Low Vision Bukan Kebutaan Total, Kenali Gejalanya dan Cegah Sedini Mungkin!

Oleh:
dr Rosvina Diah Nurulita Sutresno

Sebagai dokter umum di layanan primer, saya sangat sering menjumpai pasien dengan penurunan pengelihatan baik anak-anak, remaja maupun lansia. Di tempat saya bekerja, pelayanan untuk khusus mata belum lengkap sehingga pemeriksaan dilakukan secara sederhana dengan inspeksi luar saja dan mengukur tajam pengelihatan dengan Snellen Chart. Jika memang pasien membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut, kami menyarankan untuk dirujuk ke rumah sakit yang terdapat dokter spesialis mata. Terkadang beberapa pasien enggan untuk dirujuk karena takut dioperasi, terhalang biaya transportasi ataupun tidak ada yang mengantar. Adapun juga pasien menawar supaya langsung diberikan obat tetes mata beli di apotik tanpa mau dirujuk ke rumah sakit. Alasan-alasan tersebut yang memang menjadi tantangan dan tugas kita di layanan fasilitas kesehatan garda terdepan. Membujuk pasien untuk periksa dan sadar sedini mungkin dengan kesehatan mata, agar tidak terlambat dan jatuh pada kondisi low vision bahkan kebutaan total.

Menurut WHO (2020), setidaknya ada 2,2 milliar orang yang mengalami penurunan tajam penglihatan di seluruh dunia, termasuk di indonesia.1 Dengan penanganan yang tepat oleh dokter yang berpengalaman, penurunan tajam penglihatan ini dapat dicegah agar tidak berlanjut ke kondisi low vision bahkan kebutaan total. Low vision adalah kondisi menurunya tajam penglihatan signifikan. Menurut data RISKESDAS (2018) prevalensi low vision di indonesia sebanyak 1,2%.2 Seseorang dikatakan memiliki low vision jika ketajaman penglihatan mata yang paling baik dapat dikoreksi hanya sampai skala snellen chart 6/18.3 Skala ini memiliki arti bahwa ika orang normal bisa melihat objek pada jarak 18 meter atau lebih jauh lagi, maka penderita dengan harus maju 6 meter untuk melihat objek tersebut. Meski begitu, Low vision bukanlah kebutaan! Seorang pasien dengan low vision masih dapat melihat meski dalam tajam penglihatan yang rendah. Tanda dan gejala bahwa seseorang mungkin mengalami low vision adalah4 :
1. Kesulitan untuk melihat objek pada bagian tengah penglihatan, sehingga pasien akan sulit mengenali wajah seseorang, membaca buku, melihat layar komputer dan sebagainya.
2. Kesulitan untuk melihat objek pada bagian sudut luar penglihatan, sehingga pasien akan sulit untuk mengemudikan kendaraan, mengenali objek disekitar, menyebrang jalan, dan sebagainya.
3. Kesulitan untuk membedakan warna
4. Kesulitan untuk melihat pada penerangan yang minim
5. Objek yang dilihat oleh pasien akan buram atau berkabut.

Umumnya low vision ini disebabkan degenerasi makula, yaitu suatu bagian dari retina mata yang berisi sel-sel penglihatan. Degenerasi ini biasanya disebabkan oleh penuaan, penyakit glaukoma, penyakit katarak, dan diabetes.4 Dokter akan melakukan pemeriksaan dengan teliti terkait semua aspek penglihatan yang mengalami penurunan untuk mendiagnosis low vision dan memberikan penanganan yang tepat. Sayangnya, low vision bersifat permanen dan tidak dapat diperbaiki dengan kacamata, lensa kontak, atau pembedahan. Namun, bantuan penglihatan (visual aids) dapat diberikan seperti kacamata teleskopik, kacamata pembesar, lensa penyaring cahaya, dan alat bantu optik lainnya. Alat bantu non-optik juga dapat dimanfaatkan seperti aplikasi pembaca text-to-speech, rekaman audio, ponsel yang disetting dengan kontras tinggi dan ukuran angka yang besar.4 Konsultasi dan pemeriksaan dengan dokter sangat penting dalam penanganan yang tepat untuk penderita low vision.

Terdapat beberapa cara pencegahan yang dapat kita lakukan untuk mencegah low vision.4 Apabila fungsi tajam penglihatan kita masih prima, sebisa mungkin untuk menghindari penggunaan gadget / layar komputer berlebih, membaca buku pada kondisi gelap, dan melihat objek yang terlalu dekat dalam waktu lama. Terapkan Rule of 20-20-20, yaitu ketika kita bekerja di depan komputer atau bermain gadget selama 20 menit, maka istirahatkan mata selama 20 detik dengan melihat objek yang jaraknya 20 kaki (sekitar 6 meter).5 Apabila fungsi tajam penglihatan kita sedikit menurun, maka upayakan bekerja dalam kondisi ruangan terang, terus menggunakan kacamata dengan ukuran spheris yang sesuai, dan gunakan kaca pembesar apabila harus melihat objek yang terlalu dekat dalam waktu lama. Dan Apabila fungsi tajam penglihatan kita sudah jauh menurun, maka kita dapat berkonsultasi pada dokter spesialis mata untuk mendapatkan penanganan rehabilitasi mata yang tepat, agar tidak terjatuh dalam kondisi low vision.4
Kita harus pahami bahwa low vision bukanlah akhir dari penglihatan kita, low vision bukanlah kebutaan. Penderita dengan low vision harus kita dukung dan berikan penanganan yang tepat, agar tetap dapat melakukan aktivitas sehari-hari dan berkontribusi penuh pada masyarakat.

1. Demmin DL, Silverstein SM. Visual Impairment and Mental Health: Unmet Needs and Treatment Options. Clin Ophthalmol. 2020 Dec;Volume 14:4229-51.
2. Kemenkes RI. Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Kementrian Kesehat RI. 2018;53(9):1689-99.
3. Eisfeld J. International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems . Vol. 1, TSQ: Transgender Studies Quarterly. 2014. 107-110 p.
4. Institue NE. Low Vision At a glance?: Low Vision What is low vision?? What are the types of low vision?? What causes low vision?? 2023;23-6.
5. Zulkarnain BS, Budiyatin AS, Aryani T, Loebis R. The Effect of 20-20-20 Rule Dissemination and Artificial Tears Administration in High School Students Diagnosed with Computer Vision Syndrome. J Pengabdi Kpd Masy (Indonesian J Community Engag. 2021 Mar 27;7(1):24.


———- *** ————

Tags: