Kejati Selidiki Dugaan Korupsi Retribusi Tera Ulang SPBU

SPBU di Jl Soekarno - Hatta  Kota Madiun saat melayani pelanggan, Rabu (17/12).

SPBU di Jl Soekarno – Hatta Kota Madiun saat melayani pelanggan, Rabu (17/12).

Madiun, Bhirawa
Tim Satuan Khusus (Satsus) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kejaksaan Tinggi Jatim melakukan penyelidikan dugaan korupsi retribusi tera ulang SPBU yang dilakukan sejumlah UPT Kemetrologian di Jawa Timur. Termasuk UPT Kemetrologian Madiun.
Sesuai rencana, petugas Satsus melakukan pemeriksaan terhadap pemilik SPBU se-eks Karesidenan Madiun, mulai Selasa (16/12) hingga Kamis (18/12). Para pengusaha SPBU diperiksa di kantor Kejaksaan Negeri Madiun yang berada di Jalan Pahlawan Kota Madiun.
Menurut sumber di lingkungan Kejaksaan Negeri Madiun, selain beberapa pengusaha SPBU, Tim Satsus juga sudah memeriksa tiga orang pegawai UPT Kemetrologian Madiun. Mereka dimintai keterangan seputar dugaan korupsi retribusi alat ukur SPBU.
Indikasi awal, restribusi dikenakan kepada para pemilik SPBU tidak sesuai dengan Perda Jatim. Berdasarkan Perda Jatim Nomor 1Tahun 2012 tentang Retribusi Daerah, biaya tera per nozzle di pompa SPBU sebesar Rp 200.000. Sebelumnya, dalam Perda Jatim Nomor 6 Tahun 2002 tentang Retribusi Biaya Tera/Tera Ulang dan Kalibrasi Alat-Alat Ukur, Takar Timbang, dan Perlengkapannya serta Pengujian Barang dalam Keadaan Terbungkus Kalibrasi, biaya tera hanya sebesar Rp20.000 per nozzle.  Namun di lapangan, pengusaha ditarik lebih mahal dari Perda.
Sejumlah pengawas dan pemilik SPBU saat di konfirmasi mengatakan, pihaknya hanya diminta Tim Satsus untuk mengisi kuisioner menyangkut berbagai hal soal tera ulang alat ukur SPBU.
“Setelah itu kami juga diminta untuk menyerahkan alat bukti yang kami miliki untuk dipinjam petugas Kejati,” kata salah satu pemilik SPBU yang enggan disebutkan namanya, Rabu (17/12).
Menurutnya lagi, sejak 2007-2012, tera ulang dilakukan petugas UPT Kemetrologian Madiun. Namun hanya diberikan kuitansi yang ditandatangani petugas, tanpa stempel resmi. Namun, sejak 2013-2014, pemilik SPBU diberi dua lembar dengan logo dan stempel resmi UPT Kemetrologian Madiun.
Informasi lain menyebutkan, jika tarif retribusi tera ulang alat ukur SPBU per selangnya (nozzle) sebesar Rp20 ribu. Namun pemilik SPBU yang memiliki 6 nozzle, dikenakan biaya sebesar Rp 1.075.000. Padahal seharusnya hanya Rp120 ribu.
“Itu tarif 2010-2012 silam. Tapi sejak 2013 dan 2014, SPBU punya saya dikenakan Rp 800 ribu lebih. Saya jadi heran,” tambah sumber tadi.
Wakil Ketua DPC Hiswana Madiun Agus Wiyono, menampik keras jika ada anggapan dugaan korupsi pada tera ulang karena adanya permainan pihak SPBU. Alasannya, petugas Kemetrologian Madiun tidak pernah memberikan bukti pembayaran semestinya sebelum 2013.
“Keterangan pemilik SPBU, selama ini langsung membayar begitu saja atas retribusi tera ulang. Jadi tidak pernah disodorkan nilai sesungguhnya Kami rasa tidak ada permainan antara pemilik SPBU dengan pihak Kemetrologian. Karena mayoritas pemilik SPBU langsung membayar begitu saja,”kata Wakil Ketua DPC Hiswana Madiun Agus Wiyono.
Sementaraitu, jajaran UPT Kemetrologian Madiun saat didatangi wartawan hanya ditemui seorang staf. Begitu mengetahui maksud kedatangan wartawan, staf itu langsung menolak memberikan keterangan.
“Jika bertanya soal itu, silakan ke kantor Surabaya saja, kami di sini tidak berwenang memberikan keterangan kepada wartawan,” dalih staf UPT Kemetrologian Madiun Moch Tauchid kepada wartawan. [dar]

Tags: