Jaga Keaslian Kopi Jatim, Pemprov Buat Kawasan Indikasi Geografi

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pemprov, Bhirawa
Pemprov Jatim melalui Dinas Perkebunan membuat program  kawasan indikasi geografis dengan tujuan untuk melindungi keaslian semua produk kopi yang ada di Jatim. Misalnya produksi kopi di wilayah Gunung Ijen/Raung tidak bisa diakui diwilayah lain.
Kepala Dinas Perkebunan Jatim, Ir Moch Samsul Arifien MM mengatakan, kawasan indikasi geografis merupakan upaya memurnikan jenis kopi yang ada di suatu kawasan. “Misalkan saja di kawasan Gunung Ijen dan Raung. Kalau ada kelompok tani mau menjual kopi keluar Bondowoso atau ekspor, mereka harus melalui ketentuan kawasan indikasi geografis untuk menjamin keasliannya,” paparnya, Senin (17/8).
Dikatakannya, adanya kawasan indikasi geografis ini maka banyak masyarakat luar negeri yang menikmati kopi asal Jatim tersebut. Misalnya kopi Dampit dari Malang banyak disusupi kopi dari Lampung dan daerah lain di luar Jatim. Namun pengemasan dan ekspornya menggunakan kopi Dampit yang sudah tenar dan banyak peminatnya.
“Kopi Dampit itu kan masih sulit membedakan mana yang asli dan tidak. Maka dengan adanya KIG ini, kopi Ijen Raung bisa lebih dijaga keaslian dan kemurnian kopinya yang memang memiliki citarasa tinggi dengan predikat coffee specialty dan dikenal di luar negeri dengan nama Java Coffee,” ujarnya.
Disisi lain, lanjut Samsul, untuk membantu kelompok tani, maka Disbun jatim turut membantu alat pengolahan kopi basah. Alat diberikan pada 14 kelompok tani di wilayah Banyuwangi dan Bondowoso. “Poktan yang menghasilakn  kopi Ijen Raung ini mensuplai bubuk kopi merk masing-masing dan dipassarkan melalui cafe di Jakarta,” katanya.
Ia mengatakan, kopi Ijen dan Raung ini termasuk kualitas terbaik. Harganya juga cukup bagus. Jenis Arabika ini per kilogram (kg) nya sekitar Rp 60 ribu. Karena potensial, maka ia juga terus berupaya terus mengembangkan produksinya agar dapat meningkat. Sejak tiga tahuh lalu, pihaknya juga mulai mengembangkan Kopi Arabika dengan menanam sebanyak dua juta bibit baru.
Pengembangan itu dilakukan di enam daerah yang memiliki dataran tinggi di atas 800 meter di atas permukaan air laut (mdpl), yakni Situbondo, Bondowoso, dan Jember masing-masing seluas 500 hektare, Kab Malang 300 hektare, serta Lumajang dan Kab Probolinggo masing-masing 100 hektare.
Pengembangan produksi kopi Arabika diupayakannya hingga mencapai 2.000 hektare. Pengembangan kopi arabika itu, juga mendapat rekomendasi dari Gubernur Jatim, Soekarwo untuk ditingkatkan lebih besar lagi, karena permintaan pasar yang masih cukup tinggi. Upaya dengan memperluas areal tanam itu juga mendapatkan dukungan dari Asosiasi Petani dan dilakukan dengan menggandeng Perhutani.
“Produksi kopi arabika di Jatim masih sangat terbatas. Sementara pasar untuk distribusinya masih terbuka lebar dan bisa diekspor ke luar negeri. Namun, pengembangan Kopi Arabika yang cukup sulit, karena harus memenuhi persyaratan teknis yakni di atas lahan dengan ketinggian diatas 800 mdpl,” ujarnya.
Ia menambahkan, permintaan kopi arabika yang harganya tergolong lebih mahal dari pada kopi robusta ini masih cukup tinggi, sehingga potensi pengembangannya kini tetap akan diupayakan. Jika dipersentasekan dari total produksi kopi Jatim, Kopi Robusta mampu mencapai 93 persen dan sisanya 7 persen jenis Arabika. [rac]

Tags: