Jaksa Tuntut Pelajar Seumur Hidup, Disoal Kepala BPIP

Plt Kepala BPIP Prof Hariyono

Kab Malang, Bhirawa
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kepanjen, Kabupaten Malang, telah menuntut seorang pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) yang berinisial ZA (17), warga Desa Gondanglegi Kulon, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang, hukuman seumur hidup karena melawan komplotan begal hingga menyebabkan salah satu begal tewas.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen, Kabupaten Malang, pada beberapa hari lalu, JPU telah menjerat ZA dengan empat pasal, yakni pasal 340 Kitab Undang-Undangf Hukum Pidana (KUHP) tentang Pembunuhan Berencana, dengan ancaman kurungan penjara seumur hidup, pasal 351 KUHP tentang Penganiyaan, yang menyebabkan kematian dengan ancaman maksimal 7 tahun kurungan penjara, pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, dengan ancaman maksimal 15 tahun kurungan penjara, dan pasal 2 ayat 1 UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Tajam.
Dengan adanya tuntutan JPU terhadap ZA ancaman hukuman seumur hidup, maka hal ini telah dipersoalkan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Profesor Hariyono. Seharusnya, kata Hariyono, Minggu (19/1), kepada wartawan, JPU Kejari Kepanjen dalam melakukan tuntutan kepada ZA, yang kini masih duduk dibangku SMA, harus melihat konteks kriminal lebih luas.
“Sebab, dia membunuh pelaku kejahatan, pertama dia membela diri karena jiwanya terancam, dan kedua di membela teman wanitanya yang akan diperkosa oleh para begal tersebut,” papar dia.
JPU menuntut ZA seumur hidup, kata dia, sehingga hakim merujuk pada pasal 340 tentang Pembunuhan Berencana dalam persidangan dengan agenda Putusan Sela. Sehingga dengan tuntutan itu, maka dirinya tidak setuju dengan apa yang dituntutkan oleh Jaksa. Sementara, saya pada beberapa hari lalu, juga mendatangi rumah ZA di Desa Gondanglegi Kulon, dan dirinya sudah mendapatkan penjelasan kronologinya hingga ZA membunuh salah satu komplotan begal.
“Kami menyarankan kepada penegak hukum yang telah menangani kasus pembunuhan begal yang melibatkan pelajar SMA. Sehingga untuk melakukan putusan perkara, penegak hukum harus melihat konteks tindakan kiriminal tersebut lebih luas,” tegas Hariyono, yang juga sebagai Guru Besar Universitas Negeri Malang (UNM).
Masih dia tegaskan, dalam melihat kasus kriminal terkait terjadinya pembunuhan, maka Jaksa dan Hakim seharusnya melihat alasan ZA membunuh seorang pelaku kejahatan. Karena sudah jelas, jika ZA membunuh itu dengan alasan jiwanya merasa terancam. Dan bahkan, ZA juga menggagalkan rencana pemerkosaan yang akan dilakukan para begal kepada teman wanitanya.
“Jadi jangan hanya melihat hitam diatas putih saja karena hukum tidak seperti itu, dan kita juga harus melihat konteksnya lebih luas. Jika hanya hitam putih anak itu memang pelaku pembunuhan. Namun, dalam konteks yang lebih luas, dia adalah korban yang melakukan perlawanan,” tutur Hariyono,
Perlu diketahui, pada bulan September 2019, ZA dengan teman wanitanya menonton konser Anji di Stadion Kanjuruhan Kepanjen, Kabupaten Malang. Namun, ketika hendak pulang dengan berboncengan sepeda motor, dia bertemu dengan dua orang yang akan merampas motornya. Dan ZA dan teman wanitanya digiring ke perkebunan tebu di wilayah Kecamatan Gondanglegi, agar menyerahkan motornya dan semua benda berharga yang mereka bawa. Tapi, teman wanita ZA menolak dan sempat ada pertikaian. Dan beberapa saat kemudian pembegal beganti niat, karena ingin memperkosa teman wanitanya untuk melayani hawa nafsu para begal tersebut.
Karena melihat niat para begal itu, maka ZA emosi dan berjalan ke motornya untuk mengambil senjata tajam berupa pisau untuk melawan pelaku begal. Sedangkam pisau tersebut sebelumnya digunakan untuk membuat tugas prakraya di sekolahnya. Dan akhirnya pisau yang dibawa ZA itu, secara kebetulan bisa membunuh salah satu begal yang diketahui bernama Misnan umur 35 tahun. [cyn]

Tags: