Kawasan Hijau di Sidoarjo Diduga Demi Siasati Pajak

Kawasan HijauSidoarjo, Bhirawa
Pendapatan pajak tanah yang seharusnya masuk ke APBD Sidoarjo menjadi sumber yang diandalkan bila status tanah hijau (pertanian), menjadi kuning (bisnis dan perumahan) ditempatkan secara proporsional.
Ketua Pansus RTRW/RDTRK, Dhamroni Chudlory, Senin (4/5) kemarin, mensinyalir ada ratusan hektar lahan yang puluhan tahun dibiarkan pemiliknya, menjadi lahan hijau agar bisa membayar PBB dengan murah. ”Masak lahan 34 hektar pembayaran PBB nya Cuma Rp5 juta per tahun,” ungkapnya.
Lahan yang dimiliki pengusaha otomotif merek Eropa itu berada di Wonoayu yang dikuasai lebih dari 20 tahun. Pemkab mestinya tegas terhadap pemilikan seperti itu, pengusaha menguasai lahan seluas itu untuk dijadikan apa. Atau tetapkan saja lahan yang berada di Jl Raya Wonoayu-Sukodono menjadi lahan hijau.
Sehingga mekanisme pembayaran PBB ikut status lahan kuning. Pintarnya pengusaha agar bisa membayar pajak ringan disiasati dengan meminjamkan lahan itu ke petani. Sehingga terkesan lahan itu bisa menguntungkan petani.
Kasus yang ditemukan bukan hanya di Wonoayu saja, tetapi ada juga lahan 10 hektar sampai 20 hektar di tempat lain yang dimiliki investor tak digunakan secara benar dengan maksud untuk menghindari pajak. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat di Sidoarjo, mulai terjadi pergeseran dari lahan hijau menjadi abu-abu dan akhirnya kuning. Petugas dinas di sektor ini harus bisa mengantisipasi perkembangan ini, agar sektor pajak bisa digali secara optimal.
Tidak bisa ketaatan membayar pajak dikenakan kepada masyarakat kecil-menengah, tetapi justru pengusaha besar yang dengan berbagai taktiknya mencoba berkelit membayar pajak yang layak. Selain sektor tanah, PAD dari Mamin (makanan minuman) juga masih bisa digenjot. Untuk mengetahui potensi pendapatan rumah makan bisa dilacak dari beaya belanja rumah makan itu. ”Dari situ bisa diketahui angkanya,” ucapnya.
Sumber lain, menyebutkan, Pemkab juga abai terhadap pelanggaran status lahan. Di Kec Porong terdapat kawasan hijau yang ternyata digunakan untuk pembangunan perumahan. Kawasan yang seyogjanya untuk pertanian dirubah menjadi bisnis. Sedangkan kawasam bisnis dijadikan pertanian. Persoalannya menjadi tumpang tindih akibat lemahnya pengawasan. ”Bila pelanggaran kawasan ini diabaikan pemerintah, maka kewibawaan pemerintah menjadi merosot,” ungkapnya. [hds]

Tags: