Konteks Semiotika Politik Personal, Anies Baswedan Dinilai Lakukan ‘Hidden Campaign’

Akademisi Undar Jombang, Abu Tazid S. Sos. M. Si.(kiri).

Jombang, Bhirawa.
Jika didasarkan pada konteks semiotika politik personal, Anies Baswedan tengah melakukan ‘hidden campaign’ atau kampanye tersembunyi atas kunjungannya ke Jawa Timur (Jatim) beberapa waktu yang lalu. Analisis tersebut disampaikan oleh akademisi dari Universitas Darul Ulum (Undar) Jombang, Abu Tazid S. Sos, M. SI, Sabtu (25/03).

Abu Tazid menilai, jika mengacu pada aturan Pemilu, dengan apa yang sudah dilakukannya, tentu Anies Baswedan tidak taat terhadap ‘role. of game’ yang sudah ditetapkan.

“Akan tetapi, hal tersebut harus dilakukan Anies secara gigih karena Anies tidak lagi bisa mempresentasikan dirinya secara total sebagai pelayan publik, yang hendak dihidupkan secara terus menerus adalah citra dan kenangan kepemimpinan Anies saat jadi Gubernur DKI yang sering berhadap-hadapan dengan pemerintah pusat,” kata Dosen Muda Sosiologi Fisipol Undar Jombang tersebut.

Sehingga pesan politiknya kata Abu Tazid,.Anies Baswedan ingin hendak meneruskan ‘demonstras’i tentang politik harapan untuk masa depan Indonesia yang lebih sejahtera dan humanis, meskipun bukan lagi pejabat publik, Anies juga punya keuntungan, karena waktu Anies lebih leluasa dan gerakannya semakin masif karena Anies diasuh langsung oleh SP (Surya Paloh) yang mempunyai instrumen politik baik partai politik (parpol) maupun media, dan JK (Jusuf Kalla) yang mempunya jaringan serta kekuatan finansial.

Terkait dampak politiknya, lanjut Abu Tazid, Yang pertama, Anies Baswedan tentu akan terus-menerus mendapatkan serangan politik dari lawan-lawan politiknya dengan berbagai cara, terutama dari parpol yang tergabung dalam kabinet.

“Yang kedua, para pesaing Anies juga akan terus melakukan ‘soft champaign’ juga, seperti Ganjar Pranowo yang terus membangun ‘image egaliter’di Media Sosial. Prabowo, yang lebih elegan dengan terus membangun citra menteri berprestasi dan dekat dengan presiden,”ulas Abu Tazid.

“Yang ketiga, dampak konstitusional, karena Bawaslu sebagai instrumen negara terlihat kurang ‘strong’ (kuat), karena terjebak dengan persepsi politik netizen yang dibangun saat ini. Jika memproses Anies, maka akan dianggap pro pemerintah, jika memproses Ganjar, Prabowo, sulit dapatkan pelanggaran karena dalilnya melaksanakan tugas, sehingga kalo kita belajar ilmu politik, ada istilah teori ‘butterfly effect’, karena terjadi kekacauan dalam pemikiran politik saat ini, sebab ‘endorcement’ politiknya lebih kuat dari ‘law enforcement’-nya,” beber dia.

Bendahara Sekretariat Kolaborasi Indonesia (SKI) Jawa Timur (Jatim), Siti Khotifah, Nunggu (26/03) mengungkapkan, tidak ada satupun yang dilanggar dari proses kunjungan Anies Baswedan di Jarim.

Kata dia, hal serupa juga dilakukan oleh nama-nama yang muncul hari ini sebagai seorang warga negara yang berkeinginan untuk dipilih oleh partai politik dan mendapatkan dukungan seluas-luasnya dari masyarakat.

“Namun menjadi aneh ada pihak-pihak dalam hal ini salah satu penyelenggara Pemilu dan tokoh-tokoh partai politik penguasa merasa terganggu dengan penyambutan khalayak yang luar biasa terhadap agenda kunjungan beliau,” ujar Siti Khotifah.

“Seandainya agenda Pak Anies di Jatim dimaknai sebagai silaturahmi biasa selayaknya salah satu tokoh yang didambakan bisa membawa perubahan dan memberikan harapan baru terhadap perikehidupan berbangsa dan bernegara untuk mencapai cita-cita luhur sebagaimana termaktub dalam tujuan negara ini didirikan, yakni, menghadirkan rasa keadilan bagi semua, maka sangat berlebihan anggapan-anggapan dari pihak-pihak yang dalam hal ini kelompok yang berdiri di barisan status quo semacam ada ancaman akan posisi mereka saat ini,” beber Siti Khotifah.

Sementara itu, aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Syarif Abdurrahman mengungkapkan, Anies Baswedan terlihat berambisi dan menggebu-gebu untuk mencalonkan diri sebagai presiden, meskipun deklarasi dari partai pengusung belum juga dilaksanakan.

“Ini kurang baik sebenarnya, biasanya orang Jawa itu tida terlalu ‘respect’ sama orang yang terlihat ‘banget’ ambisius mau berkuasa. Karena diindikasikan akan menghalalkan segala cara,” ungkap Syarif Abdurrahman yang merupakan anggota Lembaga Pers Mahasiswa Islam HMI.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPD Partai NasDem Jombang, H. Suparmin, SH, Jumat (24/03) mengatakan, sampai saat ini Anies Baswedan belum diterapkan sebagai Calon Presiden dan kegiatannya di surabaya juga tidak mengatasnamakan sebagai Calon Presiden.

“Pak Anies ke Surabaya sifatnya silaturahmi kebangsaan karena banyak oenggemar Pak Anies di daerah-daerah dan kalau orang daerah yang datang ke Jakarta kan malah repot, banyak biaya,” tukas Suparmin.

“Kalau kedatangan Pak Anies di Surabaya juga sama halnya dengan kedatangan artis-artis ibu k
Kota yang lain, masak dimaknai curi start, mungkin yang komentar pak Anies curi start kurang paham tentang Pemilu,” pungkasnya.(rif.hel)

Tags: