Jatim Hanya Impor Sapi Perah, Bukan Sapi Potong

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pemprov Jatim, Bhirawa
Saat ini, Jatim masih kekurangan populasi sapi perah. Untuk itulah, tahun ini Pemprov Jatim telah mengimpor sapi perah untuk memenuhi kebutuhan susu, yang jumlahnya sudah mencapai 520 ribu ton per hari.
Kepala Disnak Jatim melalui Kabid Agribis, Rohayati mengatakan, pihaknya tidak akan melakukan impor sapi potong. Sebab populasi sapi potong di Jatim masih banyak. Bahkan masih bisa  memenuhi kebutuhan dari provinsi lain.
“Kalau sapi perah impor memang dibutuhkan karena permintaan pasar terhadap kebutuhan susu semakin besar, sehingga produksinya harus diperbesar pula,” katanya.
Memang saat ini sapi perah impor lebih baik dari pada sapi perah lokal, dengan pertimbangan faktor kemampuan produksi susu yang dihasilkan. Rata-rata kalau sapi perah lokal produksi susunya hanya 8 liter per hari. Sedangkan sapi perah impor mencapai 20 liter per hari.
Tahun ini, Pemprov Jatim akan mendatangkan sebanyak 490 ekor sapi perah asal Australia. Sehingga tinggal separuhnya saja yang belum datang. Jika dihitung idealnya Jatim memiliki 26 ribu ekor sapi perah. Untuk memenuhi hal itu, kira-kira dana yang dibutuhkan sekitar Rp 1 triliun. Dengan estimasi perhitungan produksi susu sapi perah impor 20 liter, kekurangan 520 ribu ton susu per hari nantinya akan tercukupi.
Sementara, lain halnya dengan besarnya nilai impor sapi dikhawatirkan dapat merugikan peternak sapi lokal dan menganggu target swasembada daging sapi nasional. Untuk itu, Kementerian Pertanian (Kementan) meminta impor sapi dan daging sapi tahun 2015 dikoreksi.
“Berdasarkan perhitungan kami, idealnya importasi sapi dan daging sapi hanya berada di kisaran 45.300 ton. Dengan perhitungan tersebut, impor hanya akan mencapai sekitar 10% dari total kebutuhan daging sapi yang mencapai 450.000 ton,” kata Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Syukur Iwantoro, Rabu (25/11).
Menurut dia, dengan program kerja dan target swasembada daging sapi yang dilakukan sejak tahun 2010 maka suplai sapi domestik sudah dapat memenuhi hingga 90%. Hal itu dapat tercapai dari hasil perbaikan, seperti Rumah Potong Hewan (RPH) serta pembenahan jalur distribusi sentra produksi dan konsumsi.
Angka rencana impor itu, ternyata jauh lebih sedikit dibanding hitungan kebutuhan Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (Apfindo) yang mencapai 640.000 ton atau meningkat 8,5% dibandingkan proyeksi tahun ini yang sebanyak 590.000 ton. “Peningkatan impor diperlukan karena adanya kenaikan kebutuhan daging sapi,” kata Direktur Eksekutif Apfindo, Joni Liano.
Joni mengatakan, kebutuhan sapi tahun depan bisa melonjak mencapai 3,4 juta ekor. Padahal, tahun ini, kebutuhan konsumsi daging sebanyak 3,1 juta ekor. Sayangnya, lanjut dia, peningkatan kebutuhan daging sapi tidak diimbangi dengan ketersediaan sapi siap potong dalam negeri. Walhasil, pengadaan sapi dari impor masih belum dapat di rem. “Yang dapat dipasok (sapi dari lokal) hanya 2,3 juta ekor,” kata Joni.
Dengan perhitungan tersebut, Joni bilang, tambahan pasokan sapi yang harus didatangkan dari impor idealnya mencapai 1,1 juta ekor. Melihat kondisi ini, Apfindo menyarankan agar perhitungan indikatif impor sapi pada tahun depan lebih tinggi dibandingkan tahun ini.
Di sisi lain, Syukur memperkirakan hingga akhir tahun, akan terjadi kelebihan impor daging mencapai 160.000 ton. Mengingat per Oktober, sudah ada 140.000 ton kelebihan impor. Walaupun begitu, kata Syukur, dampaknya tak terlihat pada penurunan harga daging. “Harga referensi tidak efektif menurunkan harga. Impor pun tidak efektif dan malah menimbulkan kerentanan terhadap kedaulatan pangan,” ujarnya.
Karena itu, Kementan berharap pemerintah segera mengevaluasi kebijakan importasi produk sapi menggunakan sistem referensi harga. Berdasarkan catatan Kementan, pada tahun 2012, harga daging sapi berada di kisaran Rp 76.900 per kilogram (kg). Sedangkan pada Juli tahun 2013, harga daging sapi terdongkrak ke Rp 90.000 per kg. Bahkan, setelah ditetapkan kebijakan referensi harga untuk impor, harga daging melejit hingga Rp 99.170 perkilogram. [rac]

Tags: