Jurnalis Pelajar SMK MITA Mengaku Asyik Saat Liputan

Usai liputan upacara, para Jurnalis SMK MITA asyik berswafoto dengan Forkopimka Taman dan Paskibra.

Sidoarjo, Bhirawa
Jurnalis merupakan salah satu profesi yang kerap dianggap mudah, padahal pada hakikatnya jauh dari kata mudah. Seorang jurnalis harus rela menginvestasikan waktu, tenaga dan pikiran untuk terciptanya sebuah pemberitaan bagi khalayak.
Itulah yang dialami para jurnalis pelajar SMK Muhammadiyah 1 Taman (MITA), Sidoarjo.
Mereka juga mengaku harus berani, tanggap dan kritis. Menariknya, walaupun seperti itu rasanya, SMK MITA Sidoarjo sangat konsisten untuk mengembangkan Jurnalis-jurnalis muda atau jurnalis pelajar dalam lingkup sekolahnya.
Terbukti, dengan dibentuknya Jurnalistik SMK MITA pada tahun 2018 lalu. Dimana perkumpulan pers ini beranggotakan kurang lebih 25 Jurnalis muda. Terhitung sejak generasi perintis, hingga generasi pertama atau yang kerap disebut Knight Batch 1 terus berjalan lancar.
“Dengan dibentuknya Jurnalis pelajar ini dengan tujuan untuk mewadahi siswa-siswi SMK MITA yang ingin belajar menulis. Mereka yang berani bertanya, kritis, berani menyampaikan aspirasi, public speaking, public relation. Bahkan yang mau belajar dengan sungguh-sungguh diwadahi oleh sekolah,” ungkap Salsa Nabila Azzahra selaku Pimpinan Redaksi Jurnalistik SMK MITA.
Tidak hanya itu saja, beberapa crew Jurnalistik SMK MITA juga cukup sering meliput berbagai kegiatan baik di dalam maupun luar sekolah. Bahkan baru-baru ini, tiga orang crew Jurnalistik SMK MITA berangkat bertugas di Gedung Tani Puspa Agro untuk meliput kegiatan Upacara Peringatan HUT RI ke 74 bersama Camat Taman, Ali Sarbini.
“Aku rasanya deg-degan banget waktu liputan, apalagi ini pertama kali dan langsung ditugaskan buat wawancara Bapak Camat,” ungkap Reva Juniartanty selaku crew Jurnalistik Knight Batch 1, saat ditemui kemarin (22/8).
Mereka bertiga bersama dua orang crew lainnya, yakni Farah Fitriani dan Indriani Natasya juga menceritakan bahwa ketiganya merasa grogi, sekaligus takut.
“Aku takut enggak bisa ambil dokumentasi, enggak bisa maju kedepan untuk ambil gambar, takut dimarahin, ” ujar Farah. Sedangkan Indriani bercerita bahwa dirinya sangat grogi. Namun, perlahan-lahan juga mulai mampu menguasai groginya dan belajar untuk percaya diri.
“Aku mau mendapat tugas di lapangan, soalnya seru. Grogi, malu, takut cuma diawal, sisanya seru. Jadi aku bersedia kalau mendapat tugas lagi,” tutup Reva, Farah dan Indriani. [ach]

Tags: