Candaan Seksual di Tempat Kerja

Oleh :
Fathurozi
Aktif di Pancur Studies Semarang

Candaan seksual di tempat kerja, dikatakan biasa terjadi. Mungkin mereka tak tahu tindakannya termasuk perbuatan tak terpuji. Ketidaktahuan ini menjadi problem tersendiri. Misalnya berkata rambutnya basah, habis keramas ya, tadi malam berapa ronde dan sebagainya. Kata-kata ini, terlontar ketika bercanda sesama teman, ternyata candaannya masuk dalam bentuk pelecehan seksual non fisik.

Candaan yang berbau seksual, muncul ketika sedang berkumpul bersama teman laki-laki dan perempuan. Bahkan mereka saling menimpalinya, kelihatanya nyaman-nyaman saja, tidak ada yang merasa dirugikan. Mungkin, jika diucapkan orang lain akan menimbulkan masalah, tapi tergantung sama orangnya.

Candaan seksual bisa dikatakan misteri gunung es yang sulit terselesaikan. Candaan ini sudah menjadi bahasa pergaulan baik di dunia kerja atau di dunia pendidikan. Jika ada yang merasa tersinggung cukup bilang, jangan marah, cuma bercanda, masalah terselesaikan. Lebih ironis lagi, orang yang tersinggungan akan tersisih dari pergaulan.

Tak ayal, candaan tersebut tidak lagi tabu tapi menjelma menjadi bumbu keakraban sesama teman. Kelihatannya, ketika ngobrol tidak menyinggung hal-hal yang sensitif, merasa obrolannya kurang seru. Pelecehan seksual terjadi tidak menimpa perempuan saja, tapi laki-laki juga mengalaminya. Memang korban paling banyak perempuan. Berdasarkan survei Organisasi Buruh Internasional (ILO), mengenai kekerasan dan pelecehan seksual di dunia kerja Indonesia. Survei dilakukan dalam kurun waktu 2 tahun (2020-2022) dengan melibatkan 1.175 responden. Menemukan, korban kekerasan dan pelecehan seksual sebesar 70,81 persen. Sedangkan 72,77 persen melihat peristiwanya. Kemudian, 53,36 persen pernah menjadi korban sekaligus saksi.

Sebagian masyarakat masih berpandangan korban, juga pelaku. Tak heran, si korban tidak berani bercerita ke teman, apa lagi ke keluarga. Mungkin si korban kuatir, Jika kejadian terungkap ke publik, tidak mendapat simpati, sebaliknya mendapatkan hinaan atau cacian.

Pelecahan di Tempat Kerja
Orang yang melihat terjadinya pelecehan seksual di tempat kerja, sebagian besar mengambil sikap diam dan membiarkannya, bukan tidak peduli. Namun, takut menjadi saksi, apalagi pelakunya pimpinan, ada rasa kuatir akan dipecat dari pekerjaan, lebih baik mengamankan dirinya sendiri. Tak ayal, pelakunya merasa bebas melakukan sesukanya, bahkan merasa bangga, terbukti menceritakan perbuatan ke teman-temannya.

Sikap diam tidak hanya diambil karyawan, tapi pimpinan tertinggipun ikut-ikutan, terkesan menyalahkan korban. Jika ada laporan yang masuk, diproses tapi berjalan lambat. Ironisnya lagi, didiamkan dan menutup mata seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Bahkan, ditutupi agar jangan sampai pihak luar mengetahuinya, mungkin mereka beralasan menjaga nama baik di atas segalanya, tanpa memikirkan nasib si korban. Yang terjadi, hanya sebagai bahan gosip obrolan antar karyawan. Tak heran, pelecehan seksual bak jamur di musim penghujan yang akan terus tumbuh.

Komnas Perempuan mengategorikan kekerasan seksual salah satunya pelecehan seksual. Yang termasuk pelecehan seksual meliputi siulan, main mata, ucapan bernuansa seksual, mempertunjukan materi pornografi dan keinginan seksual, colekan atau sentuhan di bagian tubuh, gerakan atau isyarat yang bersifat seksual. (kompas.com, akses 19 Mei 2023). Kategori ini, sering terjadi pada masyarakat kota dan desa, ketika sedang ngopi di tempat nongkrong, kebetulan ada perempuan yang lewat, spontan akan disiuli. Namun, kejadian ini tidak menimbulkan polemik karena merasa tidak ada yang dirugikan.

Masih ada yang beranggapan kondratnya laki-laki suka menggoda, sebaliknya, ketika ada perempuan yang menggoda laki-laki dikatakan bukan perempuan baik-baik atau nakal. Seolah-olah pelecehan seksual yang menimpa perempuan, sebagai bentuk hukuman karena prilakunya tak mencerminkan yang semestinya. Stigma seperti ini selalu tertanam dalam benak masyarakat kita, padahal mereka memiliki hak yang sama untuk mendapatkan keadilan.

Pemerintah bukannya menutup mata, berbagai cara dilakukan untuk mencegah terjadinya kekerasan dan pelecehan seksual. Terbukti dikeluarkannya surat edaran menteri tenaga kerja dan transmigrasi nomor SE.03/MEN/IV.2011 tentang pedoman pencegahan pelecehan seksual di tempat kerja. Sedangkan untuk menghukum pelaku, diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Pada pasal 5, menyebutkan bagi pelaku perbuatan seksual non fisik, dipidana hingga 9 bulan penjara dan denda sebesar Rp 10 Juta. Lalu pasal 6, berbunyi bagi pelaku pelecehan seksual fisik dipidana hingga 12 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 300 juta.

Kelihatannya, pelecehan seksual non fisik sering terjadi di tempat kerja baik antar karyawan dan atasan ke bawahan, tanpa sadar mereka telah melakukannya, sebaliknya si korban tidak merasa sedang menjadi obyek pelecehan. Saatnya perusahaan atau institusi berkomitmen melawan pelecehan seksual tanpa mempertimbangkan nama baik dan mengutamakan sisi kemanusiaan. Perusahaan perlu mendirikan rumah konsultasi seksual, nantinya karyawan bebas berkonsultasi berkaitan reproduksi dan kekerasan seksual. Perusahaan mendampingi korban, dari mulai pembuatan laporan ke pihak berwajib hingga pemulihan dari trauma.

——— *** ———–

Rate this article!
Tags: