Jatim Tingkatkan Kewaspadaan Antraks

Wemmi Niamawati

(Jika Ada Ternak Mati, Laporkan)
Pemprov, Bhirawa
Adanya penyakit anthrax di Gunung Kidul Provinsi daerah Istimewa Yogyakarta, membuat Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur (Disnak Jatim) meningkatkan kewaspadaan dengan mengoptimalkan Pos Pemeriksaan Hewan yang ada di perbatasan, untuk melakukan pengawasan terhadap lalu lintas ternak antar provinsi.
Selain itu, kabupaten/kota di Jatim harus tetap waspada dengan menjaga wilayah ternaknya dari ancaman penyakit anthrak tersebut. “Penyakit antraks tersebut merupakan penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya,” kata Kepala Disnak Jatim, Wemmi Niamawati saat dikonfirmasi, Selas a (20/1).
Upaya lainnya yang dilakukan Provinsi Jatim yang itu mengoptimalkan Puskeswan (Pusat Kesehatan Hewan). Di Jatim memiliki 127 puskeswan yang tersebar di kabupaten/kota di JAtim yang melakukan pelayanan kesehatan hewan di tingkat kecamatan dan pedesaan.
Selain itu, Provinsi Jatim juga memiliki tiga laboratorium Kesehatan yang ada di Malang, Tuban dan Madura. “Tugas mereka melakukan surveillance penyidikan penyakit melalui pengambilan sampel untuk dilakukan pengujian. Dari ketiga laboratorium itu, terbagi untuk kabupaten/kota . Sehingga semua kabupaten/kota bisa langsung terlayani,” tandasnya.
Kendati demikian, lanjut Wemmi, sebenarnya di kabupaten/kota juga ada yang memiliki laboratorium, untuk itu diharapkan mereka juga rutin dalam melakukan pemeriksaan terhadap hewan ternak yang ad adi daerahnya.
Ia juga menyampaikan, di Jatim juga memiliki petugas paramedik veteriner dan dokter hewan atau medik veteriner sebanyak 970 orang yang ada di 38 kabupaten/kota baik di dinas maupun di tingkat kecamatan.
Mereka memberikan pelayanan kesehatan hewan dan penyuluhan. Selain itu, mereka juga memberikan pelaporan penyakit melalui Isikhnas yang integrasi dengan sistim informasi Kesehatan Hewan Nasional secara real time. “Bila ada penyakit langsung direspon dan segera melakukan tindakan,” katanya.
Segera Lapor Jika Ada Hewan Sakit/Mati
Disnak Jatim juga mengimbau pada masyarakat maupun peternak yang memiliki hewan ternak harus segera melaporkan jika hewan ternaknya mengalami sakit atau mati pada petugas yang ada di dinas peternakan. “Ingat ternak mati tidak boleh dipotong,” katanya.
“Pedagang ternak harus selalu mengikuti prosedur bila mengeluarkan ternak dari dan keluar Jatim. Ada rekom dan izin serta ada sertifikat veteriner atau surat keterangan kesehatan hewan dari dokter hewan berwenang daerah asal,” jelasnya.
Wemmi juga mengimbau pemotongan hewan harus dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH). “Karena di RPH, akan dilakukan pemeriksaan hewan sebelum dipotong dan sesudah dipotong atau antemortem dan post mortem oleh petugas peternakan atau pengawas kesehatan masyarakat veteriner,” paparnya.
Dikatakannya, setiap prosedur harus dilakukan dengan tepat, karena penyakit anthrax ini kadang tidak nampak dari luar. “Namun kalau sudah dipotong ada gejala limpa yang membesar 2 kali lebih dari normal. Jika ada kondisi tersebut, maka hewan ternak harus langsung dikubur dan tidak boleh dikonsumsi,” jelasnya.
Pemerintah Pusat atau Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Kementan juga memiliki Balai Besar Veteriner Wates di Jogya. “Balai Besar itu juga melayani Jatim yang masuk dalam ranah wilayahnya baik dalam hal penyidikan penyakit. Bahkan juga rutin untuk melakukan surveillance,” katanya. [rac]

Rate this article!
Tags: