Kesejahteraan Guru Swasta di Madura Memprihatinkan

Anggota DPRD Jawa Timur, Mathur Husyairi

DPRD Jatim, Bhirawa
Kesejahteraan guru di Pulau Madura masih jauh dari harapan. Padahal, guru sangat berperan dalam mencerdaskan anak bangsa. Anggota DPRD Jawa Timur, Mathur Husyairi mengatakan, dalam serap aspirasi di Desa Pakandangan, Kecamatan Belutoh, Kabupaten Sumenep, warga sekitar mengeluhkan soal kesejahtreraan guru di sekolah swasta.
Selama ini guru sekolah swasta di Madura mulai tingkat MI hingga MA atau setingkat SMA/SMK gajinya sangat minim. Jika gaji berdasarkan SK Sukwan (sukarelawan), mereka digaji paling rendah Rp300 ribu dan tertinggi Rp900 ribu.
“Guru yang ada mulai tingkat MI hingga MA atau SMA dan SMK, mereka digaji berdasarkan SK kesukwan Rp300 ribu, Rp500 ribu paling tinggi Rp800 ribu hingga Rp900 ribu,” kata Mathur, Rabu (3/3) kemarin.
Politisi Partai Bulan Bintang (PBB) itu menyebut guru SMA/SMK yang mendapatkan SK gubernur Jatim kesejahteraannya masih lumayan baik. Gaji yang awalnya Rp900 ribu, pada APBD Jatim 2021 dinaikkan menjadi Rp1,2 juta.
“Ini yang mendapatkan SK gubernur. Yang kami pikirkan yang tidak mendapat SK. Ini jauh lebih banyak jumlahnya,” ujarnya.
Anggota Komisi E DPRD Jatim ini menegaskan, kesejahteraan guru di pedalaman terutama sekolah swasta butuh perhatian. Ia menilai harus ada kolaborasi antara empat Pemkab di Madura dan Pemprov Jatim untuk mencari solusi meningkatkan kesejahteraan. Salah satu upaya adalah mendata ulang guru – guru swasta.
“Dengan orang yang mengorbankan waktunya untuk mendidik anak bangsa, kenapa tidak diopeni (diperhatikan, red), ini sesuatu cara berpikir yang salah,” tuturnya.
Tak hanya kesejahteraan guru, selama ini alokasi Bantuan Operasi Sekolah (BOS) dan Biaya Penunjang Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BPOPP) yang dianggarkan Pemprov Jatim juga masih jauh harapan kalangan penyelenggara pendidikan. Dimana alokasi per tahun hanya dianggarkan Rp2,3 juta hingga Rp2,5 juta tiap murid. Padahal idealnya per tahun Rp 3,5 juta per murid.
Sementara di bidang kesehatan masyarakat menyampaikan nasib orang miskin yang tidak tercover dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Akibatnya sulit mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit secara gratis. Mathur menjelaskan, untuk dapat mendapatkan pelayanan kesehatan gratis bisa dilakukan sesuai prosedur yang ditetapkan UU.
Mathur lantas mencontohkan di Bangkalan yang difasilitasi. Warga miskin bisa dibuatkan surat keterangan kesehatan yang dibuat diatas materai oleh kepala desa setempat. Kemudian dibawa ke Dinsos, dan Dinkes kabupaten. Kemudian ada tim verifikasi langsung ke rumah pasien.
“Ketika sudah fix maka RS wajib melayaninya secara gratis. Saya juga harapkan ini berlaku di Sumenep seperti yang disampaikan salah satu kepala desa,” tandasnya. [geh]

Tags: