Kenaikan Cukai Rokok Diharapkan Bisa Batasi Perokok Usia Remaja

Kepala Kanwil DJBC Jatim II Oentarto Wibowo saat melakukan zoom meeting dengan para wartawan se-Malang Raya. [cahyono/Bhirawa]

Kab Malang, Bhirawa
Pemerintah Pusat melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada 1 Februari 2021 menaikan tarif cukai rokok. Sedangkan kenaikan cukai rokok itu untuk mengantisipasi perokok usia remaja, atau yang baru menginjak usia antara 10-18 tahun. Sehingga hal itu sebagai salah sebab, bahwa Kemenkeu menaikan tarif cukai rokok.

Menurut, Kepala Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Kanwil DJBC) Jawa Timur II Oentarto Wibowo, Minggu (31/1), kepada sejumlah wartawan, kenaikan cukai rokok tersebut berdasarkan data bahwa ada sebanyak 3,2 juta anak yang baru menginjak remaja sebagai perokok atau 9,1 persen dari jumlah perokok, dan mereka berada di usia 10-18 tahun. Sedangkan kenaikan cukai rokok yang akan kita berlakukan besok pada 1 Februari 2021, dengan rata-rata kenaikan sebesar 12,5 persen.

“Sebelumnya, Pemerintah Pusat pada tahun 2020 sudah menaikan cukai rokok mencapai 23 persen. Sehingga dengan kenaikan cukai rokok di tahun ini, agar membatasi perokok yang baru menginjak remaja,” tuturnya.

Oentarto menjelaskan, pertimbangan menaikan cukai rokok pada 2021 ini, ada lim aspek, seperti kesehatan terkait prevalensi perokok, tenaga kerja di industri hasil tembakau, petani tembakau, peredaran rokok ilegal, dan penerimaan hasil cukai. Sedangkan dari lima aspek itu, karena pemerintah berupaya menciptakan kebijakan tarif cukai hasil tembakau, yang inklusif. Misalnya, melalui aspek kesehatan, kenaikan tarif akan menaikan harga jual, yang akan berdampak pada pengendalian konsumsi rokok, khususnya pada usia remaja.

“Prevalensi merokok secara umum mencapai 33,8 persen, bisa turun 33,2 persen di tahun 2021. Sehingga dirinya berharap ada penurunan prevalensi merokok anak golongan usia 10-18 tahun. Dan targetnya turun jadi 8,7 persen di tahun 2021, dari 9,1 persen di tahun 2020,’’ ujar dia.

Kenaikan cukai rokok, kata dia, yakni untuk Sigaret Kretek Mesin (SKM), yang kenaikannya berbeda. Seperti SKM golongan I naik 16,9 persen, golongan IIA naik 13,8 persen dan untuk golongan IIB 15,4. Sedasngkan untuk Sigaret Putih Mesin (SPM) kenaikannya 18,4 persen untuk golongan I, golongan IIA 16,5 persen, golongan IIB sebesar 18,1 persen. Namun, pemerintah tidak menaikan tarif cukai Sigaret Kretek Tangan (SKT). Karena pertimbangan saat ini situasi Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19), dan serapan tenaga kerja oleh Industri Hasil Tembakau (IHT) menjadi alasan.

”Apalagi SKT berkontribusi besar dalam penyerapan tenaga kerja, yang jumlahnya mencapai 158.552 orang. Dan selain itu, kenaikan cukai rokok tersebut akan bisa menggempur rokok ilegal. Karena dalam tiga tahun terakhir ini, rokok ilegal cenderung meningkat,” ungkap Oentarto.

Disebutkan, pada tahun 2018 lalu, telah ditemukan 21 juta batang rokok ilegal, lalu tahun 2019 berikutnya naik menjadi 22 juta batang rokok. Dan begitu juga tahun 2020 jumlah rokok ilegal semakin naik yakni mencapai 27 juta batang rokok ilegal. Sedangkan untuk mengantisipasi perederan rokok ilegal, maka pihaknya terus meningkatkan operasi pemberantasan rokok ilegal, yang kita beri nama Operasi Gempur Rokok Ilegal.  

Meski pemerintah menaikan cukai rokok, lanjut Oentarto, pihaknya tetap optimis bisa menaikan target pendapatan. Seperti pada tahun 2020, Kanwil DJBC Jatim II Malang, bisa mengumpulkan penerimaan negara dari hasil cukai sebesar Rp 49,88 triliun, dari target Rp 47 triliun. Dan dirinya sangat yakin, jika pemerintah daerah akan mendukung seluruh upaya kami dalam mendukung pemberantasan rokok ilegal. “Sebab, pada tahun 2020 pihaknya telah melakukan penindakan terhadap 27,8 juta batang rokok ilegal dan 427.895 gram Tembakau Iris (TIS), dengan potensi kerugian negara sebesar Rp 13,7 miliar,” tandas dia. [cyn]

Tags: