Kopi & Rokok; Sahabat dan Budaya Masyarakat

Judul : Kopi & Rokok dalam Perbincangan Ulama (Terjemahan Kitab “Irsyadul Ikhwan li Bayani Syurbil Qahwah wad Dukhan”)
Penulis : Syeikh Ihsan Jampes
Pengalihbahasa : Yayan Musthofa
Halaman : xii + 158 halaman
Cetakan : Ketiga
Tahun terbit : 2021
Penerbit : Penerbit Kalam
Harga : Rp. 60.000
Peresensi : Muhammad Farhan Azizi (Mahasiswa Pascasarjana Universitas Pesantren KH Abdul Chalim)

Kopi dan rokok memiliki sejarah yang sama panjangnya dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia itu sendiri. Hal ini bisa terbukti dari gambaran yang paling enteng misalnya, kopi dan rokok selalu menjadi hidangan masyarakat desa untuk menyambut tamu. Hampir tidak pernah absen, terlebih ketika hajatan, kopi dan rokok selalu jadi bintang tamu andalan di meja makan.

Sahabat Masyarakat
Bukan sekadar gulungan tembakau dengan balutan daun pipa, rokok laksana nafas yang membersamai masyarakat Indonesia dalam pemberontakan melawan penjajah. Benda yang secara keilmuan pernah menjadi sebuah data penelitian seorang antropolog asal Amerika Serikat, Clifford Geertz, disebut sebagai salah satu identitas kelompok santri-bau rokok, sarung dan peci, serta berani mati. Untuk itu, rokok ibarat sahabat masyarakat, sejak kecil hingga dewasa; sejak terjajah hingga merdeka.

Rokok-yang menurut sebagian ulama dijatuhi ketentuan hukum makruh bahkan haram-pada dasarnya tidak pernah memberikan kemudharatan atau kemanfaatan secara berlebihan bagi kesehatan jasmani ataupun akal manusia. Karena rokok itu mengandung nikotin, dan tubuh manusia membutuhkannya. Maka mengonsumsi rokok sama dengan memenuhi kebutuhan.

Sementara itu, rokok juga mengandung tar. Adapun tar merupakan hasil dari proses pembakaran rokok itu sendiri. Namun, pembahasan mengenai tar sudah masuk ke ranah yang berbeda. Itu sudah masuk urusan ‘moralitas’-ke mana arah asap hasil pembakaran dihembuskan, di mana lokasi pembakaran. Jadi, membahas dampak tar di lingkungan sosial secara mendalam sama halnya dengan membahas perilaku manusia, etika atau moral seorang perokok.

Meskipun demikian, kita tidak dapat menampik, bahwa posisi rokok bagi sebagian masyarakat dianggap sebagai masalah sosial. Sewaktu-waktu atau selamanya, tembakau berbalut daun pipa ini dianggap bisa menghancurkan segala bentuk pencapaian seorang manusia. Akibatnya, kemiskinan dan kesengsaraan menjadi stigma yang lekat dengan gulungan tembakau berbalut daun pipa ini.

Budaya Konsumsi Masyarakat
Adapun kopi, yang dalam beberapa pandangan dijatuhkan ketentuan hukum haram, oleh Asy-Syaikh Abtawi salah satunya, sebenarnya juga tidak memberikan dampak positif ataupun negatif yang luar biasa jika dikonsumsi sesuai dengan kadarnya. Pada satu pihak, kopi dapat meringankan kerja otak, dan menguatkan terjaga (melekan-bahasa Jawa). Di pihak lain, apabila orang yang mengonsumsinya memiliki riwayat penyakit, maka penyakit orang tersebut akan mudah kambuh.

Pun sama seperti rokok, kopi punya ruang diskusi yang sejalan dengan bangsa Indonesia itu sendiri. Kondisi tanah yang strategis sebagai perkebunan kopi mustahil meniscayakan konsumsi kopi masyarakat Indonesia. Karena itulah konsumsi kopi menjadi budaya di Indonesia yang tak luput dari jamuan ketika kita bertamu ke rumah-rumah kerabat, keluarga, teman, atau masyarakat pada umumnya.

Nikmat dan Menyegarkan
Kopi dan rokok menurut keterangan atau pandangan ulama di dalam buku terjemahan ini sangat renyah dan mudah dipahami. Dengan paradigma positivisme, pembahasan tentang kopi dan rokok menjadi indah untuk dilihat dan ilmiah untuk dipahami. Logis, rasional, sederhana, serta tidak melangit. Pengetahuan terkait pengaruh kopi dan pengaruh rokok, hukum kopi dan hukum rokok bisa pembaca peroleh dalam waktu sekali duduk.

Syaikh Ihsan Jampes tidak seolah memaksakan pembaca untuk serta merta menghakimi kopi dan rokok sebagai barang yang berbahaya sehingga diharamkan. Syaikh Ihsan sangat teliti, jelas dengan keilmuannya yang sudah tidak diragukan lagi, memberikan pertalian hubungan antara hukum dan banyak perkara lain sebelum kepastian hukum pada kopi dan rokok itu dijatuhkan. Nikmat dan terasa menyegarkan meskipun buku ini hasil terjemahan kitab klasik.

Tanpa melebihkan atau mengurangkan, buku terjemahan dari “irsyadul ikhwan li bayani syurbil qahwah wad dukhan” penulis rekomendasikan sebagai buku bacaan wajib baik bagi para penikmat kopi dan rokok ataupun yang bukan penikmatnya. Terutama yang bukan penikmat kopi dan rokok, pandangan negatif tentang kopi dan rokok setidaknya akan berubah menjadi lebih bijaksana dalam memandang hal tersebut ataupun menyikapi perilaku para pengonsumsi kopi dan rokok yang sesuai dengan etika, norma, atau budaya yang berlaku di Indonesia.

Menyilaukan Mata
Syaikh Ihsan bin Dahlan, atau masyhur dengan nama Syaikh Ihsan Jampes (1901-1952) adalah ulama yang sangat memahami berbagai masalah. Ia disebut sastrawan, amat cerdas, dan memiliki ketajaman berpikir. Itu diterangkan oleh KH. Busrol Karim dalam biografi Syaikh Ihsan bin Dahlan. Di mana KH. Busrol menjelaskan bahwa Syaikh Ihsan pernah mendapat legitimasi keilmuan dari pendiri organisasi Islam terbesar, Nahdlatul Ulama (NU), “Bapak Umat Islam Indonesia” Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari.

Mungkin karena kekaguman penerjemah terhadap ulama kaliber nusantara ini, ulasan yang komprehensif penulis rasa kurang berani untuk dituangkan ke dalam karya terjemahannya. Buku hasil terjemahan kitab Irsyadul Ikhwan Li Bayani Syurbil Qahwah Wad Dukhan karya Syaikh Ihsan Jampes ini tidak secara holistik menerjemahkan tentang kopi dan rokok secara naratif. Beberapa pandangan yang sebenarnya juga penting dari karya Syaikh Ihsan hanya mampu disajikan dalam bentuk endnote yang sedikit kaku ketika penulis membacanya.

Terlepas dari itu, penerjemah tetap berupaya keras untuk memberikan deskripsi utuh menyangkut pandangan Syaikh Ihsan terkait kopi dan rokok. Bahkan, interpretasi teks per teks dari nadham Irsyadul Ikhwan Li Bayani Syurbil Qahwah Wad Dukhan memiliki atensi tersendiri bagi seorang pembaca. Mulai dari penjelasan secara ‘urf hingga keilmuan tertata dengan baik, sehingga menyilaukan mata pembaca. Seakan menjadi sinar baru alias pencerahan bagi penulis (secara pribadi) ketika membaca karya terjemahan yang satu ini.

Bukan pula sebuah perjalanan singkat bagi seorang penerjemah bisa melakukan aksi terjemahan seperti ini-ciri khas terjemahan yang menarik dan unik. Kendati penulis bukanlah penggila ataupun penggiat karya terjemahan, saya merasakan ide segar di dalam karya terjemahan ini. Keterlibatan banyak pihak dalam penyusunan buah tangan terjemahan Yayan Musthofa ini mungkin sebagai penambah energi yang luar bisa. Sehingga penulis sebagai pembaca ketika membaca karya ini pun menjadi lebih bersemangat.

——— *** ————

Tags: