Inflasi Jatim Tinggi, Tapi Masih Lebih Rendah Dari Nasional

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pemprov, Bhirawa
Angka inflasi Jatim pada Mei 2015 sebesar 0, 41 persen. Angka ini lebih rendah dari nilai inflasi nasional yang berada di kisaran 0, 5 persen. Meski demikian, angka inflasi Jatim bulan Mei ini terbilang yang tertinggi sepanjang 7 tahun terakhir.
Jika dilihat grafiknya dari tahun ke tahun, sejak 2009 inflasi di bulan yang sama hanya 0,02 persen, 2010 0,37 persen, 2011 0,03 persen, 2012 0,15 persen, 2013 deflasi -0,20 persen, 2014 inflasi 0,21 persen, dan tertinggi pada Mei 2015 mencapai 0,41 persen.
“Inflasi bukan karena kebijakan pemerintah pusat, tapi terjadi karena naiknya harga bahan makanan dan makanan jadi jelang Ramadan,” kata Kepala Badan Pusat Statistik Jatim, Sairi Hasbullah, Selasa (2/6).
Dijelaskan juga, kenaikan harga soto dan kue menjelang Ramadan di Jatim menjadi penyumbang terbesar inflasi pada Mei 2015 yang mencapai 0,41 persen.  Ada sekitar tujuh kelompok makanan jadi yang menyumbang inflasi terbesar. Di antaranya adalah soto, bubur ayam, bakso, rokok, dan tembakau, yakni 0,73 persen.
Inflasi ini juga diikuti kelompok bahan makanan seperti cabai merah, telur ayam ras, daging ayam ras, bawang merah, gula, tarif listrik, bawang putih, dan bensin. Total inflasi untuk kelompok bahan makanan mencapai 0,67 persen.
“Telur ayam ras adalah komoditas yang memberikan andil terbesar terjadinya inflasi. Kenaikan harga telur ayam ras sebesar 8,5 persen dari Rp16.500 per Kilogram pada April menjadi Rp18.900 per Kilogram. Hal itu dikarenakan mendekati Ramadan sehingga banyak industri rumahan memulai membuat kue kering untuk dijual ke toko dan pasar tradisional,” paparnya.
Selain itu animo masyarakat juga sudah mulai tinggi untuk belanja pakaian jelang Lebaran. Kelompok sandang menyumbang inflasi 0,35 persen, disusul kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,26 persen.
Kenaikan harga soto dan kue, kata Sairi, disebabkan adanya lonjakan harga bahan pokok makanan yang terjadi merata di sejumlah daerah. “Ini memang disebabkan aspek ketersediaan stok. Suplai barang berkurang ditambah distribusi yang tidak merata. Padahal permintaan pasar khususnya kue sedang merangkak naik,” tutur dia.
Sairi juga menilai kebijakan yang diambil Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Jatim sudah bagus. Sebab, inflasi Jatim berada di bawah nasional yang mencapai 0,5 persen. Namun, ia juga mengingatkan TPID agar tetap mengendalikan harga dan memantau stok berbagai komoditas agar inflasi Juni 2015 tidak melambung tinggi.
“Jika dilihat secara periodik tahun ke tahun, dibanding nasional inflasi di Jatim lebih baik yakni mencapai 6,69 persen. Sedangkan kinerja nasional menyebabkan inflasi 7,15 persen,” katanya. [rac]

Tags: