Oleh :
Dwi Anggita
Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Lembayung di Barat
Empunya siang perlahan menenggelamkan dirinya
Bersamaan dengan itu
Langitpun menampakan keagungan-Nya
Perlahan tapi pasti
Semburat jingga datang dari arah barat
Kolaborasi warna yang indah terpampang jelas dalam satu waktu
Lalu, langit Barat berbicara
Ini hanya sementara
Benar saja
Perlahan lembayung berubah menjadi hitam pekat
Gelap
Kota Tak Lagi Sama
Masih adakah suara kicau burung untuk mengawali hari di kota?
Masih adakah suara merdu daun tertipu angin di kota?
Masih adakah suara sejuk rumput yang bergoyang di tengah kota?
Masih adakah suara desiran lembut di tengah kota?
Masih adakah itu semua?
Perlahan semua hilang
Perlahan alam tidak menunjukkan keramahannya lagi
Kini kota hanya dipenuhi suara hiruk pikuk kendaraan
Kini kota hanya dipenuhi suara hiruk pikuk mesin pabrik
Kini tidak ada kenyamanan lagi di kota
Aroma Tanah
Butiran air perlahan turun
Dari langit ia berasal
Tanah siap menerima kehadirannya
Saat sudah tiba waktunya
Tanah akan mengeluarkan aromanya
Khas
Menyejukan hati siapapun
Menenagkan pikiran siapapun
Membuat damai siapapun
Siapaun ku pastikan suka
Tangisan Awan
Siang bolong kala itu
Sang selimut bertebaran
Lembut nan indah
Menyelimuti bumi pertiwi
Bergelombang mengombak ombak
Menggumpal tebal
Diiringi hembusan angin
Hingga berpencar dimana-mana
Sejalannya waktu
Kini sang selimut berubah kelabu
Angin bertiup semakin kencang
Hingga guntur mulai bergemuruh
Sang selimut kini menangis
Air bercucuran deras
Berserakan dimana-mana
Membasahi bumi pertiwi
Sebab Kau
Pohon kau cincang
Tanah kau gali
Hewan kau buru
Laut kau kotori
Sampah kau terlantarkan
Keindahan mana lagi yang bisa dinikmati?
Kesejukan mana lagi yang bisa dirasakan?
Kau mau menikmati apalagi?
Semua hancur
Sebab kau
Dwi Anggita, lahir di Cilacap, 12 Oktober 2000. Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Sejak duduk di bangku Sekolah Dasar penulis gemar sekali membaca dongeng dan saat duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama penulis mulai mencoba menulis cerpen tetapi hanya untuk dinikmati sendiri. Saat ini, penulis berdomisili di Majenang. Penulis berharap bisa menulis berbagai macam karya sastra dan bisa dinikmati oleh banyak orang. Pembaca bisa lebih dekat dengan penulis melalui akun instagram penulis di @nandanggita.
———– *** —————