Kasus KDRT Selesai di Rumah Restoratif Justice

Kasus KDRT selesai di rumah Restoratif Justice.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Sejak Januari Hingga Juli, Tercatat 15 Kasus Yang Masuk

Pemkot Probolinggo, Bhirawa
Suasana haru mewarnai rumah Restoratif Justice (RJ) di Kecamatan Kanigaran. Pasalnya, perkara penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) itu bisa terselesaikan di luar persidangan.

Prosesi penghentian tuntutan perkara tersebut. Dipimpin langsung Kepala Kejaksaan Negeri Kota Probolinggo Hartono, didampingi Kasi Pidana Umum Dymas Aji Wibowo dan penuntut umum Meta Yulia Kusumawati. Hadir pula Camat Kanigaran Agus Rianto, Lurah Sumber Taman, perwakilan dari Koramil, polresta, ketua RT 02 , RW 08 Kelurahan Sumber Taman, serta kedua belah pihak yang berperkara.

Kajari Hartono, Kamis (11/8) menuturkan jika sebelumnya telah dilakukan proses mediasi antara tersangka Tomy Angga Kusuma dengan korban, Serlina yang merupakan mantan istrinya. Dengan disaksikan tokoh masyarakat setempat dan penyidik mereka berdamai dengan syarat.

“Proses penyelesaian di rumah restoratif justice ini tidak dikenai biaya apapun alias gratis. Dari 3 perkara yang diajukan ke Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), hanya satu yang disetujui yaitu perkara KDRT ini,” urainya.

Untuk memperoleh proses penghentian penuntutan harus memenuhi beberapa persyaratan. Diantaranya termasuk perkara ringan, ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun, pelaku baru pertama kali melakukan tindak pidana tersebut dan kerugian negara tidak lebih dari Rp 2,5 juta. Selain itu juga harus ada kesepakatan damai yang disetujui oleh kedua belah pihak tanpa ada paksaan.

“Saya berharap rumah restoratif justice tidak hanya di Kecamatan Kanigaran saja, tapi juga bisa dibentuk di kecamatan lainnya. Mengingat keberadaan RJ ini bisa dimanfaatkan untuk menyelesaikan perkara ringan tanpa harus melalui persidangan atau hukuman di balik jeruji besi. Karena bisa diselesaikan secara damai, ” pintanya.

Sementara itu Tomy berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya kembali, sedangkan Serlina sudah memaafkan perbuatannya. Tomy yang didampingi ibunya menangis haru karena sudah dibebaskan dan dihentikan proses tuntutannya.

“Terima kasih kepada bapak Kajari dan semua pihak sehingga saya dibebaskan hari ini. Terutama ibu saya. Mohon maaf ibu, karena menyusahkan ibu akibat perbuatan saya ini. Saya berjanji tidak akan mengulanginya,” ujarnya sambil menangis. Selanjutnya prosesi pelepasan rompi tahanan kejaksaan serta foto bersama sebagai bukti penyelesaian kasus ini.

Kasus kekerasan seksual di Kota Probolinggo terhitung minim di tahun ini. Berdasar data Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Probolinggo, di tahun 2022 ini sejak Januari hingga Juli, tercatat 15 kasus yang masuk.

Salah satu pendamping P2TP2A Kota Probolinggo Saiful Anwar mengatakan, 15 kekerasan seksual itu bermacam-macam jenisnya. Selain kekerasan seksual terhadap anak, ada juga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), yang dalam hal ini kebanyakan korbannya adalah perempuan.

Anwar menilai, kekerasan tahun ini memang terhitung sedikit. Menurutnya, giat sosialisasi terhadap masyarakat oleh P2TP2A berbuah hasil. Sosialisasi itu menekan kekerasan seksual di Kota Probolinggo. Namun, tak menutup kemungkinan sedikitnya angka kekerasan seksual tahun ini, karena korban enggan melapor pada P2TP2A.

“Tahun ini bisa dibilang sedikitlah yang masuk. Namun, meski sedikit, sosialisasi menekan tindakan-tindakan itu tetap menjadi perhatian kami,” ujarnya Kamis (11/8). Keengganan itu biasanya disebabkan adanya stigma miring di masyarakat. Menurut Anwar, korban cenderung takut untuk melapor karena pelaku biasanya adalah orang terdekatnya. Jadi, korban memiliki pemikiran bahwa tindakan tak senonoh yang korban terima bukanlah kekerasan seksual.

Stigma lainnya seperti korban merasa takut terkucilkan dari masyarakat. Ada pemikiran-pemikiran seperti korban tindakan asusila adalah hal yang menjijikan. Alhasil korban diejek bahkan dijauhkan. Faktor-faktor inilah yang membuat korban akhirnya memilih membungkam.

Padahal apabila ada korban yang melapor, P2TP2A siap melayani dengan menjaga seluruh privasi korban. Korban juga akan mendapatkan penanganan dan pendampingan trauma psikis. “Kami mengikuti kemauan korban. Apa yang dibutuhkan oleh korban, kami akan sediakan,” tuturnya.

Jumlah kasus kekerasan pada perempuan yang diterima Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di Kota Probolinggo cenderung menurun. Selama tujuh bulan, ada tujuh laporan. Pendamping P2TP2A Kota Probolinggo Saiful Anwar mengungkapkan, jumlah itu menurun dibandingkan tahun lalu. Sampai akhir Desember 2021, ada 24 laporan kekerasan perempuan, lanjutnya.

Namun, sama seperti tahun lalu, kekerasan yang dialami oleh perempuan didominasi oleh kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Ada pula kekerasan seksual, seperti pelecehan. Namun, jumlahnya hanya dua laporan. “KDRT masih mendominasi. Tapi, jumlahnya memang menurun kalau dibanding tahun lalu. Sampai akhir Juli ada tujuh laporan,” ungkapnya.

Saat ada laporan KDRT yang diterima oleh P2TP2A, biasanya dikarenakan adanya perselisihan antara suami dengan istri. Karena emosi, terkadang pelaku melakukan kekerasan pada korban dengan memukul hingga menampar anggota badan. P2TP2A pun menyiapkan rumah aman bagi para korban yang takut pulang ke rumah selama proses laporan dan pendampingan. Mereka bisa tinggal di rumah aman sampai laporan tersebut rampung diproses. Identitas dari pelapor juga dirahasiakan. “Untuk menghilangkan trauma, korban kami ajak ngobrol di lokasi yang nyaman. Seperti di kafe agar tidak terlalu tegang,” ungkapnya.

Pihaknya berharap agar masyarakat yang menjadi korban kekerasan segera melapor agar bisa cepat tertangani. Sebab, terkadang ada korban yang ketakutan saat melapor karena pelaku adalah orang terdekat. “Kami menjamin keamanan korban dari pelaku. Selama pendampingan hingga rampung, korban tidak dikenakan biaya sepersen pun,” tambah Anwar.(Wap.gat)

Tags: