Kades Tulungagung Minta Tunjangan Purna Bakti Rp 30 Juta

Puluhan kades se-Tulungagung memenuhi Ruang Rapat Paripurna Kantor DPRD Tulungagung saat mereka hearing dengan pimpinan dan Komisi A DPRD Tulungagung serta perwakilan OPD Pemkab Tulungagung, Senin (21/1).

Tulungagung, Bhirawa
Jelang berakhirnya masa bakti sebagai kepala desa (kades) pada tahun 2019, ratusan kades yang tergabung dalam Asosiasi Kepala Desa (AKD) Kabupaten Tulungagung meminta tunjangan purna bakti masing-masing Rp 30 juta.
Permintaan ini disampaikan saat puluhan kades di antara mereka melakukan hearing dengan pimpinan dan Komisi A DPRD Tulungagung serta perwakilan OPD Pemkab Tulungagung terkait di Kantor DPRD Tulungagung, Senin (21/1).
Selain itu, para kades juga meminta jadwal pemilihan kepala desa serentak pada tahun 2019 pelaksanaannya dilakukan pada tanggal 9 Juli 2019. Tidak bulan November 2019 seperti yang mereka dengar.
Wakil Ketua DPRD Tulungagung, Imam Kambali SE MSi, menyatakan permintaan kades tersebut tidak serta merta dapat diluluskan. Apalagi untuk tunjangan purna bakti Rp 30 juta tidak dianggarkan dalam APBD Tulungagung dan melebihi tunjangan purna tugas anggota DPRD Tulungagung yang hanya sekitar Rp 8 juta.
“Memang di APBD tidak dianggarkan. Pemberian tunjangan atau tali asih pada kepala desa bisa melalui APBDes,” ujarnya.
Sebelumnya, Eko Sudarmanto dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Tulungagung menyatakan sesuai Peraturan Bupati (Perbup) No. 27 Tahun 2016 tunjangan purna bakti bagi kades dan perangkat desa bisa diambilkan dari APBDes diluar pengelolaan tanah bengkok.
“Jadi sesuai kemampuan keuangan desa,” tandasnya.
Sempat terjadi adu argumen terkait pemberian tunjangan purna bakti kades tersebut. Kades tetap menginginkan tunjangan purna bakti karena sudah merasa berjasa dalam pemerintahan. Sementara, DPRD dan Pemkab Tulungagung berpatokan pada aturan yang ada.
Namun akhirnya perdebatan usai ketika Imam Kambali mengingatkan pengeluaran keuangan pemerintah yang tidak sesuai perundangan akan berimplikasi pada proses hukum.
“Kalau dulu (tahun 2013) ada pemberian bansos bagi (kades) yang purna, sekarang itu tidak diperbolehkan lagi,” terangnya.
Sengitnya perdebatan sempat pula terjadi saat membahas jadwal pelaksanaan pilkades serentak. AKD Tulungagung bertahan dan menyatakan harga mati untuk dilaksanakan tanggal 9 Juli 2019. Sementara Bagian Administrasi Pemerintahan Setda Kabupaten Tulungagung mengajukan jadwal pelaksanaan pilkades serentak pada 17 September 2019.
“Pelaksanaan pilkades serentak tanggal 9 Juli 2019 adalah harga mati. Keputusan ini sudah diambil dalam rapat AKD pada tanggal 14 Januari 2019,” tukas Kades Dukuh Kecamatan Gondang, Muhammad Sofwan .
Sedang Kabag Administrasi Pemerintahan Setda Kabupaten Tulungagung, Ir Usmalik, menyatakan penentuan tanggal dan bulan pelaksanaan pilkades yang diajukan Pemkab Tulungagung sudah melalui konsultasi dan pertimbangan aturan, kendati belum sepenuhnya final.
“Yang terpenting tidak mengurangi masa jabatan incumbent. Kalau dilaksanakan pada Juli 2019 masih ada 13 kepala desa yang masa jabatannya sampai November dan Desember 2019,” paparnya.
Rencananya, masalah jadwal pelaksanaan pilkades serentak akan dirapatkan kembali secara terbatas oleh DPRD Tulungagung dan Pemkab Tulungagung. Mereka akan berkonsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan bila ternyata nantinya harus berkonsultasi ke Jakarta perwakilan AKD Tulungagung bakal dilibatkan. (wed)

Tags: