Membaca Hermeneutika dalam Alquran

Judul Buku : Arah Baru Studi Ulumul Quran
Penulis : DR. Aksin Wijaya
Penerbit : IRCiSoD
Cetakan : Pertama, November 2020
Tebal Buku : 266 Halaman
Peresensi : Slamet Makhsun
Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga.

Dalam dekade terakhir, telah terjadi perdebatan serius di jagat pemikiran Islam Indonesia. Yakni mengenai penggunaan metode hermeneutika dalam menggeluti khazanah tafsir Al-Quran. Tidak hanya di perguruan tinggi Islam, tarik-ulur semacam ini juga merambah dunia pondok pesantren. Pokok permasalahannya ada di hermeneutika sendiri, yang merupakan cabang keilmuan yang dicetuskan oleh orang ‘kafir’, sehingga dianggap tidak legal dalam menguliti makna Al-Quran.

Menurut Zygmunt Bauman (1978:7), hermeneutika ialah upaya dalam menjelaskan dan menelusuri pesan dan pengertian dasar dari sebuah ucapan atau tulisan yang tidak jelas, kabur, remang-remang, dan kontradiktif, yang menimbulkan kebingungan bagi pendengar atau pembaca. Bila melansir sejarah, maka hermeneutika merupakan bagian dari keilmuan Yunani kuno, kemudian diwarisi oleh umat Kristen sebagai metode memahami dan menafsiri Bibel/Injil.

Namun, sampai abad 18, hermeneutika diramaikan kembali oleh Schleiermacher-Bapak Hermeneutika Modern-dengan memberikan perhatian pada estetika dan sastra yang terkandung dalam teks yang ditafsiri tersebut. Setelah itu, hermeneutika tidak hanya dipahami sebagai salah satu metode dalam memahami Bibel, namun, lebih dari itu dikembangkan ke ranah filsafat. Terlihat beragam filsuf yang berkecimpung dalam dunia hermeneutika seperti Paul Ricoeur, Jurgen Habermas, dan Jacques Derrida.

Sebagai sebuah metode penafsiran, hermeneutika tidak saja berurusan dengan teks yang dihadapi secara tertutup, tetapi juga teks tersebut membuka diri terhadap teks-teks yang melingkupinya. Sehingga, penafsiran dengan model seperti ini membutuhkan pembacaan mendalam terhadap teks, konteks, dan kemudian melakukan upaya kontekstualisasi.

Sebagai sebuah corak pendekatan dalam kajian tafsir Al-Quran, bisa dikatakan bahwa hermeneutika merupakan sintesis dari metode takwil dan tafsir. Para ulama pun setidaknya terbagi menjadi tiga golongan dalam menyikapi hermeneutika. Golongan pertama menolak dengan alasan bahwa metode ini adalah buatan sekaligus diadopsi dari umat Kristen. Penolakannya lebih didasari pertimbangan ideologis. Apapun yang datang dari luar selain Islam, maka harus tolak.

Golongan kedua, ialah kelompok yang menerima secara mentah-mentah dan bahkan tanpa memilah-memilih mana model hermeneutika yang membawa manfaat dan tidak, dalam kajian studi Al-Quran. Golongan ini riskan dengan hilangnya sifat keilahian cum kesakralan dari Al-Quran. Sebab sikap kelompok ini yang terlalu vulgar, maka ada kesan memaksakan sesuatu pada Al-Quran yang sebenarnya tidak ada hubungannya. Golongan ketiga bisa dikatakan sebagai golongan yang moderat. Golongan yang memadukan antara kelompok pertama dan kedua. Golongan ini mengambil teori hermeneutika tertentu guna mengungkap pesan ilahi tanpa mengenyampingkan keilahian (kesakralan) Al-Quran.

Jika dilihat, maka perbedaan dalam menyikapi hermeneutika sebagai metode tafsir, hanya berkubang dalam tiga hal. Yakni wahyu Tuhan masih bisa dipahami dalam bingkai klasik, kata hermeneutika sebagai istilah yang baru dan berasal dari luar tradisi Islam, serta kurangnya pemahaman terkait teori-teori yang terkandung dalam hermeneutika.

Sejatinya, Al-Quran ini perlu dibahas kembali, kendati pelbagai karya studi Al-Quran klasik dan modern telah membahasnya. Karena boleh dan tidaknya penggunaan hermeneutika dalam studi tafsir Al-Quran, tergantung pemahaman kita terhadap objek interpretasinya.

Dengan pemahaman yang beredar selama ini, Al-Quran seakan menjadi suatu yang ‘sangat sakral’, diletakkan di menara gading sehingga haram untuk ‘dijamahnya’. Sakralisasi terhadap Al-Quran sebenarnya tidak masalah, toh setiap agama membutuhkan nilai-nilai yang sakral, termasuk kitab sucinya. Namun, sakral bukan berarti tidak boleh ditelaah dan ditafsiri. Justru kemukjizatannya, terlihat bagaimana Al-Quran ini mampu menjawab tantangan zaman. Oleh karena itu, menggunakan berbagai metode dalam menafsirkan Al-Quran, merupakan upaya serius dalam menangkap pesan Tuhan sebagai petunjuk manusia dalam menjawab berbagai persoalan manusia di setiap zamannya.

——– *** ———-

Rate this article!
Tags: