KPPU Jamin Revisi UU Tak Hambat Pengusaha

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjamin rancangan UU Persaingan Usaha tidak akan menghambat atau menghalang-halangi kegiatan usaha

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjamin rancangan UU Persaingan Usaha tidak akan menghambat atau menghalang-halangi kegiatan usaha

Surabaya, Bhirawa
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjamin rancangan UU Persaingan Usaha tidak akan menghambat atau menghalang-halangi kegiatan usaha. Justru sebaliknya, penguatan KPPU akan memberikan kepastian hukum berusaha, meningkatkan iklim Investasi di Indonesia, menciptakan efisiensi ekonomi dan produktifitas nasional.
Sehingga, penguatan KPPU dalam usulan perubahan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat justru merupakan upaya KPPU untuk mendukung pertumbuhan perekonomian tinggi di Indonesia.
Ketua KPPU Syarkawi Rauf menjelaskan, pelaku usaha tidak perlu khawatir akan terhambat usahanya akibat perubahan sejumlah pasal dalam RUU Persaingan Usaha. KPPU menjamin rancangan perubahan UU Nomor 5 Tahun 1999 ditujukan untuk membantu pelaku usaha menciptakan kepastian hukum berusaha sehingga semua pelaku usaha terlindungi hak-haknya.
“Misalnya, tentang perubahan pengenaan denda menjadi maksimal 30% dari hasil penjualan. Pengenaannya tidak akan sembarangan karena KPPU punya formula perhitungan yang telah diuji obyektivitasnya, serta mengikuti best pratices yang telah berlaku di negara-negara lain,” kata Syarkawi dalam keterangan pers yangditerima RRI, Rabu  (26/10).
Ia mengatakan, praktik kartel atau persekongkolan usaha hingga sekarang ini masih banyak terjadi di berbagai sektor bisnis strategis. Bahkan, kasus persekongkolan usaha yang berhasil dituntaskan KPPU telah terbukti membawa dampak kerugian ke konsumen atau negara sampai Triliunan Rupiah, sehingga perlu penekanan dalam penegakan hukumnya.
Beberapa kasus yang telah diputuskan KPPU seperti distribusi garam, kartel pesan singkat atau SMS, penetapan harga ban, perdagangan sapi impor, pengaturan produksi bibit ayam pedaging (broiler). “Dampak negatif yang ditimbulkan dari praktik kartel tidak dapat dipandang sebelah mata, baik yang langsung dialami konsumen  maupun kerugian lainnya secara tidak langsung,” ujar Syarkawi.
Menurut dia, praktik persaingan usaha tidak sehat ini  mengakibatkan terjadinya inefisiensi alokasi sumber daya lantaran harga jual produk menjadi mahal. Sehingga, kalau dibiarkan terus terjadi akan membuat daya saing nasional sulit terangkat.
Oleh sebab itu, salah satu poin revisi UU Nomor 5/1999 yang tengah diperjuangkan KPPU, yaitu peningkatan sanksi bagi pelaku usaha yang terbukti melakukan praktek monopoli hingga 30% dari hasil penjualan. Saat ini, dalam UU yang berlaku denda yang dapat diberikan ke pelaku kartel hanya maksimal Rp 25 miliar.
Syarkawi berharap, dengan peningkatan denda ini akan memberikan efek jera kepada pelaku kartel. Selain itu, besaran denda yang masuk ke kas negara diharapkan dapat mengganti kerugian atau dampak negatif yang ditimbulkan akibat praktik kartel. [ma]

Tags: