Kasus Demam Berdarah Masih Tinggi, Surabaya Paling Rentan

2-dbDinkes Jatim, Bhirawa
Kasus Demam Berdarah (DB) di Jatim masih terbilang tinggi.  Tren penyakit  yang ditularkan nyamuk Aides Aigepty ini  meningkat pada kurun tahun 2013 hingga 80 persen dari tahun sebelumnya. Data Dinkes Jatim  menunjukkan kasus DB di Jatim tahun 2012 sebanyak 8.257 kasus dan naik menjadi 14.837 kasus. Kota Surabaya menjadi wilayah paling rentan penyebaran DB di Jatim.
Kepala Dinas Kesehatan Jatim, dr Harsono menyatakan, dari hasil evaluai Surabaya masih menjadi wilayah rawan DB di Jatim. Kasus DB di Surabaya mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Pada tahun 2013 mencapai 2.213 orang sementara tahun 2012 sebanyak  1.091 orang.
Selain itu untuk jumlah penderita meninggal akibat gigitan nyamuk Aedes Aegypti di Surabaya setiap tahunnya mengalami penambahan yaitu tahun 2012 sebesar 6 orang meningkat di tahun 2013 sebesar 15 orang. “Kenaikan penderita dan kematian di atas 100 persen hal ini harus segera diselesaikan oleh Surabaya,” ujarnya.
Harsono juga menyayangkan kondisi yang dialami Surabaya ini.  Sebagai kota terbesar di Jatim Surabaya harus memberikan contoh bagi kota/kabupaten lain dalam menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan, tapi pada kenyataannya justru dinyatakan sebagai daerah yang tertinggi dalam kasus DB.
”Jika kasus DB tidak segera diatasi maka Surabaya maka kesehatan warga kota pahlawan ini rentan terhadap penyakit,” terangnya.
Pria berkacamata ini mengungkapkan, setelah Surabaya, daerah yang menduduki peringkat kedua yaitu Kabupaten Malang dengan jumlah penderita DB mencapai 1.165 orang dengan pasien meninggal 17 orang. Sedangkan peringkat ketiga diduduki Jember dengan jumlah pasien sebesar 1.018 orang dan meninggal sebanyak 8 orang. “Jadi daerah Surabaya, Kabupaten Malang dan Jember sangat rawan dalam penularan penyakit DB di Jatim,” tututnya.
Kasi Pemberantasan Penyakit Dinkes Jatim, Setyo Budiono menyatakan, saat ini penularan penyakit DB di beberapa daerah mengalami peningkatan, hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya adalah pertumbuhan populasi nyamuk yang sangat tinggi dan musim.
“Penambahan populasi nyamuk ini tidak lain karena didukung oleh faktor hujan, sehingga musim penghujan pengembangbiakan nyamuk sangat tinggi,” ucapnya.
Selain itu menurutnya, faktor yang tidak kalah pentingnya dalam penularan penyakit DB dikarenakan faktor perilaku manusia. Banyak perilaku yang kurang benar yang diterapkan seseorang ketika musim hujan seperti tidak membuang dan mengubur sampah kaleng dan sejenisnya, menutup tempat air atau tendon air. “Jadi perilaku 3 M (menguras, mengubur dan menutup)  ini harus dibiasakan seseorang jika tidak ingin tertular penyakit DB” tambahnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, penyakit DB merupakan panyakit yang mematikan kerena keberadaanya harus diantisipasi dan dihilangkan. Penyakit DB tidak hanya menyerang anak-anak atau remaja melainkan orang tua juga berpotensi besar untuk diserang. “Gigitan nyamuk Aedes Aegypti ini tidak pilih-pilih orang, sehingga siapapun akan terkena gigitan nyamuk mematikan ini,” jelasnya. [dna]

Keterangan Foto : Upaya dinas kesehatan dalam memberantas bibit nyamuk. [dna/bhirawa]

Tags: