Kesiapan Pelabuhan Mendukung Tol Laut

Wahyu Kuncoro

Wahyu Kuncoro

Oleh :
Wahyu Kuncoro SN
Wartawan Harian Bhirawa

Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) membawa angin perubahan terhadap arah pembangunan nasional. Konsep menjadikan Indonesia poros maritim dunia yang ditawarkannya menjadi pembeda dibandingkan pemerintahan-pemerintahan sebelumnya. Sektor maritim atau lautan yang sebelumnya cenderung ditinggalkan kini mendapat perhatian besar. Salah satu manifestasi menjadikan poros maritim dunia adalah keinginan membangun ‘tol laut’ yang diharapkan menjadi sebagai salah satu penyelesaian atas persoalan transportasi logistik nasional khususnya transportasi laut yang sampai hari ini menjadi beban perekonomian nasional.
Tol laut dalam konsep Jokowi-JK adalah jalur kapal besar yang menghubungkan pelabuhan-pelabuhan utama Indonesia. Ketika semua infrastruktur sudah siap, nanti akan ada kapal besar yang rutin berlayar dari Sumatera ke Papua pulang-pergi seperti pendulum. Di kota-kota utama bakal beroperasi pula kapal-kapal lebih kecil yang menghubungkan kota-kota di sekitarnya. Tol laut juga akan diintegrasikan dengan jalur ganda (double track) kereta api.
Harapannya, jika diimplementasikan, tol laut bakal mendatangkan multi-manfaat. Mulai dari biaya logistik dapat ditekan,  merangsang tumbuhnya pusat-pusat pertumbuhan di daerah sehingga perekonomian lebih merata, meningkatkan keunggulan komparatif dan kompetitif komoditas daerah hingga menciptakan menciptakan konektivitas antar wilayah di Indonesia. Dan tidak ketinggalan tol laut ini nantinya juga akan mengurangi kemacetan lalu lintas di kota-kota besar dan menghidupkan industri transportasi laut itu sendiri.
Daya Dukung Pelabuhan
Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan ongkos logistik termahal di dunia. Tak mengherankan jika ongkos produksi di Indonesia jauh lebih mahal ketimbang di negara-negara lain. Itu pula yang kemudian memicu biaya tinggi pada seluruh kegiatan ekonomi di negeri ini. Bayangkan saja, mengimpor jeruk dari Tiongkok bisa lebih murah dibanding mendatangkan jeruk dari Kalimantan.
Ekonomi biaya tinggi membuat daya saing Indonesia terus tertinggal. World Economic Forum (WEF) dalam The Global Competitiveness Report 2013-2014 menempatkan Indonesia pada peringkat ke-38 dari 148 negara. Meski naik 12 peringkat dari tahun sebelumnya, Indonesia masih di bawah negara-negara ASEAN yang lain, seperti Singapura (2), Malaysia (24), Brunei Darussalam (26), dan Thailand (37).
Bahwa salah satu penyebab tingginya biaya logistik Indonesia adalah inefisiensi di sisi pelayarannya. Pelayaran tidak efisien lantaran kapasitas kapal Indonesia lebih rendah dibanding kapal asing. Pihak asing menggunakan kapal besar sehingga unit biaya lebih kecil. Semakin besar ukuran kapal, semakin murah biayanya.
Pertanyaannya kemudian adalah bahwa dari sekian banyak pelabuhan yang dimiliki, berapa sesungguhnya pelabuhan yang bisa menopang konsep tol laut ini. Sekadar catatan, Indonesia saat ini memiliki 111 pelabuhan komersial, 1.481 pelabuhan nonkomersial, dan 800 pelabuhan khusus. Dari semua itu, pelabuhan dengan kedalaman pada air surut terendah (Low Water Spring / LWS) 14 meter atau yang bisa melayani kapal besar kapasitas 5.000 TEU barulah Tanjung Priok. Sementara Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya masih dalam proses pengerukan agar bisa dilalui kapal besar. Artinya, memang infrastruktur pelabuhan di tanah air masih banyak yang perlu dibenahi sehingga bisa menjadi penopang utama konsep tol laut ini. Padahal, infrastruktur tol laut akan melibatkan kapal berkapasitas besar dan 24 pelabuhan laut dalam (deep sea port). Rencananya, deep sea port akan dibangun di setiap pulau besar Indonesia sebagai gerbang masuk barang.
Secara konseptual Tol Laut yang digagas pemerintahan Jokowi-JK memiliki konsep yang tidak jauh beda dengan Pendulum Nusantara yang sedang digarap BUMN PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I, II, III, dan IV. Intinya adalah meningkatkan konektivitas antarwilayah di Indonesia dengan mengoptimalkan peran pelabuhan. Selama ini arus logistik di Indonesia berpusat di wilayah tertentu, sehingga perlu adanya pemerataan agar tidak ada ketimpangan antara barat dan timur.
Konsep Pendulum Nusantara berupaya untuk menghubungkan Pelabuhan Belawan (Medan), Pelabuhan Tanjung Priok (Jakarta), Pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya), Pelabuhan Makassar, dan Pelabuhan Sorong (Papua) dengan kualitas layanan dan tarif layanan yang sama. Selain konsep pendulum nusantara, masing-masing Pelindo juga melakukan upaya untuk meningkatkan kapasitas dan layanan pelabuhan.
Pelindo III misalnya, untuk meningkatkan kapasitas Pelabuhan Tanjung Perak, perseroan membangun Terminal Teluk Lamong, Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE), serta merevitalisasi alur pelayaran barat Surabaya (APBS) dari kedalaman awal sembilan meter nantinya menjadi 13 meter. Bukan itu saja, dalam upaya meningkatkan optimalisasi aktivitas bongkar muat di pelabuhan-pelabuhan kecil, Pelindo III juga akan akan menambah investasi alat bongkar muat crane agar mempercepat arus logistik barang di pelabuhan. Artinya, apa yang dilakukan para pengelola pelabuhan utamanya di Pelindo I, II, III dan IV sesungguhnya sudah sejalan dengan konsep Jokowi-JK dengan tol lautnya. Maka sesungguhnya sekarang yang diperlukan adalah bagaimana pemerintah memberikan porsi perhatian yang besar bagi pengembangan pelabuhan.
Beberapa Catatan
Kita menaruh harapan besar terhadap implementasi tol laut oleh pemerintahan mendatang. Namun, tak ada salahnya pula jika kita mengingatkan bahwa konsep tol laut harus diselaraskan dengan pengembangan industri pelayaran nasional yang sudah berjalan. Misalnya, persaingan antaroperator pelayaran harus dijaga agar tetap sehat dan adil sehingga kondusif bagi iklim investasi. Konsep tol laut hanya bisa diterapkan jika telah memenuhi sejumlah syarat, seperti tersedianya infrastruktur pelabuhan yang memadai, teknologi pendukung yang mumpuni, serta sumber daya manusia (SDM) yang terampil. Sebagai contoh, platform national single window (NSI) –akses tunggal data pelabuhan secara nasional– belum terimplementasikan dengan baik.
Konsep tol ini juga masih perlu didalami lagi dengan melibatkan kalangan terutama pelaku usaha perkapalan. Selama ini pengusaha harus rela mengangkut kurang dari setengah kapasitas kargo jika kembali dari pengiriman barang ke Papua. Logikanya, untuk  apa kapal besar-besar ke Papua kalau yang kecil saja tidak terisi kargo lagi. Dengan demikian sejalan dengan keinginan mewujudkan tol laut harus juga di tumbuhkan dulu industrinya di sana, supaya tidak jadi beban pengusaha kapal karena biaya bahan bakar yang besar.
Dan nampaknya keinginan tersebut juga dipahami betul oleh Kabinet Jokowi dengan hadirnya satu kementerian baru bernama Kementerian Koordinator Kemaritiman yang salah satu program prioritasnya adalah meningkatkan kapasitas PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo). Transportasi umum ini harus diperkuat, kapasitas Pelindo juga harus ditingkatkan, kereta api juga, itu prioritas utamanya. Sementara di Kementerian Perindustrian, juga tengah menyiapkan 10 kawasan industri di luar Pulau Jawa. Pembangunan kawasan industri di luar Jawa bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi apalagi jika dibangun di Indonesia bagian Timur. Sehingga nantinya ketika tol laut beroperasi dengan kapal-kapal besar, maka tidak perlu dikhawatirkan lagi akan kesulitan untuk mengisi cargonya.
Kita juga perlu meyakinkan pemerintah baru bahwa konsep tol laut membutuhkan biaya sangat mahal karena harus didukung banyak pelabuhan, besar maupun kecil, di seantero negeri. Padahal, anggaran dari APBN sangat terbatas. Oleh karenanya, selain harus lihai melobi DPR agar anggaran pembangunan infrastruktur pelabuhan dilipatgandakan, pemerintah baru mesti mampu menarik banyak investor swasta. Di atas itu semua, kita tentu berharap niat Jokowi-JK membangun tol laut sungguh-sungguh terealisasi. Jangan sampai konsep tol laut hanya sekadar gagasan untuk pemanis pertarungan politik saja dan lambat laun nyaris tak terdengar lagi kabar beritanya.
Wallahu’alam Bhis-shawwab

                                                                                                               ————– *** ————–

Rate this article!
Tags: