahkan, sampai Rp 80 ribu per kilogram.
Di pasaran Kota dan kabupaten Probolinggo seperti Pasar Baru, Gotong Royong, Dringu, Kraksaan dan Paiton harga cabai rawit melonjak selama dua hari terakhir. Sekitar Rp 75 ribu dari harga normal Rp 60 ribu per kilogram.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Probolinggo Drs M Sidik Widjanarko MM menegaskan penyebab melonjaknya harga cabai rawit dimungkinkan karena faktor  cuaca. Intensitas hujan yang tinggi membuat banyak cabai rawit yang rusak saat dipanen.
“Akibatnya, pasokan cabai rawit turun di pasaran. Karena pasokan  berkurang, harga cabai rawit di pasar pun melonjak tinggi,” tuturnya.
Kondisi serupa terjadi di Kota Probolinggo. Luluk (43), pedagang sembako di Pasar Baru Kota Probolinggo mengatakan sudah dua hari ini harga cabai  rawit naik tajam. Jika sebelumnya  Rp 40 ribu – Rp 50 ribu per kilogram, kemarin   Rp 80 ribu per kilogram.
“Normalnya harga cabai rawit ya Rp 45 ribu. Tapi, sejak Maulid naik. Dan, dua hari ini malah  melonjak jadi Rp 80 ribu per kilogram,” ungkapnya.  [wap]

Tags: