Kuasa Hukum Henry Sebut Unsur Penipuan Tak Terpenuhi

Salah satu saksi ahli dosen Fakultas Hukum Unair Surabaya memberikan keterangan di sidang kasus Pasar Turi di PN Surabaya, Rabu (4/7). [abednego/bhirawa]

PN Surabaya, Bhirawa
Sidang dugaan penipuan dan penggelapan kasus Pasar Turi kian berlanjut di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (4/7). Dua saksi ahli hukum pidana dimintai keterangan pada sidang ini. Atas keterangan kedua saksi, tim kuasa hukum Henry J Gunawan menilai unsur pidana penipuan dan penggelapan tidak terpenuhi.
Kedua saksi yang dimintai keterangan, yakni Agus Sekarmadji dan Bambang Suheryadi. Para saksi ahli ini merupakan dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini diperiksa secara terpisah. Pemeriksaan pertama dilakukan terhadap saksi Agus Sekarmadji.
Dalam keterangannya, Agus lebih banyak menceritakan istilah-istilah dalam dunia pertanahan. Seperti Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pengelolaan (HPL), Build Operate and Transfer (BOT) atau Bangun Guna Serah, dan sebagainya. “HGB yaitu hak untuk mendirikan bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri. HGB memiliki jangka panjang selama 30 tahun dan dapat diperpanjang lagi sampai 20 tahun,” katanya dalam keterangan di PN Surabaya, Rabu (4/7).
Selanjutnya, Bambang Suheryadi saat diperiksa sebagai saksi lebih banyak menjelaskan perihal unsur delik pasal penipuan dan penggelapan. Menurutnya, unsur delik penipuan bisa terpenuhi jika pelaku memiliki kesengajaan menipu. “Jika sejak awal menyadari apa yang dijualnya tidak benar, dan ketidakbenaran ini yang memuat korban tertarik,” jelasnya.
Atas keterangan Bambang, kuasa hukum Henry J Gunawan yaitu Agus Dwi Harsono lantas memberikan pertanyaan berupa ilustrasi. Seperti ini ilustrasinya, ada perjanjian pemkot dengan pengembang. Pemkot punya kewajiban menyerahkan tanah dengan HPL dan HGB di atas HPL. Kemudian pemkot wajib berikan HGB di atas HPL kepada pihak ketiga.
“Atas dasar itu, kemudian pengembang melakukan PIJB (Perjanjian Ikatan Jual Beli). Namun sampai saat ini pemkot belum mewujudkan HGB di atas HPL. Kalau seperti ini apa pelaku ada niat ?” tanya Agus kepada Bambang.
Menjawab pertanyaan Agus, Bambang tampak kebingungan. Jawaban Bambang justru berkutat pada seperti keterangannya di awal. “Jadi, prinsipnya kalau pelaku sejak awal menyadari apa yang dijualnya tidak benar, dan ketidakbenaran ini yang membuat korban tertarik, maka itu sudah memenuhi unsur delik penipuan,” ucapnya.
Usai sidang, Agus Dwi Warsono menilai unsur delik penipuan dalam kasus ini belum terpenuhi. Sebab, jika keterangan saksi Bambang Suheryadi dihubungkan dengan fakta bahwa Pemkot Surabaya yang belum memenuhi kewajibannya seusai perjanjian. “Kalau ilustrasinya seperti itu, maka unsur penipuan tidak terpenuhi,” tegas Agus.
Apalagi, lanjut Agus, justru selama ini ada laporan keuangannya perihal semua biaya pencadangan sertifikat dan BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan). “Apakah itu memenuhi unsur penggelapan ? Nggak. Karena itu bagian dari keterbukaan dan dasarnya adanya perjanjian,” pungkas Agus.
Sementara itu, Henry J Gunawan menyampaikan, pihaknya tidak pernah bertemu dengan pedagang terkait pembayaran. Apalagi, pihaknya menjelaskan bahwa pembayaran tersebut untuk biaya pencadangan. “Unsur penipuanya dimana ? Saya ndak pernah bertemu pedagang terkait pembayaran. Apalagi biaya itu kan juga untuk pencadangan,” ungkap Henry.
Tak hanya itu, Henry juga menjelaskan dalam proses pembayaran, bank sudah dijamin oleh developer. Artinya jika nantinya pihak ketiga tidak menyelesaikan pembayaran maka developer yang akan membayar. Komitmen lainnya adalah jika nantinya sertifikat keluar, notaris akan menyerahkan kepada bank dengan membuat covernote notaris. [bed]

Tags: