Kukuh Cegah Resesi

Negeri monarkhi paling maju di dunia, Inggris, tidak sungkan meng-umumkan keadaan negara dalam situasi resesi. Menteri Keuangan Inggris, mengumumkan inflasi sudah melampaui 11%. Tertinggi selama 41 tahun. Sehingga harus melakukan penghematan sebesar Rp seribu trilyun, yang berasal dari anggaran belanja (APBN Inggris). Juga dari kenaikan pajak. Indonesia juga patut wasapada, karena inflasi tahunan (year on year, YoY) sudah mencapai 5,7%.

Inflasi YoY (pada Oktober 2022) semakin menjauh dari ambang batas keamanan (sekitar 4% setahun). Laju inflasi sampai bulan Oktober (sebesar 1,66%) masih menjunjukkan tren naik dibanding September (sebesar 1,17%). Pengeluaran transportasi menjadi motor penggerak utama inflasi, sebagai dampak kenaikan harga BBM. Maka pemerintah secara spartan wajib berupaya menekan laju inflasi, berkait kenaikan harga pangan global, dan harga BBM (Bahan Bakar Minyak).

Perusahaan raksasa Inggris akan “diperas” dengan peningkatan pajak. Antara lain kepada British Petroleum (BP), yang pada tahun 2021 meraup penghasilan sebesar US$ 164,2 milyar. Juga kepada Shell, yang memiliki omzet super-tambun senilai US$ 265 milyar. Sebagai catatan, sebenarnya dalam Shell, terdapat participating interest Indonesia. Karena Shell merupakan gabungan dari Royal Dutch Petroleum Company, asal Belanda, yang mengembangkan lapangan minyak di Pangkalan Brandan, Sumatera Utara, tahun 1890.

Kedua perusahaan raksasa dunia sektor minyak dan gas Inggris, tahun ini memperoleh “durian runtuh” dari lonjakan harga minyak dunia. Sehingga bisa jadi, akan memikul beban pajak sampai 35% (semula 25%). Pemerintah Inggris di bawah Perdana Menteri Rishi Sunak (keturunan imigran India) juga akan menggali berbagai potensi pajak yang bersifat “sementara.” Khususnya kepada perusahaan pembangkit listrik. Serta menaikkan suku bunga bank, agar masyarakat lebih berhemat dan gemar menabung.

Dengan paradigma yang sama, pemerintah Indonesia juga bisa menaikkan pajak ekspor batubara. Sebagai sumber energi, nilai batubara juga melambung sebesar 63% dibanding setahun lalu. Kini (per-25 Oktober 2022) harga batubara sebesar US$ 391 per-ton. Berdasar data BPS (Badan Pusat Statistik), ekspor batubara dari Indonesia (Januari – Oktober) mencapai US$ 38,86 milyar. Naik 37,13 persen secara yaer on year dibanding tahun 2021.

Peningkatan pajak (progresif) juga bisa diberlakukan pada komoditas lain. Terutama pada unggulan ekspor, antara lain CPO (Crude Palm OiI). Harga referensi CPO per-15 November 2022, tercatat sebesar US$ 1.145,- per-metrik-ton (MT). Pemerintah menetapkan “bea keluar (BK)” sebesar US$ 18,- per-MT. Hanya 2,64%. Karena itu BK patut dinaikkan. Pengusaha CPO, sudah pernah “mabuk” keuntungan dengan harga minyak sawit yang melangit.

Berdasar catatan BPS, volume ekspor minyak kelapa sawit Indonesia susut 20,8% dibanding tahun (2021) lalu. Sepanjang Januari – Agustus 2022 menjadi 14,65 juta ton. Tetapi nilai ekspornya masih tumbuh 3,99% menjadi US$ 19,37 milyar (hampir Rp 300 trilyun). Pada saat resesi, pungutan ekspor CPO juga patut diberlakukan kembali setelah dihapus pada 15 Juli 2022. Komoditas ekspor lainnya, Nikel (Ni), dan Bauksit (bahan baku utama pembuat aluminium) bisa dikenakan pajak progresif.

Berdasarkan hasil survei Bloomberg, Indonesia masuk dalam daftar 15 negara yang berisiko mengalami resesi. Peringkat ke-14. Tetapi masih jauh lebih baik dibanding Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Filipina. Negara memiliki kewajiban mencegah resesi dalam negeri seiring resesi global. Termasuk menentukan tarif ekspor sumber daya alam.

UUD pasal 33 ayat (3), menyatakan, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

——— 000 ———

Rate this article!
Kukuh Cegah Resesi,5 / 5 ( 1votes )
Tags: