Komitmen Membangun Kawasan Sisi Utara Pulau Madura

Oleh :
Priyambodo
Peneliti Ahli Utama BRIDA Jawa Timur

Dari lima pusat pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur salah satunya adalah pembangunan pusat pertumbuhan ekonomi Pulau Madura yang terdiri dari empat kabupaten, yaitu: Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sumenep.
Sementara empat pusat pertumbuhan lainnya adalah pembangunan pusat pertumbuhan Gerbangkertosusila, Ijen, Selingkar Wilis, dan Bromo – Tengger – Semeru atau BTS. Pulau Madura sendiri memiliki sejarah yang cukup panjang dari sisi kesenian dan kebudayaan islam yang sangat kuat. Sehingga membangun Pulau Madura tidak semudah membalikkan telapak tangan, Hal ini terbukti dengan tidak adanya perubahan yang signifikan terhadap perindustrian, perekonomian dan perdagangan di Pulau Madura setelah jembatan Suramadu diresmikannya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 10 Juni 2009 yang lalu.
Jadi sudah hampir 14 tahun jembatan Suramadu menghubungkan Pulau Madura dengan Pulau Jawa Timur tidak serta merta bisa merubah Pulau Madura menjadi pulau yang maju dibidang industri, perdagangan dan perekonomian. Sampai hari ini kondisi industri, perdagangan dan perekonomian di Pulau Garam tersebut nyaris tidak ada perubahan.
Pola distribusi barang, jasa, dan orang pun dari dan keluar Pulau Madura juga masih terkonsentrasi ke arah selatan yaitu Surabaya dan sekitarnya lewat angkutan darat melalui jembatan Suramadu dan Angkutan Penyeberangan Ujung – Kamal serta pelabuhan-pelabuhan lain di selatan Pulau Madura seperti Pelabuhan Kalianget – Jangkar dan seterusnya. Untuk membangun Pulau Madura pola pikir Pemerintah dan masyarakat Jawa Timur masih tertuju ke kota-kota di pesisir utara Pulau Jawa Timur seperti Kabupatena Gresik, Kota Surabaya, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Situbondo, dan Kabupaten Bondowoso.

Surabaya Centris
Pengembangan Pulau Madura seharusnya tidak hanya dilakukan di Pulau Sepulu Bangkalan, karena hal ini dapat dimaknai sebagai Surabaya Centris, bukan Madura Centris. Pengembangan Pulau Madura masih diarahkan kearah selatan, yaitu ke Kota Surabaya dan sekitarnya. Pemerintah dan masyarakat Jawa Timur lupa bahwa masih ada wilayah lain di Pulau Madura yang juga perlu dipikirkan pertumbuhan dan perkembangan industri, perdagangan, dan perekonominya, yaitu wilayah utara Pulau Madura yang berhadapan langsung dengan Pulau Kalimantan dan Sulawesi yang juga bisa dikembangkan dan memiliki potensi perdangan dengan Pulau Madura lewat sisi utara.
Pembangunan industri di Pulau Madura perlu penegasan bahwa di Pulau Madura perlu dibangun kawasan industri di sisi timur Pulau Madura, yaitu di Kabupaten Sumenep. Industri yang bisa dibangun disini misalnya adalah industri bahan baku garam yang dibuat menjadi soda ash, dan industri ash ini akan melahirkan berbagai industri-industri lain yang akan mengisi kawsan industri yang nantinya akan ditunjang dengan industri-industri lain yang berbahan baku lokal seperti misalnya pokphand berbahan jagung dan lain sebagainya.
Selain perlunya dibangun kawasan industri di Kabupaten Sumenep, potensi lain Kabupaten Sumenep adalah bahwa Kabupaten Sumenep memiliki 126 pulau yang yang secara geografis terletak disebelah timur dan utara Kabupaten Sumenep yang perlu ketersediaan fasilitas sarana dan prasarana transportasi laut dan udara untuk mem-promote perkembangan dan pertumbuhan ekonomi serta mobilitas penduduk yang mendiami wilayah kepulauan tersebut. Selain itu keberadaan sarana dan prasarana transportasi laut dan udara sangat potensial untuk dikembangkan sebagai upaya menyiapkan pulau-pulau di Kabupaten Sumenep menjadi daerah tujuan wisata (DTW). Misalnya pulau-pulau Bawean, Masalembo, Kangean, Giliyang, dan pulau-pulau lainnya yang junlahnya ratusan. Oleh sebab itu sudah selayaknya sisi utara Pulau Madura dikembangkan dan dibangun kawasan industri, sarana dan prasarana transportasi khususnya transportasi laut dan udara untuk mengembangkan sektor-sektor industri, perdagangan, ekonomi, dan pariwisata.

Uji Coba Waterbase di Giliyang
Saat ini aksesibilitas dari dan ke Pulau Masalembu dan sekitarnya dilayani oleh angkutan laut. Jarak tempuh ke pulau Masalembu dari pelabuhan terdekat yakni pelabuhan Kalianget di Sumenep mencapai 112 mil laut dengan waktu tempuh sekitar 10 jam dengan menggunakan kapal. Sementara bandar udara terdekat adalah Bandar Udara Trunojoyo, berjarak sekitar 170 km dari Masalembu. Maskapai penerbangan yang beroperasi di Bandara Trunojoyo adalah Airfast Indonesia yang melayani penerbangan perintis Surabaya-Sumenep pp dan Sumenep-Bawean pp. Ada juga penerbangan perintis oleh maskapai Susi Air Sumenep-Pagerungan setiap hari Rabu pp. Serta penerbangan komersil yang dilayani oleh maskapai Lion Air dengan rute Surabaya-Sumenep pp setiap hari.
Selanjutnya aksesibilitas dari dan ke Pulau Kangean yang berjarak sekitar 100 km dari Sumenep saat ini dilayani oleh angkutan laut yang dikelola oleh PT Dharma Lautan Indonesia dan Sumekar Line (milik Pemkab Sumenep). Dengan transportasi ini pada cuaca normal bisa di tempuh dalam waktu 9 sampai 10 jam dari pelabuhan Kalianget ke pelabuhan Batu Gulok Kangean. Selain dengan adanya kapal Pemkab Sumenep ada juga Kapal Express dari perusahaan swasta yang hanya memerlukan waktu 3,5 s.d. 4 jam untuk menempuh jarak tersebut. Bandar udara terdekat adalah Bandara Pagerungan, berjarak sekitar 74,93 km dari Kalisangka. Maskapai yang beroperasi di bandara ini adalah penerbangan perintis oleh maskapai Susi Air Sumenep-Pagerungan setiap hari Rabu pp.
Tergerak ingin mengembangkan bandara perairan atau Waterbase dan Seaplane, maka pada tahun 2019 Pemkab Sumenep membuat Feasibility Study (FS) Waterbase dan Registrasi di Pulau Masalembu dan Pulau Kangean. Pulau Masalembo terletak di sebelah utara berjarak kurang lebih 169 km dari Kabupaten Sumenep. Sementara Pulau Kangean terletak disebelah timur yang berjarak kira-kira 160 km dari Kabupaten Sumenep.
Setahun kemudian tepatnya pada tahun 2020 Pemerintah Kabupaten Sumenep membuat Detail Engineering Design (DED) Waterbase untuk operasional seaplane di Pulau Kangean. Namun dua tahun kemudian tepatnya pada bulan Oktober 2022 Kementerian Perhubungan Republik Indonesia justru melakukan uji coba Waterbase dengan melakukan penerbangan dan pendaratan Seaplane di Giliyang yang berjarak kira-kira 30,2 km sebelah timur Kabupaten Sumenep.
Uji coba Waterbase dan Seaplane di Pulau Giliyang oleh Kemenhub RI otomatis menimbulkan tanda tanya bagi Pemkab Sumenep karena Pemkab Sumenep telah menyiapkan pengembangan Waterbase dan Seaplane di Pulau Kangean dan bukan di Pulau Giliyang.
Padahal sebenarnya ada dua hal yang saling mendukung antara Pulau nGiliyang dan Pulau Kangean bila pengembangan kawasan tersebut sukses diatur dalam peraturan pemerintah atau PP. Bedanya adalah kalau Pulau Kangean dikembangkan dengan pendekatan sarana-prasarana (Sarpras) dan kemudahan transportasi antar pulau-pulau kecil disekitarnya. Sementara Pulau Giliyang dikembangkan dengan pendekatan kepariwisataan.

Peran BRIDA Jawa Timur
Menyikapi perlunya dibangun kawasan industri di Kabupaten Sumenep dan uji coba Waterbase dan Seaplane di Pulau Giliyang menandakan adanya ketidaksinkronan rencana pembangunan industri, Waterbase dan Seaplane di sisi utara Pulau Madura antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten Sumenep. Untuk itu maka peran Badan Riset dan Inovasi Daerah Jawa Timur atau BRIDA Jawa Timur sebagai koordinator pelaksanaan riset dan inovasi di wilayah Provinsi Jwa Timur sangatlah diperlukan untuk meng-clear-kan permasalahan ketidaksinkronan tersebut.
BRIDA Jawa Timur bisa menginisiasi pertemuan tripartit antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan Pemerintah Kabupatem Sumenep lewat BRIDA Jatim Show atau BJS membahas pengembangan kawasan nindustri dan penetapan lokasi pengembangan serta pembangunan Waterbase dan seaplane. Harus segera ditetapkan apakah pengembangan kawasan industri dan khususnya pembangunan Waterbase dan Seaplane itu dilakukan di Pulau Giliyang, di Pulau Masalembo, atau di Pulau Kangean ?

——— *** ———-

Tags: