Kecurangan Masih Terjadi, Kaji Sanksi Pengawas UN

Kepala Puspendik Moch Abduh saat jabarkan hasil evaluasi UNBK 2019.

Puspendik Gunakan Digital Forensik untuk Deteksi
Surabaya, Bhirawa
Kecurangan dalam Ujian Nasional Berbasis Komputer masih menjadi perhatian khusus bagi Kemdikbud. Evaluasi dilakukan setiap tahunnya untuk meminimalisir dan mencegah kejadian yang sama. Jika ada siswa yang melakukan kecurangan maka sanksi berat dan nilai nol untuk mata pelajaran yang curang. Begitupun dengan pengawas yang sengaja membiarkan maupun ikut dalam kecurangan juga akan mendapatkan sanksi berat dalam pemberhentian tugas.
Namun, tahun ini Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Kemdikbud akan mengkaji ulang sanksi berat bagi pengawas. Pasalnya, sanksi berat yang selama ini diberikan dinilai tak membuat jera. Kepala Puspendik Kemdikbud, Moch Abduh PhD menuturkan, jika pihaknya selalu belajar dari setiap kejadian dan masalah saat ujian nasional di tahun – tahun sebelumnya.
“Kecurangan itu tidak hanya ujian nasional berbasis kertas. Yang berbasis computer pun masih bisa dicurangi,” tutur dia.
Abduh mencontohkan, dengan memotret soal yang ada di layar komputer dengan handphone. Kemudian mengirimkannya ke joki. Sehingga menjadi viral dan tersebar di berbagai media sosial. Pihaknya mengakui, jika sistem yang dimiliki sudah canggih untuk mendeteksi kecurangan.
“(Puspendik) sudah jauh lebih pintar ya. Akan ketahuan yang motret itu dari sekolah mana, di kelas mana, di kelas apa dan duduk di mana dan sebagainya. Kita bisa deteksi itu dengan digital forensic. Jadi jangan main – main dengan kecurangan,” jabarnya.
Karena kasus kecurangan terjadi di setiap Ujian Nasional dan berbagai daerah, sambung dia, memang tidak hanya atas kesalahan siswa tapi juga atas keteledoran pengawas.
“Kenapa handphone bisa lolos masuk ke ruang ujian. Ini kan karena gurunya yang teledor. Karenanya kami akan tindak tegas juga,” tukas Abduh.
Itu dilakukan, untuk menerapkan prinsip – prinsip kejujuran. Karena kecurangan adalah sebuah pelanggaran berat. ”Itu banyak terjadi di Jatim, makanya saya minta ke depan itu tidak akan lagi terjadi,” katanya.
Oleh karenanya, pihaknya pun berharap agar Ujian Nasional bukan hanya sekedar skor dan pemetaan. Akan tetapi juga lebih pada perbaikan kurikulum. Dengan begitu, sekolah dan dinas pendidikan setempat bisa belajar dari hasil ujian nasional sebelumnya.
“Kalau rata – rata rendah, berarti ada kurikulum yang harus diperbaiki. Jadi, Ujian Nasional itu hasilnya bisa dipakai rujukan,” ungkapnya.
Di samping itu, katanya, pelaksanaan Ujian Nasional kedepan juga diharapkan bisa menggunakan computer khusus SMP dan SMA/SMK. Di Jawa Timur pun, di harapkan bisa lebih meningkatkan sekolah yang melaksanakan UNBK dibanding tahun sebelumnya.
“Kami sadar di Jatim ini agak sulit karena ada daerah kepulauan yang jaringan internetnya minim.Tapi, kabarnya sudah bisa diatasi agar bisa 100% menggunakan komputer,” ujarnya
Sekedar informasi, pada tahun ajaran 2018/2019, Ujian Nasional diikuti 8.3 juta peserta dari 103 ribu satuan pendidikan. kemungkinan, jumlah itu tak jauh berbeda di tahun 2019/2020. ”Jumlah ini sangat besar dan tidak ada negara manapun di dunia yang peserta ujiannya sebanyak itu dan sudah terstandart,” tegasnya. [ina]

Tags: