Kasus Sampah Benowo, KPK Akan Selidiki Pemkot Surabaya

Pengelolaan sampah Benowo menyisakan masalah. LPAI menduga proyek pengelolaan sampah di TPA Benowo antara Pemkot Surabaya dengan PT Sumber Organik telah merugikan negara karena aturan pembayaran tipping fee yang digelontorkan dari APBD Surabaya sejak 2012 sama sekali belum diatur dalam Perda.

Pengelolaan sampah Benowo menyisakan masalah. LPAI menduga proyek pengelolaan sampah di TPA Benowo antara Pemkot Surabaya dengan PT Sumber Organik telah merugikan negara karena aturan pembayaran tipping fee yang digelontorkan dari APBD Surabaya sejak 2012 sama sekali belum diatur dalam Perda.

Risma Ajak Masyarakat Tak Terpancing
Surabaya, Bhirawa
Ketua DPD Lembaga Pengawas Anggaran Indonesia (LPAI) Ismet Rama mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turun langsung ke Kota Surabaya. Pihaknya melaporkan Pemkot Surabaya terkait pelaksanaan proyek investasi pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo semasa dipimpin Tri Rismaharini dan Wakilnya Whisnu Sakti Buana yang saat ini kembali mencalonkan Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
“Kami terus mendesak KPK untuk turun langsung ke Kota Surabaya untuk memeriksa Pemkot Surabaya. Karena yang kami laporkan itu Pemkot Surabaya,” kata Ismet Rama saat dihubungi Bhirawa melalui ponselnya, Rabu (2/12) saat masih berada di Jakarta.
Ismet mengklarifikasi, bahwa pihaknya tidak melaporkan pasangan calon Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Whinu Sakti Buana ke KPK. Namun, tegas Ismet, laporan berikut bukti yang sudah diserahkan ke lembaga anti rasuah kemarin merupakan dokumen dugaan korupsi kerjasama pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo antara Pemkot Surabaya dengan PT Sumber Organik (SO).
“Media dan masyarakat jangan keliru, yang kami laporkan ke KPK adalah dugaan korupsi pengelolaan sampah di TPA Benowo Surabaya, bukan calon Wali Kota Surabaya Bu Risma,” pungkas Ismet.
Ia menerangkan, bahwa dirinya melaporkan ke KPK sebagai peringatan tegas untuk Pemkot Surabaya. Selain itu, hal ini juga sebagai peringatan bagi warga Kota Surabaya kalau ini tidak ada kaitannya dengan Pilkada. “Ini bukan black campaign. KPK menanggapi dengan sangat serius dan secepatnya akan turun langsung untuk menangani masalah ini. Karena target mereka (KPK, red) menyelidiki dan terjun langsung,” paparnya.
Menurut Ismet dugaan penyalahgunaan wewenang dan keuangan dalam kerjasama sitem Build Operate Transfer (BOT) antara Pemkot Surabaya dengan PT SO tersebut merupakan kasus yang sudah lama menjadi sorotan media dan LSM. Ini karena aturan pembayaran tipping fee yang digelontorkan dari APBD Surabaya sejak  2012 sama sekali belum diatur dalam Peraturan Daerah (Perda).
Dikatakan Ismet, prosedur dan tata cara pembayaran tipping fee dalam pengelolaan sampah di TPA Benowo diduga mengarah pada korupsi dan gratifikasi kepada pihak yang turut serta di balik proses itu. Pasalnya, sejak perjanjian pengelolaan TPA Benowo ditandatangani Risma pada 2012 lalu, aturan pembayaran tipping fee sama sekali tidak diatur dalam Perda.
Menurut Ismet hingga kini sebanyak Rp 78 miliar telah dikeluarkan dari APBD Surabaya untuk membayar tipping fee pengelolaan TPA Benowo. Proyek pengelolaan sampah, lanjut Ismet, yang dimenangkan PT SO diduga kuat berpotensi merugikan negara. “Sudah dua kali terjadi pembayaran tipping fee oleh Pemkot Surabaya yang diduga memberikan modal kepada PT SO,” tandasnya.
Ismet menuturkan tujuan LPAI Jatim membawa kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dan keuangan dalam proyek pengelolaan sampah di TPA Benowo Surabaya tersebut agar kasus tersebut segera ditindak lanjuti oleh aparat penegak hukum.
“Kami sangat ingin kasus ini diusut tuntas sebab ada banyak kejanggalan. Kami juga sangat berharap kepada siapa pun yang terpilih sebagai Wali Kota Surabaya nantinya bisa menghentikan proyek TPA Benowo sebab sangat merugikan keuangan negara (daerah),” ujarnya.
Disinggung adanya muatan black campaign dalam laporannya ke KPK tersebut, Ismet membantah keras. Menurutnya, penyebutan nama Risma dalam pemberitaan di media massa pasca laporan di KPK kemarin tersebut merupakan bentuk kejelian wartawan dalam meliput berita.
Kendati begitu Ismet tidak menampik bahwa ada keterlibatan pasangan calon Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Whisnu Sakti Buana dalam kerjasama BOT pengelolaan sampah di TPA Benowo tersebut.
“Laporan kami ke KPK ini memang rentan disebut black campaign karena ada keterlibatan dan peran dua pejabat tersebut. Sebab Waktu itu, Pak Whisnu Sakti Buana menjadi Ketua Pansus nya di DPRD Surabaya. Sedangkan Bu Risma sebagai Wali Kota Surabaya yang menyetujui pencairan anggaran. Memang yang kami lakukan ini mudah dipelintir sebagai black campaign karena laporan menjelang Pilkada. Tetapi ini bukan black campaign. Kasus TPA Benowo sudah bukan menjadi rahasia di Surabaya,” tegas Ismet.
Sementara proyek BOT investasi pengelolaan sampah di TPA Benowo telah mulai dikerjakan oleh pemenang tender PT SO dari sumber dana APBD Pemkot Surabaya sejak 2011, dan terus berjalan hingga 20 tahun ke depan.  Pemkot Surabaya baru menerbitkan Perdanya pada  2014, yaitu Perda Kota Surabaya No 5 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah dan Kebersihan di Kota Surabaya.
Itupun Perda Kota Surabaya No 5 Tahun 2014 sampai hari ini belum menindaklanjutinya dengan menerbitkan Peraturan Walikota (Perwali) terkait ketentuan tentang tata cara pemberian insentif dan disinsentif pengelolaan sampah yang dikerjakan oleh PT SO.
“Karena Perdanya baru diterbitkan pada 2014 dan bahkan Perwalinya sampai sekarang belum diterbitkan, maka proses tender yang dimenangkan PT SO ini telah melanggar dua perundang-undangan yang telah kami ulas di atas, sehingga pengeluaran uang negara  sejak 2011 yang telah terserap untuk penyelenggaraan proyek ini bisa dikategorikan tindak pidana korupsi,” paparnya.

Anggap Serangan Pilkada
Seminggu jelang coblosan Pilkada (Pemilukada) Surabaya, pasangan calon nomor urut dua Tri Rismaharini-Whisnu Sakti Buana mengingatkan warga Kota Surabaya  agar lebih waspada terhadap upaya-upaya black campaign.
Risma mengungkapkan, dari informasi yang dia terima, saat ini ada pihak-pihak terus melakukan serangan terhadap paslon nomor urut dua. Karena itu, dia mengajak warga Surabaya untuk tidak terpancing. “Saya ingatkan warga Surabaya agar tidak terkecoh dengan kampanye hitam. Sebab sekarang sudah ada indikasi munculnya politik uang,” kata Risma kemarin.
Dia menyebut, indikasi politik uang itu di antaranya dengan adanya pihak yang minta pemilih perempuan untuk tidak datang ke TPS saat coblosan 9 Desember. Ajakan agar tak usah datang ke TPS itu disertai iming-iming uang Rp 50.000.
“Pemberi uang itu mengatakan kepada ibu-ibu, ngapain datang ke TPS toh Risma pasti menang. Jadi nggak perlu nyoblos, Risma sudah menang. Bagi yang bersedia, akan diberi uang,” ungkapnya.
Sedangkan untuk para lelaki, lanjut dia, dipersilakan datang ke TPS untuk memberi hak suaranya. Namun, bagi mereka yang bersedia memotret kertas suara yang sudah dicoblosnya, juga diiming-imingi imbalan sejumlah uang. “Mereka (kaum laki-laki) diminta memotret surat suara yang sudah dicoblos. Lalu fotonya bisa ditukar dengan uang,” ujar Risma.
Upaya kampanye negatif yang juga dia terima, lanjut Risma, soal informasi yang menyudutkan dirinya. Informasi itu menyebutkan, Risma akan menutup sekolah-sekolah swasta di Surabaya jika menjabat wali kota. “Masak saya dituduh mau menutup sekolah swasta. Adanya demo guru sekolah swasta di dewan kemarin itu, dijadikan alat untuk menjelek-jelekkan saya,” tandasnya.
Sementara itu, Sekretaris Tim Pemenangan Risma- Whisnu  Adi Sutarwijono mengakui, pasangan yang diusung PDI Perjuangan kerap diisukan negatif. Menurutnya, ada pihak-pihak yang merasa tak senang dengan tingginya elektabilitas pasangan petahana tersebut.
Beredarnya black campaign terhadap Risma-Whisnu, sebut Awi, sapaan akrabnya, sengaja diembuskan untuk menggoyang potensi keterpilihan Risma-Whisnu. “Isu-isu murah itu disusun untuk menggerogoti keterpilihan. Incumbent kan tak seratus persen sempurna,” kata Awi.
Dia menilai, munculnya isu negatif yang memojokkan pasangan Risma-Whisnu sebagai kewajaran, apalagi menjelang pelaksanaan Pilkada. “Cara menggoyang calon kuat, biasanya mencari isu-isu negatif yang sifatnya subjektif,” jelas Awi.
Pria yang juga Wakil Ketua Komisi A DPRD Surabaya itu menambahkan, upaya lain yang tergolong black campaign adalah dengan membuat skenario kasus yang seolah-olah pelakunya adalah pasangan Risma-Whisnu. “Bisa jadi ada pembagian sembako yang diberi label Risma-Whisnu. Kemudian, pelakunya mereka tangkap sendiri,” katanya.
Pihak lain yang berkepentingan dalam Pilkada, ungkap Awi, berupaya mencari celah Risma-Whisnu yang bisa menggerakkan emosi masyarakat. “Jika ada hal-hal yang sifatnya emosional kan paling cepat daya dorongnya,” terang dia.
Meski demikian, dirinya yakin, masyarakat Surabaya sudah sangat cerdas dalam menentukan pilihannya pada Pilkada nanti. Dia yakin masyarakat gampang terpengaruh berbagai upaya kampanye hitam yang menyudutkan pasangan Risma-Whisnu. “Masyarakat di Surabaya sudah cerdas, memahami isu-isu negatif itu dan bisa menentukan pilihan sesuai keinginannya sendiri,” papar alumnus FISIP Unair ini. [geh]

Tags: