Kendalikan Konten Pornografi

Konten PornografiKonten pornografi ternyata semakin digandrungi oleh masyarakat Indonesia. Jago dalam hal mengunduh konten vulgar. Kini sudah menjadi terbesar kedua di dunia (dibawah AS, Amerika Serikat). Namun manakala di-kurs dengan jumlah user internet, maka “keinginan” membuka konten vulgar lebih tinggi. Indonesia menjadi tertinggi di dunia. Apakah libido masyarakat Indonesia lebih besar?
Berdasar mitos maupun ilmu pengetahuan, libido masyarakat Indonesia sebenarnya tergolong kelas “bawah.” Tetapi berdasar analisi google, pengunduh konten vulgar di Indonesia, hanya berselisih sedikit dengan AS. Pengguna internet di Indonesia ditaksir sebanyak 102 juta orang. Sedangkan di AS 2,5 kali lebih besar (265 juta orang).
Berdasar paradigma psikologis, pengunduhan konten vulgar sebenarnya tidak berhubungan dengan libido. Melainkan ekses ke-terpengaruh-an (pergaulan). Faktor lain, ke-terkekang-an, juga mendukung. Seperti pepatah, “anak panah lepas dari busurnya,” salah asuhan akan memicu keinginan coba-coba. Konten vulgar bukan hanya dibuka untuk sekadar ditonton, tetapi juga disimpan sebagai “koleksi.” Sehingga tontonan vulgar bisa diakses setiap saat di-inginkan tanpa perangkat internet.
Yang mencengangkan, peng-akses konten vulgar, ternyata mayoritas dari golongan anak-anak dan remaja. Berdasar sigi ISKI (Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia), golongan dewasa masih pikir-pikir untuk meng-akses konten vulgar. Boleh jadi, golongan dewasa telah memilkiki kegiatan lebih padat (bekerja). Sedangkan anak-anak dan remaja memiliki waktu senggang lebih banyak, karena kewajiban utamanya hanya belajar di sekolah.
Berdasar paradigma pula, menonton konten vulgar sebenarnya tidak berguna. Tidak meningkatkan vitalitas (pria), juga tidak meningkatkan libido. Konten vulgar hanya sebentar saja meningkatkan keinginan, tidak lebih dari lima menit. Bahkan jika terlalu sering bisa menurunkan vitalitas dan menurunkan selera. Maka  konten vulgar, sebenarnya merupakan “racun” libido pada orang dewasa. Patut dihindari.
Pada tataran agama, “racun” pornografi dianggap sebagai nafsu setan. Ke-porno-an dikategori sebagai dosa besar utama. Pelaku per-zinah-an wajib dihukum berat. Jika tidak ketahun, maka ibadahnya selama 80 tahun ditolak dan terhapus. Ini masih memiliki kesempatan bertobat. Tetapi manakala tertangkap basah (bukan tuduhan berdasar asumsi), wajib dihukum pidana berupa disiksa (dilempari batu) sampai mati.
Anak-anak dan remaja di pesantren, sejak awal telah diajarkan tentang kerugian (dosa) besar ekses pornografi. Diberi label wajib dijauhi, berdasar perintah Ilahi. Sehingga menjauh (menghindar) dari pornografi lebih besar dibanding ke-ingin tahu-an anak-anak. Pornografi di-tabu-kan, namun tidak menghilangkan samasekali pendidikan tentang seks. Alat reproduksi (seks), menjadi bagian terpenting pada proses bersuci agar dapat menunaikan shalat dan ibadah wajib lain.
Pendidikan seks pada tataran agama, patut menjadi teladan. Yakni, tidak meng-eksploitasi sensualitas, melainkan untuk “pengamanan” (men-suci-kan dan membersihkan) alat reproduksi. Misalnya, wajib mandi junub, keramas dengan seluruh lubang dibersihkan setelah mengeluarkan sperma maupun haid. Sedangkan aktifitas seks berdasar agama (melalui pernikahan), dikategori sebagai perilaku mulia, dianggap ibadah!
Kaidah agama yang menuntun moralitas dan mentalitas, mesti diutamakan dalam penanggulangan pornografi. Pendidikan seks, seharusnya dilakukan dengan pendampingan (guru). Sebab seks merupakan perilaku instingtif. Akan terjadi alamiah tanpa diajarkan. Yang diperlukan adalah pengajaran seks  yang bertumpu pada keamanan (kesehatan) alat reproduksi. Terutama larangan keras, berganti-ganti pasangan (seks bebas) karena pasti menimbulkan penyakit sangat pedih.
Tetapi perilaku seks bukan sekedar libido maupun akses internet. Yang utama adalah stimulan (rangsangan) sosial juga mesti terkendali. Misalnya (pada perempuan) tidak berpakaian seronok. Bagian tubuh sensual (aurat) mestilah dijaga kemuliaannya, tidak diobral murah (dipertontonkan). Berkostum kemuliaan, lebih menjamin keamanan, dibanding menyalahkan konten vulgar. Namun benar, pornografi wajib dikendalikan (melalui aksi dan regulasi).

                                                                                                           ———   000   ———

Rate this article!
Tags: