Irjen Kemdikbudristek Pantau Persiapan PPDB di Jatim

Tim Irjen Kemdikbudristek melakukan pantauan persiapan PPDB di Jatim.

Apresiasi Kebijakan Baru PPDB Jatim 2023

Dindik Jatim, Bhirawa
Tim Inspektorat Jendral (Irjen) Kemendikbudristek melakukan pemantauan persiapan pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Jawa Timur. Meski baru akan dibuka Juni mendatang, pantauan ini untuk melihat kesesuaian pelaksanaan PPDB Jatim dengan Permendikbud No 1 tahun 2021.

Dalam kesempatan ini, ada beberapa poin yang menjadi catatan tim Irjen dalam kebijakan baru PPDB 2023 yang dikeluarkan Pemprov Jatim melalui Dindik Jatim. Diantaranya golden ticket Ketua Osis, Hafidz Quran, kuota khusus ADEM, dan kuota siswa SMP-LB.

Pengendali teknis tim Irjen Kemdikbudristek, Hudi Sulistyo, mengungkapkan, pantauan ini untuk mengawal kebijakan khususnya PPDB SMA/SMK negeri di Jatim.

Adanya kebijakan baru PPDB 2023 yang dikeluarkan Jatim, dinilai Hadi cukup bagus. Misalnya saja pada jalur afirmasi yang mengakomodir elemen masyarakat menengah kebawah. Kemudian jalur akademik dan non akademik yang mengakui seluruh even kejuaraan untuk dihitung poin dalam PPDB.

“Apa yang dilakukan Jatim ini patut diapresiasi. Karena pendidikan untuk semua elemen. (Untuk kebijakan baru ini) pada prinsipnya dalam PPDB harus objektif, transparansi, dan akuntabel. Sosialisasi pun sudah dilakukan di seluruh wilayah Jatim oleh Dinas Pendidikan,” urainya usai kunjungan pemantauan persiapan PPDB di ruang ICT TIKP Dindik Jatim, Senin (10/4).

Hudi dan tim juga menyoroti soal kebijakan khusus PPDB untuk daerah batasan antar provinsi. Ia mengatakan pihaknya memberikan keluwesan bagi provinsi untuk aturan zonasi pada daerah berbatasan ini.

Berjalannya proses PPDB sejak tahun 2019, tentu ada evaluasi yang dilakukan Kemdikbudristek. Salah satunya terkait mekanisme perubahan zonasi. Ia menekankan, hal tersebut, sesuai aturan Permendikbud no 1 tahun 2021, mekanisme perubahan zonasi diserahkan ke otomomi daerah, baik presentase maupun pembagian zonasi setiap kab/kota.

“Di Jatim ini aturannya (prosentase zonasi) nya 50 persen. Ini sudah disesuaikan dengan kondisi daerah di Jawa Timur, yang penting tetap transparansi” terangnya.

Sebaliknya, jika di Jatim misalnya akan menggunakan presentase zonasi dibawah 50 persen atau 25 persen, sebut dia, maka daerah harus konsultasi berdasarkan rasionalisme dan jajakan kajian akademis.

Dalam mengontrol jalannya pelaksanaan PPDB tahun 2023, Kemdikbudristek akan menggunakan audit forensik jejak digital yang akan dilakukan pada bulan Juli. Langkah ini untuk menanggapi dan menyelesaikan persoalan manipulasi data KK yang banyak ditemui dalam PPDB tiap tahun.

“Mangkanya berkaitan dengan objektifitas dan akuntabilitas kementerian akan audit forensik jejak digital untuk menanggapi pengaduhan masyarakat. Kalau betul kita akan audit forensik untuk melihat kecurangan secara sistem. Ini cara kementerian untuk melihat pelaksanaan PPDB,” jelasnya. (ina.why)

Tiadakan Kuota Zonasi Daerah Perbatasan Antar Provinsi
Sementara itu, terkait sistem zonasi di daerah perbatasan, Kepala UPT Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (TIKP) Dindik Jatim, Alfian Majdi mengatakan tahun ini Dindik Jatim membuat kebijakan dengan meniadakan prosentase zonasi untuk daerah perbatasan antar provinsi.

Sehingga, sekolah yang berada di wilayah perbatasan bisa menerima siswa sesuai jumlah pagu yang dimiliki. Namun, penerimaan akan dilakukan secara offline setelah proses PPDB online tuntas.

Alfian menyebut, misalnya saja di SMAN 1 Kasiman Bojonegoro, jika pagu yang disediakan 300 siswa, namun yang baru terisi melalui sistem PPDB 200 anak. Maka, sisanya akan dipenuhi dari siswa yang ada di wilayah perbatasan.

“SMAN 1 Kasiman ini berada di perbatasan Bojonegoro Jawa Timur dan Blora Jawa Tengah. Sekolah ini sangat dekat denhan wilayah Cepu. Di mana siswa hanya cukup berjalan 5 menit untuk sampai sekolah. Nah ini yang kami akomodir, untuk mendaftar PPDB di Jatim tapi secara offline lewat jalir zonasi karena memang sangat dekat,” jelasnya.

Dikatakan Alfian, ditiadakannya kuota untuk wilayah perbatasan antar provinsi karena kebutuhan yang lebih tingi untuk pemenuhan pagu di sekolah-sekolah perbataan. Ia mengakui jika anak-anak Jawa Tengah masyoritas bersekolah di Jatim.

“Jika dibatasi prosentase hanya 2,5 sampai 3 persen saja siswa yang masuk. Nah ini kan sangat disayangkan. Apalagi jumlah pagu yang terpenuhi tidak sampai 50 persen di sekolah itu. Karenanya kita tiadakan kuota ini,” pungkas dia. [ina.why]

Tags: